Mohon tunggu...
Budi Wahyuningsih
Budi Wahyuningsih Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia di SMK Negeri 2 Temanggung dan mendapat tugas tambahan sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum

Hobi memasak, membaca novel petualangan dan misteri, traveling, dan bertanam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Ledhek

25 Maret 2024   21:25 Diperbarui: 25 Maret 2024   21:29 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            "Sudah sana istirahat, anakmu sudah tidur semua, besok kamu harus mencari kayu di hutan. Persediaan kayu kita sudah menipis, kalau hujan kita tidak bisa masak, kasihan Putra dan Rizki".

 Laras mengiyakan sambil merebahkan tubuhnya di dipan bambu beralas galar. Matanya menerawang, pikirannya melayang ke satu tahun yang lalu saat Parmo masih ada di sisinya. Lelaki kurus yang jadi sandaran hidupnya, yang pada dirinya ditumpahkan segala perasaan cinta, kasih sayang, pengabdian yang tulus, juga kesetiaan. Beban hidup yang berat dan himpitan ekonomi memaksa Parmo meninggalkan istri dan anaknya untuk merantau ke luar Jawa. Sekian tahun berlalu, lelaki itu tak pernah kembali.

               "Andai kamu tidak pergi tentu aku tidak harus dijamah tangan-tangan liar laki-laki hidung belang itu" .... gumam Laras pilu.

                "Tapi aku tak bisa apa-apa yang aku bisa hanya menari. Sebetulnya aku tak mau menjual tubuh dan wajahku, hanya Kang Parmo yang berhak atas tubuh dan hatiku. Mereka hanya bisa menikmati bagian luar diriku tapi tidak hatiku. Maafkan aku Kang....," buliran air bening menetes di pipi yang kemerahan. Lelah atas penderitaan hidupnya Laras pun tertidur.

Pagi hari Laras dikejutkan oleh keadaan anak bungsunya Rizki, badannya panas sekali. Matanya terpejam tak berkata apa-apa. Wajah anak perempuan berumur lima tahun itu pucat pasi. Laras gugup dan bingung, tak tahu harus bagaimana.

                "Mbok,  Rizki sakit, badannya panas. Kalau di bawa ke Mbah Kromo sepertinya tidak akan sembuh. Apa yang harus aku lakukan Mbok. Apa minta tolong Pak Lurah untuk mengantar ke puskesmas? Saya takut terjadi apa-apa pada Rizki," suaranya parau penuh kekhawatiran.

                "Iya Nduk, ayo digendong dibawa ke kecamatan saja. Kasihan dia, mukanya pucat sekali," Mbok Randu mengiyakan.

Puskesmas yang letaknya 30 km dari desanya, dicapai dengan kurun waktu 1 jam karena jalan yang dilalui sempit dan berkelak-kelok. Daihatsu tua milik juragan Bawor terseok-seok berjalan ke arah Karanganom ibu kota kecamatan. Sesampainya di sana Rizki langsung ditangani seorang mantri, dokter puskesmas belum ada karena pengganti dokter yang lama belum datang.

                "Bu... anak Ibu tampaknya terkena tipus, harus dirujuk ke rumah sakit. Kalau dibiarkan saja sakitnya akan tambah parah," saran mantri puskesmas.

                "Iya Pak," Laras berkata gugup.

                "Silakan ini rujukannya," kata Pak Mantri itu penuh perhatian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun