Mohon tunggu...
Budi Wahyuningsih
Budi Wahyuningsih Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia di SMK Negeri 2 Temanggung dan mendapat tugas tambahan sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum

Hobi memasak, membaca novel petualangan dan misteri, traveling, dan bertanam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penerapan Budaya Positif di Sekolah

13 Juli 2023   20:44 Diperbarui: 13 Juli 2023   21:26 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sesi Berbagi Budaya Positif Secara Daring/Dokpri

Mengapa Budaya Positif?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI Budaya adalah pikiran; akal budi, serta sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sukar diubah. Menurut Koentjaraningrat, budaya adalah segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah serta mengubah semesta alam. 

Selo Soemardjan dan juga Soelaeman Soemardi, budaya diartikan sebagai semua hasil dari karya, cipta, dan juga rasa masyarakat. Sehingga segala bentuk karya dari sebuah kelompok masyarakat merupakan bentuk dari budaya. 

Dalam tulisan ini, budaya positif merupakan penerapan nilai-nilai atau keyakinan universal yang dilakukan secara terus-menerus sehingga menjadi kebiasaan yang mengakar kuat sehingga sulit diubah. Budaya positif diperlukan terutama di sekolah agar sekolah menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi murid untuk belajar.

Bagaimana menciptakan Budaya Positif?

Budaya positif diawali dengan penerapan disiplin positif yang dimulai dengan perubahan paradigma tentang teori kontrol. Sebagai guru, kita tidak dapat mengontrol orang lain (baca:murid), murid sendirilah yang bisa mengontrol dirinya. Implikasinya disiplin akan terwujud jika murid mampu belajar mengontrol diri dengan menggali potensi yang dimiliki agar mencapai tujuan mulia yaitu menjadi seseorang yang diinginkan berdasarkan nilai-niai yang dihargai. 

Setiap perilaku memiliki tujuan/motivasi, demikian juga dengan perilaku murid yang tidak sesuai dengan nilai-niai kebajikan. Motivasi untuk menghindari hukuman dan mendapatkan imbalan merupakan motivasi ekstrinsik karena berasal dari orang lain. Adapun motivasi untuk menghargai diri sendiri merupakan motivasi instrinsik.

Guru dapat menerapkan posisi kontrol yang tepat agar dapat membantu siswa keluar dari masalah yang dihadapi. Lima posisi kontrol yang dapat digunakan adalah 1) penghukum, 2) pembuat rasa bersalah, 3) Teman, 4) Pemantau, dan Manajer. Posisi kontrol penghukum dan pembuat rasa bersalah sebaiknya dihidari. 

Posisi kontrol teman dan pemantau bisa dilakukan tetapi porsinya dikurangi seiring dengan keterampilan menempatkan posisi kontrol guru terasah. Posisi kontrol yang ideal adalah posisi kontrol manajer Dalam hal ini guru mengajak murid untuk menganalisis kebutuhan dirinya maupun kebutuhan orang lain, meminta murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahnnya sendiri,  dan berkolaborasi bersama murid mencari solusi agar murid dapat memperbaiki kesalahan yang dilakukan.

Salah satu cara menanamkan disiplin positif pada murid adalah dengan menggunakan segitiga restitusi. Kesalahan yang dilakukan oleh murid Segitiga restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004 dalam LMS Guru Penggerak Modul 1.4 Budaya Positif 2023). 

Melalui restitusi, guru  dapat membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, serta memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanan dari segitiga restitusi bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan tetapi  lebih kepada membangun kesadaran murid agar menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. 

Restitusi membantu murid untuk jujur pada diri sendiri dan mengevaluasi dampak dari kesalahan yang dilakukan. Restitusi memberikan penawaran bukan paksaan. 

Sangat penting bagi guru untuk menciptakan kondisi yang membuat murid bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi. Terdapat tiga langkah dalam Segititiga Restitusi yaitu 1) menstabilkan identitas; 2) validasi tindakan yang salah; 3) menanyakan keyakinan.

Penanaman budaya positif dapat dilakukan dengan membuat keyakinan kelas yaitu nilai kebajikan yang dituju nilai-nilai kebajikan yang diterima secara universal lepas dari latar belakang budaya, bahasa, suku bangsa, maupun agama. Guru sebaiknya memandu murid dalam memilih dan menentukan nilai-nilai kebajikan yang akan diyakini dan disepakati seluruh warga sekolah, sehingga kelak tercipta sebuah budaya positif.

Penerapan Budaya Positif di SMK Negeri 2 Temanggung

Budaya positif di SMK Negeri 2 Temanggung belum diterapkan secara optimal di semua kelas. Baru beberapa guru sudah menjalankan disiplin positif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengimbasan atau berbagi konsep budaya positif kepada guru-guru agar persepsi-persepsi yang berbeda dapat disamakan dan  miskonsep tentang disiplin dapat dihindarkan. Dalam hal ini, penulis melakukan sesi berbagi secara darng kepada rekan-rekan guru di SMK Negeri 2 Temanggung. Harapannya muncul persamaan persepsi dan kesadaran pribadi dari guru-guru untuk berkolaborasi menerapkan budaya positif di sekolah.

Berikut praktik Budaya Positif di SMK Negeri 2 yang dilakukan oleh penulis.

Foto Bersama Peserta Sesi Berbagi Budaya Positif Secara Daring/Dokpri
Foto Bersama Peserta Sesi Berbagi Budaya Positif Secara Daring/Dokpri

Kegiatan Literasi/Dokpri
Kegiatan Literasi/Dokpri

Guru Memandu Pembuatan Keyakinan Kelas/Dokpri
Guru Memandu Pembuatan Keyakinan Kelas/Dokpri

Murid  Menyampaikan Pendapatnya/Dokpri
Murid  Menyampaikan Pendapatnya/Dokpri

Produk Keyakinan Kelas/dokpri
Produk Keyakinan Kelas/dokpri

Melakukan Segitiga restitusi dengan Siswa yang Mengalami Masalah/Dokpri
Melakukan Segitiga restitusi dengan Siswa yang Mengalami Masalah/Dokpri

Refleksi dan Simpulan

Perubahan yang terjadi pada cara berpikir dalam menerapkan budaya positif di kelas setelah mempelajari modul 1.4 Budaya Positif adalah menyadari kesalahan yang selama ini dilakukan dan lebih memerhatikan kebutuhan murid sehingga dapat meminimalisasi tindakan menyimpang murid karena tidak terpenuhi salah satu atau lebih kebutuhan dasarnya.

Peran yang  dilakukan oleh penulis dalam menerapkan Budaya positif di sekolah adalah memandu murid dalam membuat keyakinan kelas, membangun kesadaran murid untuk berperilaku sesuai nilai-nilai luhur sehingga muncul motivasi instrinsik untuk berperilaku baik, menghindari posisi kontrol sebagai penghukum dan pembuat rasa bersalah, dan berupaya berperan sebagai manajer dalam melakukan restitusi.

Guru membutuhkan ekosistem pendidikan yang menerapkan disiplin positif dalam menuntun murid sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Pemahaman tentang budaya positif akan mendukung peran dan nilai guru penggerak dalam proses pembelajaran yang dilakukan. Guru harus senantiasa menerapkan konsep inti budaya positif dalam mengaktualisasikan nilai dan peran yang dimilikinya. Dalam rangka mewujudkan visinya, seorang guru penggerak harus menerapkan budaya positif dalam prosesnya. Visi guru yang luar biasa akan mudah tercapai jika dirinya dan lingkungan pembelajarannya sudah menerapkan budaya positif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun