Mohon tunggu...
Bugi Kabul Sumirat
Bugi Kabul Sumirat Mohon Tunggu... Seniman - author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

panggil saja Kang Bugi. Suka nulis, suka ngevlog, suka ndongeng bareng si Otan atau si Zaki - https://dongengsiotan.wordpress.com. 📝: bugisumirat@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demo 4/11 dan Ejakulasi Dini

3 November 2016   15:04 Diperbarui: 3 November 2016   16:10 3079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pernyataan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Tito Karnavian semalam (2/11/2016) dalam acara Mata Najwa di stasiun Metro TV cukup menohok, terutama untuk kalangan yang  menggebu-gebu mengeluarkan nafsu berdemonya ditanggal 4 November 2016 nanti. Mengapa? Karena di acara tersebut, Kapolri menegaskan bahwa proses hukum kasus Ahok ini tidak pernah ditunda-tunda apalagi hendak di’tenggelamkan’ (bila meminjam istilah Menteri Susi). Hanya dalam prosesnya memang memerlukan waktu yang menyesuaikan dengan jumlah laporan yang masuk serta kesiapan para saksi dalam memberikan keterangan terkait kasus yang dilaporkan mereka itu. Hasilnya, Ahok, hari ini akan diberikan surat pemanggilan untuk diminta datang memberikan keterangan pada hari Senin, 7 Nopember 2016.

Pak Kapolripun menambahkan tentang mengapa pemanggilan Ahok memerlukan waktu demikian, karena dari sebelas laporan yang masuk tentang dugaan (baru dugaan ya hingga terbukti secara hukum  bahwa memang terjadi penistaan) perlu didengar pula keterangan dari mereka yang melaporkan kasus ini. Yang mengherankan adalah ormas (organisasi masyarakat) FPI yang tercatat merupakan salah satu ormas yang melaporkan kasus Ahok ini, tetapi mengulur waktu saat diminta datang untuk memberikan keterangan.

Jadi wajarkan bila memang polisi memerlukan waktu untuk sampai kepada pemanggilan Ahok? Yang tidak wajar adalah reaksi berlebihan dari mereka yang memiliki energi berlebih dalam berburuk sangka, yang langsung menuduh ini dan menuduh itu tanpa dasar tetapi sangat-sangat terlihat haqul yaqin. Disinilah kehebatan kelompok ini. Bisa menuduh dengan tuduhan yang meyakinkan dan paling merasa benar.

Saya memperhatikan perilaku seperti ini salah satunya melalui media sosial facebook. Jika ada yang men-share postingan yang misalnya bernada positif lebih mendukung menunggu upaya hukum yang dilakukan pihak kepolisian dibanding rencana aksi demo 4/11, luar biasa reaksi yang mereka berikan. Tanpa tedeng aling-aling berani (dan bisa) mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas, memaki, mencaci serta berani pula langsung men-judge (menilai) kadar keimanan atau akidah seseorang.

“Orang tolol yang menganggap apa yang tidak setuju dengan penangkapan Ahok.”

“Kasus Ahok memperlihatkan yang mana yang munafik yang mana yang beriman.”

“Yang membela Ahok dan tidak setuju demo 4/11 perlu dipertanyakan akidahnya.”

“Cuci otakmu yang mendukung Ahok tidak ditangkap.”

Dan lain sebagainya, walau berat saya sampaikan di sini beberapa kata-kata yang mereka lontarkan seperti tersebut di atas, namun masih banyak lagi kata-kata yang lebih buruk lagi yang saya rasa tidak perlu dan tidak pantas diungkap di sini – hanya sebagai contoh saja. Dan saya rasa pasti para pembacapun memperhatikan yang hal yang serupa bila memperhatikan ungkapan-ungkapan yang muncul di media sosial belakangan ini dari kelompok mereka itu. 

Padahal mereka banyak yang berpendidikan tinggi dan berprofesi bagus, tetapi rupanya tidak berbanding lurus dengan cara berpikirnya dan tidak berbanding lurus dengan pemilihan kata-kata yang digunakan dalam mengungkapkan isi hati serta pikirannya. Memang perlu disayangkan. Yah … tapi itu hak merekalah. Mungkin menurut mereka mengucapkan kata-kata tidak pantas, mencaci dan memaki merupakan hal baik dan bagian dari imannya? Nauzubillah.

Seolah-olah saya dan mereka yang tidak sependapat dan berseberangan dengan kelompok mereka tidak berakidah, hanya mereka sajalah yang berakidah. Mengerikan sekali! Mereka telah berani mengambil alih peran Tuhan, Allah SWT dalam menilai dan menjadi hakim bagi keimanan seseorang. Bagaimana mereka bisa melakukan itu tanpa ilmu yang mumpuni dalam menilai keimanan seseorang? Padahal yang berseberangan dengan merekapun (saya dan mereka yang tidak sependapat dengan mereka) menggunakan pula dasar Al Quran dan Al Hadist, sama-sama pula mengucapkan dua kalimat syahadat dan saya dan mereka yang berseberangan dengan mereka itu TIDAK dan BUKAN pendukung Ahok dalam menistakan agama. Persoalan penistaan agama harus dilihat secara hati-hati dan sudah ada ketentuan perundangan yang berlaku terkait penistaan agama.

Dalam hal pemeriksaan polisi, pendapat MUI merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan. Karena ada pula ulama lain yang berpendapat berbeda, dalam menafsirkan ayat Al Maidah 51 dan penafsirannya adalah sahih. Tetapi oleh mereka, pendapat ulama-ulama yang seperti ini ditepis dengan mudahnya. Bahkan mereka berani menuduh bahwa ayat Al Maidah 51 dalam Al Quran terbitan Kementerian Agama telah diubah penafsirannya menjadi berarti kawan setia, demi menutupi kesalahan Ahok ini. Nauzubillah.

Padahal proses penafsiran tersebut telah dilakukan pada tahun 2002 lalu, jauh sebelum kasus Ahok ini mencuat, demikian seperti disampaikan pihak Kementerian Agama. Tetapi penjelasan inipun menjadi suatu penjelasan yang tidak berarti bagi mereka.

Sehingga memang perlu didukung upaya-upaya pihak kepolisian untuk secara luas menerima masukan dari para ahli yang tercakup dalam tiga keahlian, yaitu: ahli bahasa, ahli agama Islam dan ahli dalam hukum pidana. Agar dalam membawa ke proses di ranah hukum ini, kepolisian telah menerima informasi yang luas terkait hal tersebut sehingga keputusannya nanti sudah dengan pertimbangan-pertimbangan yang luas bukan pertimbangan sempit.

Kembali ke penyampaian awal di atas, demo 4/11 - dengan pernyataan yang sudah disampaikan Kapolri semalam di Metro TV, menjadi suatu demo tanpa makna, seperti ejakulasi dini, anti klimaks. Kalau demo 4/11 menuntut Ahok dibawa ke jalur hukum, polisi sudah jelas langkahnya. Lalu apalagi yang menjadi tuntutan yang ingin dipaksakan mereka? Dan tidak bisa tidak, demo 4/11 itu memang sarat muatan politis ada yang sedang ingin ‘bermain-main’ dengan kondisi bangsa Indonesia yang sedang dalam suasana yang tenang dan kondusif. Karena demo 4/11 memang bukan demonstrasi tentang agama maupun akidah, tapi politik.

Kita belum bisa memutuskan Ahok melakukan penistaan agama sebelum mendapat keputusan secara hukum terkait perkataannya tersebut. Kita hidup di Negara yang memiliki dan berdasarkan hukum, logis rasanya mengikuti bingkai hukum yang berlaku di Negara ini dan bukan berdasarkan selera sekelompok orang dan bukan berdasarkan pemaksaan kehendak mereka yang memang suka sekali memaksakan kehendaknya.

Organisasi Islam papan atas seperti NU, Muhammadyah, MUI serta partai-partai politik sudah menyatakan tidak mendukung demo 4/11, dan bahkan melarang panji-panji/atribut organisasi digunakan dalam demo 4/11 tersebut. Tetapi tetap dipersilakan mereka yang ingin ikut demo 4/11 karena telah diatur dalam kehidupan berdemokrasi di Negara ini. Jadi bijak-bijaklah kita dalam menyikapi demo 4/11 tersebut.

Kalau demo 4/11 memang sudah tidak bermakna kecuali unjuk kekuatan untuk tujuan pemaksaan kehendak, tidak salah kalau ada sebagian yang menamakan bahwa demo 4/11 tidak lebih dari demonstrasi bagi-bagi nasi bungkus dan amplop, tidak murni lagi. Sayang sekali bila keharuman nama Islam dirusak oleh demo tersebut. Terlebih lagi demonstrasi sesungguhnya tidak disyariatkan dan bahkandiharamkan dalam Islam, karena Islam mensyariatkan cara yang lebih baik dalam menyampaikan pendapat – demonstrasi adalah produk demokrasi, bukan didasarkan syariat Islam. Tapi mereka, demi memuaskan nafsunya, tetap saja berpendirian sesuai penafsirannya, bahkan berani menabrak rambu-rambu Islam.

Belum lagi ekses negatif/mudharat yang mereka timbulkan seperti yang lalu: macet, merugikan kepentingan orang lain, pelibatan anak-anak, cacian-makian dan hamburan kata-kata provokatif dan kotor (yang sangat tidak Islami) yang disampaikan dalam demo, rusaknya taman-taman dan lain sebagainya.

Tapi karena sudah diatur dalam kehidupan berdemokrasi, demonstrasi perlu dibiarkan berjalan bagi yang menghendaki, asal berjalan tertib dan tidak banyak menyebabkan mudharat bagi lebih banyak warga masyarakat lainnya (karena perbuatan seperti itu merupakan sesuatu yang dilarang dalam Islam).

Sebelum sampai ke penghujung tulisan, saya share sedikit ungkapan keprihatinan senior saya, Dr. Dede Rohadi yang mengungkapkannya dalam laman facebooknya, terkait kondisi kiwari dan cukup baik sebagai bahan permenungan, setelah mendapat izin, saya share sebagai berikut:

Ghirah itu memang nyawanya seorang muslim, tapi waspadalah, jangan mau diperalat oleh orang-orang oportunis hanya untuk kepentingan mereka saja.

Allah, Al Quran, Islam tidak akan rendah karena dinistakan siapapun.

Begitu pentingkah kita untuk menghukum orang yang khilaf dan telah minta maaf dengan tanpa ampun???

Begitukah teladan yang diperlihatkan Rasulullah?

Saat Rasul dihujani batu dan dihinakan oleh kelompok kafir Tha’if. Dia tidak mau membalas sekalipun ditawari kekuatan oleh Jibril.

Membela Islam itu adalah dengan memperlihatkan bahwa seorang muslim memiliki perilaku akhlak yang terpuji.

Dan beringas, kejam, dengki, dendam bukanlah termasuk perilaku (terpuji).

Disaat-saat hening, di tengah malam, tanyalah dalam sujud kita, Yaa Rahmaan, bersihkanlah qalbu kami dan hindarkanlah kami dari segala tipu daya syeitan.

Di tanggal 4/11, saya ingin menghabiskan waktu dengan lebih baik dan berkah lagi, tentu saja tidak berdemo yang diharamkan itu. Untuk yang ingin berdemo, silakan berdemo, cuma saran saya, para peserta demo 4/11 jangan lupa mandi wajib dulu  ya, kan baru mengalami ejakulasi dini.

Salam damai, salam perbedaan (karena perbedaan itu adalah rahmat Allah SWT), salam muslim, dan tolong ingat-ingat juga ya kepentingan muslim-muslim dan warga masyarakat lainnya. 

Wassalam,

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun