Mohon tunggu...
Bugi Kabul Sumirat
Bugi Kabul Sumirat Mohon Tunggu... Seniman - author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

panggil saja Kang Bugi. Suka nulis, suka ngevlog, suka ndongeng bareng si Otan atau si Zaki - https://dongengsiotan.wordpress.com. 📝: bugisumirat@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tradisi Ngahujuban Itupun Lenyap Seiring Meninggalnya Mbah Putri

16 April 2021   23:45 Diperbarui: 16 April 2021   23:49 1655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Asap dupa kemenyanpun mulai terlihat membumbung di ruang makan disertai wangi kemenyan yang sangat khas menjelajah ruangan di seantero rumah untuk berbagi kewangian saat dilaksanakannya ritual ngahujuban

Terlihat di ujung meja, mbah Iyoh duduk dengan khidmat, mata dipejamkan dan komat-kamit memanjatkan doa ngahujuban sambil sesekali tangannya menambahkan bubuk kemenyan yang menipis ditelan api. 

Sesekali mbah Iyoh menatap ke arah makanan, kadang mengangguk, kadang tersenyum - seolah menyapa tetamu yang datang, sambil bibirnya terus berkomat-kamit melantunkan doa yang tidak terdengar doa apa saja yang dibacanya. Sekitar 20-30 menit, ritual ngahujubanpun selesai. 

Kami, yang tidak terlalu patuh untuk pindah di ruang tivi, tetapi lebih memilih untuk mengintip apa yang dilakukan oleh mbah kami itu, langsung menyerbu meja makan setelah mbah Iyoh menghentikan lantunan doa-doa khusuknya.

Kami pun berteriak manja, "sudah boleh ya mbah, sudah boleh ya mbah?" tanya kami ke mbah Iyoh. Mbah Iyohpun akan mengangguk sambil kemudian mematikan dupa kemenyan itu dan meninggalkan kami yang asyik menikmati hidangan yang ada di atas meja. Tapi biasanya, sebelumnya akan meminta pembantu di dapur untuk menambah masakan yang terhidang di atas meja, untuk kami nikmati.

Pernah kami tanyakan ritual ngahujuban ini kepada beliau. Mbah Iyoh pun menjelaskan bahwa ritual ngahujuban ini adalah amanah orang tuanya untuk beliau laksanakan. 

Beliaupun menyadari bahwa zaman semakin berkembang dan ada aturan-aturan agama yang khawatir akan bertabrakan dengan ritual ngahujuban ini. Tapi mbah menyatakan bahwa kepatuhannya terhadap amanah orang tuanya itu harus didahulukan dan akan memberikan nilai tertinggi dalam kehidupannya. 

Masih menurut mbah Iyoh, ngahujuban adalah proses 'menjamu' para leluhur yang akan kembali ke alam kuburnya, setelah 'beristirahat' (keluar dari alam kuburnya) selama sebulan penuh di bulan Ramadan itu. 

Jadi doa-doa yang ia lantunkan adalah untuk bekal para leluhurnya (orang tua mbah Iyoh, kakek nenek mbah Iyoh dan para lelulur lainnya)  untuk kembali ke kuburnya. 

Namun, sebelum kembali ke kuburnya, para leluhur tersebut dijamu hidangan lebaran yang telah disiapkan di atas meja. Menurut keyakinan mbah Iyoh, para leluhurnya itu datang menghampirinya saat berdoa dan menikmati hidangan yang telah disediakan. Setelah kenyang, maka para mbah-mbah leluhur itu akan kembali ke alamnya dengan tenang. 

Penyediaan pasangan minuman dengan yang manis dan pahit itu merupakan simbol memperhatikan para leluhur dengan detail, karena ada leluhur yang doyan minuman yang pahit dan ada yang manis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun