Pernikahan Aki Moestaram dengan dara jelita Ninin Ai (dengan nama lengkap: Nyi Entin binti Sudjana Sastrawidjaja pada tanggal 21 Agusus 1937), Aki Moes dikaruniai 6 (enam) orang putra-putri, tiga orang laki-laki dan tiga orang perempuan. Dari keenam putra-putri Aki Moes, saat ini, tinggal satu orang yang masih Alhamdulillah sehat wal afiat, yaitu ibu saya yang biasa dipanggil dengan sebutan kesayangan, Nin Ade (nama lengkap beliau adalah R. Ade Fatimah).
Tidak ada foto-foto Aki Moestaram yang dapat terdokumentasi dengan baik. Hanya satu yang dapat kami peroleh dari hiasan foto ornamen keluarga. Foto Aki Moes berdua dengan Nin Ai. Hingga kamipun mengenal Aki Moes lewat namanya saja. Walau sesekali mengunjungi rumah peristirahatan terakhirnya saat ini yaitu di kompleks pemakaman Menteng Pulo, Jakarta Selatan. Di makam tersebut Aki Moes berdampingan dengan kekasih hati tersayangnya, yakni almarhumah Nin Ai yang meninggal pada tanggal 2 Januari 1996 dalam usia 77 tahun.
Yah, kami tidak sempat bertemu muka dengan beliau. Tidak sempat mendengarkan kisah-kisah kepahlawanannya di lapangan hijau, lapangan yang kemudian membuat Aki Moes berkesempatan mengharumkan nama bangsa itu.
Nin Ade, kemudian lanjut menceritakan sedikit dari apa yang diingat dan dialaminya saat Aki Moestaram masih hidup dan bagaimana beliau sangat bangga dengan kesebelasan tanah air serta'kegilaan' beliau pada dunia persepakbolaan. Jadi menurut Nin Ade, zaman itu belum ada televisi (sebagai informasi, televisi masuk ke Indonesia yang ditandai dengan mulai mengudaranya TVRI di tahun 1962).
Pertandingan sepak bola disiarkan melalui stasiun radio (RRI - Radio Republik Indonesia). Bila ada pertandingan sepak bola di radio, setiap orang di rumah tidak boleh berisik, karena Aki Moes ingin 'khusuk' mendengarkan siaran pertandingan tersebut. Sebelum pertandingan dimulai, Aki Moes telah mempersiapkan kertas dan pulpen.
Saat siaran pertandingan sepak bola itu dimulai, Aki Moes pun mulai sibuk mencoret-coret di kertas-kertasnya itu pemain-pemain yang sedang berlaga di lapangan serta apa yang terjadi di lapangan (yang terjadi di lapangan pertandingan dipindahkan ke atas kertas oleh Aki Moes). Perpindahan pemainpun diikutinya dengan coretan-coretan pulpen dikertas-kertasnya itu.
Sehingga Aki Moes mencoba memvisualisasikan apa yang didengarnya dari pesawat radio ke kertas-kertas tersebut dengan pulpennya. Demikian beliau melakukannya dengan serius hingga pertandingan usai. Saat memvisualisasikannya di kertas itu, Aki Moes ingat atau tahu nomor punggung setiap pemain. Ia mengikuti apa yang dikatakan oleh si penyiar radio tersebut dengan seksama.
Bagi yang tidak terbiasa 'menyaksikan' pertandingan bola melalui radio, sepertinya memang akan agak sulit membayangkan visualisasi yang dilakukan oleh Aki Moes tersebut. Namun yang sudah biasa, sepertinya tidaklah mengherankan. Konon pula, reporter siaran bola di radio sangat seru dan heboh melebihi penyiar/komentator bola di televisi.
Sehingga, masih menurut Ninin Ade, mengikuti Aki Moes 'menonton' bola lewat radio itu, dan melihat coretan-coretan Aki Moes di atas kertas, anggota keluarga lainnya akhirnya mengikuti pula keseruan pertandingan sepak bola tersebut. Karena disamping keseruan gerakan tangan Aki Moes saat memegang pulpen di atas kertas mengikuti ucapan-ucapan komentator radio itu, keseruan komentar Aki Moespun sangat seru, terutama apabila beliau mendengar posisi pemain yang tidak tepat, lemparan bola yang kurang terarah dan terutama apabila ada pemain yang berbuat kesalahan, pasti komentar-komentar beliau menyaingi komentar dari si komentator di radio itu.
Di dalam rumah suasana menjadi riuh rendah suara bersahut-sahutan antara suara komentator pertandingan di radio, suara Aki Moes dan suara-suara lain dari seisi rumah.
Melihat nama Aki Moestaram disebut-sebut di dalam buku itu, kami semua anak-cucu keturunannya tentu sangat bangga. Apalagi melihat Ninin Ade kemudian berbicara tentang Aki Moes dengan luapan mata yang berbinar-binar. Bangga pula karena kakek kami merupakan seorang pejuang di bidang olah raga yang sempat tercatat dalam sejarah. Seorang pejuang bersama-sama rekan-rekan timnya membela nama bangsa dan negara di kancah persepak-bolaan hingga ke tingkat internasional.