Mohon tunggu...
Budi Wahyuningsih
Budi Wahyuningsih Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia di SMK Negeri 2 Temanggung dan mendapat tugas tambahan sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum

Hobi memasak, membaca novel petualangan dan misteri, traveling, dan bertanam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Ledhek

25 Maret 2024   21:25 Diperbarui: 25 Maret 2024   21:29 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

             "Andai kamu tidak pergi tentu aku tidak harus dijamah tangan-tangan liar laki-laki hidung belang itu" .... gumam Laras pilu.

             "Tapi aku tak bisa apa-apa yang aku bisa hanya menari. Sebetulnya aku tak mau menjual tubuh dan wajahku, hanya Kang Parmo yang berhak atas tubuh dan hatiku. Mereka hanya bisa menikmati bagian luar diriku tapi tidak hatiku. Maafkan aku Kang....," buliran air bening menetes di pipi yang kemerahan. Lelah atas penderitaan hidupnya Laras pun tertidur.

Pagi hari Laras dikejutkan oleh keadaan anak bungsunya Rizki, badannya panas sekali. Matanya terpejam tak berkata apa-apa. Wajah anak perempuan berumur lima tahun itu pucat pasi. Laras gugup dan bingung, tak tahu harus bagaimana.

                "Mbok,  Rizki sakit, badannya panas. Kalau di bawa ke Mbah Kromo sepertinya tidak akan sembuh. Apa yang harus aku lakukan Mbok. Apa minta tolong Pak Lurah untuk mengantar ke puskesmas? Saya takut terjadi apa-apa pada Rizki," suaranya parau penuh kekhawatiran.

              "Iya Nduk, ayo digendong dibawa ke kecamatan saja. Kasihan dia, mukanya pucat sekali," Mbok Randu mengiyakan.

 Puskesmas yang letaknya 30 km dari desanya, dicapai dengan kurun waktu 1 jam karena jalan yang dilalui sempit dan berkelak-kelok. Daihatsu tua milik juragan Bawor terseok-seok berjalan ke arah Karanganom ibu kota kecamatan. Sesampainya di sana Rizki langsung ditangani seorang mantri, dokter puskesmas belum ada karena pengganti dokter yang lama belum datang.

                "Bu... anak ibu tampaknya terkena tipus, harus dirujuk ke rumah sakit. Kalau dibiarkan saja sakitnya akan tambah parah," saran mantri puskesmas.

                "Iya Pak," Laras berkata gugup.

                "Silakan ini rujukannya," kata Pak Mantri itu penuh perhatian.

Sekitar setengah jam Laras dan rombongannya sampai di rumah sakit kota. Setelah mengurusi administrasi Rizki dimasukkan di bangsal anak. Dengan kesabaran seorang ibu,  ditunggui anak perempuannya tercinta itu.

 Dadanya menjadi sesak ketika ingat suaminya tidak ada saat anaknya sakit. Perempuan paling takut jika anaknya sakit, apalagi harus masuk rumah sakit. Takut anaknya mati, takut tidak bisa membayar ongkos rumah sakit, takut dan ketakutan yang lain yang mungkin bagi sebagian orang hal seperti itu tidak perlu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun