Mohon tunggu...
Bugi Kabul Sumirat
Bugi Kabul Sumirat Mohon Tunggu... Seniman - author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

panggil saja Kang Bugi. Suka nulis, suka ngevlog, suka ndongeng bareng si Otan atau si Zaki - https://dongengsiotan.wordpress.com. 📝: bugisumirat@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tukini, Gaya Tulisan "Aki-Nini" Masa Kini

21 November 2021   08:04 Diperbarui: 21 November 2021   08:49 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." (Pramoedya Ananta Toer)

Banyak sekali gaya menulis yang bermunculan yang kadang dapat dianggap sebagai tren menulis yang menyesuaikan dengan zamannya. 

Gaya penulisan itu sendiri merupakan cara menulis yang didasarkan pada ungkapan pikiran si penulis yang kemudian dipadu-padankan dengan karakteristik bahasa yang biasa digunakan oleh setiap individu penulis yang kemudian nantinya disandingkan dengan aturan tata bahasa yang berlaku. 

Untuk Indonesia, perlu diingat ya bahwa aturan penulisan sudah tidak menggunakan sistem EYD (Ejaan yang disempurnakan) lagi melainkan PUEBI sejak tahun 2015. PUEBI sendiri merupakan kepanjangan dari Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.

Gaya penulisan setiap orang dapat berbeda karena saat menulis akan berkaitan dengan beberapa hal diantaranya lontaran pesan-pesan yang ditujukan bagi pembacanya - supaya jelas dan mudah dimengerti, serta agar si pembaca dapat menikmati isi tulisan si penulis. Gaya penulisanpun dapat dianggap sebagai gaya individu penulis. 

Gaya menulis ini biasanya akan bersifat unik, artinya akan berbeda satu penulis dengan penulis lainnya. Kita dapat saja melihat dan mempelajari gaya menulis seorang penulis, tetapi tidak untuk menirunya mentah-mentah. Gaya menulisnya bisa jadi (menurut kita) menarik, tetapi belum tentu cocok dan sesuai dengan gaya ataupun style menulis kita. Berlatihlah terus hingga kita menemukan gaya menulis yang khas kita.

Nah, dalam pertemuan di suatu komunitas yang anggotanya seluruhnya berusia minimal 50 tahun, dan sebagian besarnya sedang bersemangat untuk menulis sebuah buku bunga rampai, yaitu menulis sebuah buku dengan cara 'keroyokan', saya melontarkan ide agar diusia-usia tersebut (50 tahun ke atas), memerlukan gaya menulis tersesendiri yang saya sebut saat itu sebagai gaya menulis TUKINI (Tulisan Aki Nini).

Aki nini adalah istilah dalam bahasa Sunda yang artinya Kakek dan Nenek, karena katanya usia melewati setengah abad, waktunya mulai sedikit-sedikit mulai agak pantas mendapat tersebut: aki dan nini hehehe.

Tukini (tulisan aki nini), maksudnya bagaimana? Begini lho. Yang tergabung dalam komunitas tersebut kan rata-rata sudah berumur. Katakanlah diatas 50 tahun semua dan dengan latar belakang yang berbeda dan sangat beragam pula. Kondisi terkait dengan kapabilitas menulis, sebagian sudah terbiasa menulis, sebagian belum. 

Ada yang sudah menghasilkan buku sebelumnya, banyak juga yang belum. Yang menjadi kesamaannnya adalah SEMANGAT untuk belajar bersama-sama, semangat untuk menulis bersama-sama, semangat untuk guyub mewujudkan buku bunga rampai tersebut. 

Apalagi dari mereka yang bersepakat membuat buku bunga rampai, sudah ada sekitar 49 orang yang menyatakan bersedia bergabung. Suatu jumlah yang luar biasa untuk sebuah awal (karena mereka baru pertama kali bertemu dalam satu wadah komunitas tersebut dan bersedia untuk suatu semangat yang sama) dan sebuah kebersamaan untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu menerbitkan buku bunga rampai.

Nah gaya menulis tukini ini menjadi suatu hal yang penting untuk diperhatikan dan diikuti dalam proses menulisnya (yang nantinya akan menjadi tulisan untuk bagian buku bunga rampai tersebut). Bagaimana kita memaknai bentuk dari gaya menulis tukini ini, beberapa hal dapat dijadikan pertimbangan untuk mengerti gaya menulis ini, seperti:

KEMAMPUAN BERCERITA YANG KUAT

Bila kita menjadi semakin berumur, kemampuan dan kemauan bercerita biasanya lebih kuat. Ini yang saya perhatikan dan sering saya alami. Kalau bertemu kaum senior yang usianya jauh di atas saya, saya sering menjadi pendengar yang baik terhadap cerita-cerita ataupun kisah-kisah masa lalunya. Kisah-kisah saat muda, saat masih bekerja, saat memegang jabatan ini itu, saat masih pacaran bahkan hingga saat kecilnya. 

Seolah-olah sedang diputar rekaman-rekaman masa lalunya. Yang indah-indah dan bahkan yang tidak indahpun kadang terputar pula.  

Cerita-cerita yang saya dengar selalu luar biasa mengagumkan. Sarat makna di dalamnya. Saya hanya membayangkan bahwa sayang sekali, kisah-kisah sangat bernilai tersebut sangat mubazir bila tidak termanfaatkan, bila hanya habis didengarkan tak berbekas, masuk kuping kiri dan keluar di kuping kanan. 

Akankah indahnya bila dapat dibagikan lagi ke lebih banyak orang agar menjadi sarana pembelajaran. Merubah kisah tersebut menjadi suatu tulisan untuk kemudian dibagikan adalah salah satunya. Dengan membagikan cerita-cerita tersebut di media sosial, di blog ataupun ke dalam bentuk buku bunga rampai, merupakan salah satu cara memberikan kemanfaatan kepada banyak pihak dari kisah-kisah baik yang kita miliki tersebut. Nah, tukini memiliki karakter ini: kemampuan bercerita yang kuat.

MEWARISKAN KISAH BERNILAI

Menilik dari umur para penulisnya yang minimal telah berusia setengah abad itu, maka tentu para penulis telah melalui asam garam kehidupan yang luar biasa bervariasinya. 

Asam garam kehidupan bahagia, tidak berbahagia, penuh dengan tantangan, halangan, tetapi juga keberhasilan dan lain sebagainya. Dan sudah barang tentu, pengalaman-pengalaman yang kata orang Betawi sudah 'bejibun' (berlimpah) itu akan banyak sekali memiliki nilai-nilai saripati kehidupan yang dapat dibagikan. 

Tukini di sini memiliki nilai legacy atau kewarisan yang tinggi. Mewarisi nilai-nilai bagi siapa saja. Disinilah salah satu peran menuliskan nilai-nilai tersebut. Tukini memiliki karakter ini.

 Maka, saat menulis style tukini, bayangkanlah bahwa tulisan ini akan dibaca oleh pasangan kita, anak, cucu, keluarga dekat, (eks) teman-teman kantor, kolega, tetangga dan lain sebagainya serta pihak-pihak luar lainnya, merekalah sasaran utama penyebar-luasan nilai-nilai manfaat tersebut.

SARAT NILAI LITERASI

Saat saya masih tergabung di 20 orang kumpulan pendongeng-pendongeng yang diakui oleh Pemerintah Kota Makassar, kami diberi predikat sebagai 'Duta Literasi Indonesia'. Mulanya agak heran juga, kenapa mendongeng tapi kok mendapat predikat tersebut. 

Ternyata begini asal-muasalnya. Saat mendongeng, para pendongeng akan menyampaikan cerita sarat nilai-nilai kehidupan yang diselimuti dengan bungkus cerita yang jenaka, lucu dan cocok untuk anak-anak, nah, memberi informasi ini adalah bagian dari kegiatan literasi, karena para pendongeng akan menghantarkan nilai-nilai positif kepada para penontonnya tanpa disadari bahwa dalam cerita-ceritanya itu akan dapat bermanfaat bagi alam pikiran bawah sadarnya kelak. 

Hal lain adalah, dalam mendongeng, kadang para pendongeng menerapkan metode 'reading aloud', artinya di sini para pendongeng akan mendongeng yang didasarkan kepada buku cerita bergambar secara keras, secara lantang tapi menarik audience-nya. Proses ini akan berdampak pada nilai literasi yang ditanamkan, yaitu bahwa merangsang anak-anak untuk tertarik membaca pada buku-buku baik buku berbentuk hard-copy maupun bentuk elektronik.

 Akan merangsang juga mereka untuk menulis, karena si pendongeng, saat akan bercerita yang bersumberkan dari sebuah buku, akan menyebutkan secara ringkas tentang buku tersebut, seperti: buku itu bercerita tentang apa, siapa pengarangnya dan apa nilai baik dari buku tersebut, di sini dapat pula disebutkan, bila mereka memiliki cerita menarik, dapat pula dituliskan secara sederhana. Disini proses literasi yang kuat terjadi, penyemangat untuk membaca dan menuliskan ide/pengalaman.

 Sama seperti karakter menulis Tukini, tulisan bergaya tukini menawarkan nilai-nilai baik, manfaat, pengetahuan yang berdasarkan pengalaman, secara short-cut, tanpa si pembaca harus melalui pengalaman-pengalaman itu sendiri. Tulisan tukinipun kemudian dapat menjadi penyemangat yang belum mulai menulis, karena terinspirasi dari tulisan tukini ini kemudian akan berpikir,"berarti sayapun tentu bisa menulis pengalaman-pengalaman saya ya." That's it. Gayungpun akan bersambut. 

BERNILAI PAHALA

Saya mencoba menyandingkan nilai religius dalam menulis tukini ini, yaitu insyaallah para penulis berkarakter tukini ini akan memperoleh pahala ataupun good deed, karena apa yang dilakukan adalah berbagai nilai-nilai kebaikan, nilai-nilai manfaat, dalam hitungan agama, ini dapat bernilai pahala bila nilai baik yang kita sampaikan akan kemudian dimanfaatkan oleh orang lain. I believe in this. 

Apalagi yang kita sampaikan adalah merupakan pengisi 'puzzle-puzzle' pengetahuan, maka tentu tulisannya akan melengkapi tulisan-tulisan yang sudah ada sebelumnya, dari berbagai sumber penulis lainnya. 

Dan yang pasti, mengikuti kata bijak dari Pramoedya Ananta Toer bahwa orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. Sehingga kalau kita sudah tidak ada nanti, tapi tulisan kita dapat terus dibaca orang lain dan dapat terus memberikan manfaat. Insyaallah.

ALAT TERAPI MENYEHATKAN

Tukini perlu dianggap sebagai alat untuk terapi kesehatan yang menyehatkan. Ingin terus sehat dan cerdas di usia tua, maka menulislah. Begitu prinsip yang saya pegang dan bahkan sering saya dengar dari berbagai sumber. Karena memang terbukti. Menulis adalah kerja otak dan fisik plus ada campur tangan jiwa pula di dalamnya. Menulis merangsang kita untuk banyak pula membaca. Setelah itu tulisan dibagikan, ini akan menimbulkan perasaan puas dan bahagia, dan sudah mahfum kan kalau perasaan bahagia dapat meningkatkan imun? Ada pengalaman seorang kompasianer yang ia bagikan melalui tulisan-tulisannya bahwa ia sembuh dari stroke dengan terapi menulis, tentu saja tetap dibarengi dengan upaya-upaya medis. Tetapi dengan menulis setiap hari, ia dapat bangkit dari keterpurukannya akibat terserang stroke. So, keep writing ya bapak/ibu sebagai bagian dari upaya menyehatkan diri sediri (dan bahkan mungkin bisa jadi obat pula untuk orang lain yang membacanya). Amin YRA.

ENJOY DAN FUN

Di usianya yang tidak muda lagi, 50 up, ada yang masih aktif bekerja, ada juga yang telah pensiun, baik memasuki masa purna tugas secara normal sesuai peraturan, ataupun memasuki usia dini, tetap memerlukan 'me time' (waktu yang ditujukan untuk memberikan semacam kesenangan terhadap diri sendiri). Menulis dapat menjadi 'me time' tersebut. 

Belum banyak yang terpikir mungkin sebelumnya kalau menulis dapat menjadi waktu yang menyenangkan, terutama kalau kita sudah membangun 'prasangka' di dalam diri bahwa menulis itu sulit, menulis itu susah, menulis itu perlu pengetahuan khusus sehingga yang seharusnya terlihat mudah, akan terlihat menjadi super duper syusah.

Betul begitukah? Padahal dalam kenyataanya tidak. Ayo kita jadikan menulis menjadi 'me time'nya para aki-nini. 

Yang terpenting dan harus selalu diingat adalah, saat menulis, harus dianggap sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan dan harus dinikmati (enjoy) dan penuh dengan kebahagiaan dan keceriaan (fun) karena kita menaruh harapan di depan kita,"asyik, tulisan saya akan dibaca orang lain, akan dapat bermanfaat bagi mereka, akan terbagi pengalaman-pengalaman yang menurut saya baik untuk dibagikan ataupun ditularkan." 

Namun yang perlu diingat adalah bahwa walaupun kita sedang berbagi, dengan prinsip enjoy dan fun ini, saat menulis, hindari kesan menggurui, cukup di bercerita saja, di 'telling your stories' saja in your style, dengan gaya penulisnya saja. 

Luar biasa kan menulis tukini ini jadinya, enjoy, fun dan bermanfaat. Pun, kata enjoy dan fun ini dapat dimaknai bahwa tulisan-tulisan yang dihasilkan tidak harus selalu yang sifatnya 'serius' tetapi dapat dengan bergenre macam-macam, seperti puisi, cerita jenaka, cerita pendek, hanya bila dibalut dengan tukini, maka tulisan yang dihasilkan akan tetaplah yang kaya makna.

Maka, untuk aki nini eh ... bapak/ibu yang belum mulai menulis, segeralah menulis dan untuk yang sudah mulai dan terbiasa menulis, teruslah menulis untuk memperkaya dunia literasi di Indonesia. Karena kalau saya melihat, biasanya bila memasuki purna tugas, akan banyak memiliki waktu lebih banyak dari biasanya. Nah kalau waktu ini  dimanfaatkan untuk menghasilkan tulisan-tulisan sarat nilai, akan luar biasa sekali dunia literasi di negara yang kita cintai ini.

Saya salut dengan kawan-kawan yang bersemangat menulis untuk membuat buku bunga rampai seperti telah disampaikan di awal tulisan ini yang berada dalam komunitas tersebut. Terutama kepada mereka yang baru mulai menulis, saya sangat dapat memahami kesulitan yang dihadapi, sehingga dengan terus menulis dan menulis lambat laun akan tertanggulangilah kesulitan itu. Saya sering menggambarkannya seperti orang belajar naik sepeda roda dua. Di awal tentu akan sering jatuh, tapi dengan sering berlatih, lama-lama akan lancar bersepeda, malah mungkin akan ngebut naik sepedanya hehehe.

Untuk itu, dalam menulis berkarakter tukini ini, saya selalu menekankan kepada 2 (dua) hal, yaitu:

Pertama: Kisah atau cerita atau tulisannya adalah merupakan kisah sendiri atau my story - bukan cerita orang lain. Walaupun cerita tersebut bersandarkan kepada kisah orang lain, tetapi merupakan bagian dari pengalaman yang dialami sendiri, bukan anda menceritakan pengalaman orang lain secara lengkap.

Kedua: Mengapa topik tersebut yang dijadikan tulisan dan apa menurut anda manfaat atau nilai plus atau added value dari tulisan tersebut bagi yang membacanya khususnya bagi generasi muda (anak/cucu/keturunan), atau untuk siapa?

Kedua pertanyaan ini penting untuk ditanyakan kepada diri sendiri sebelum mulai menulis agar kita dapat lebih memperjelas lagi apa yang akan kita tulis serta nilai manfaat yang akan kita bagikan.

Kepada para aki-nini, kepada bapak-ibu sekalian, kepada kita semua, selamat menulis, selamat memperkaya dunia literasi di negara kita. Proud to be aki-nini.  I love you full.

Salam tukini

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun