Teman2 tahu kan, rupiah akhir2 ini semakin tak tertahan lajunya hingga menyentuh titik 15.000 per dolar. Pastinya banyak pihak yang khawatir rupiah akan terus terjerembap semakin dalam. Â
Trus kita pasti banyak menyalahkan para regulator dan pemerintah sudah melakukan apa untuk menyelamatkan mata uang garuda ini?
Pemerintah, BI dan OJK telah saling bahu-membahu menahan laju menguatnya dolar yang pulang kampung akibat kebijakan moneter Amrik dan perang dagang negara adi daya dengan Tiongkok.
BI telah menyuntikkan dana untuk operasi pasar dan perubahan suku bunga acuan. OJK juga telah menghimbau perbankan dan lembaga keuangan untuk menukar dolar. BI dan OJK juga bersinergi untuk mengawasi spekulan yang memanfaatkan kesempatan ini. Pemerintah sendiri telah menunda berbagai proyek yang banyak menggunakan dolar karena komponennya masih impor, seperti memangkas target kelistrikan 35.000 megawatt (MW).
Lalu, Kemenkeu melakukan apa ya?
Sebagai pemegang otoritas fiskal, Kemenkeu memberikan berbagai kebijakan fiskal berupa perubahan tarif pajak, dari penaikan, pengurangan hingga penghapusan berbagai tarif pajak.
Kok bisa?
Untuk barang-barang impor, Kemenkeu telah menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) 22 untuk 1.147 barang impor. Inti kebijakan ini adalah agar dengan naiknya barang impor, para konsumen bisa beralih menggunakan barang negeri. Bagaimana kalau barang itu belum tersedia di dalam negeri? Ya tarifnya beda2 tergantung tujuannya, sehingga dikelompokkan menjadi tiga bagian pos tarif sesuai dengan tingkat kepentingan barang di dalam negeri. Pada bulan September lalu, Kemenkeu telah menaikkan tarif hingga 4 kali lipat untuk mengurangi impor dan menjadi stimulus pengusaha dalam negeri.
Itu saja?
Selain menaikkan pajak impor, pemerintah juga mengurangi berbagai tarif pajak sebagai insentif pengusaha. Jadi, supaya pengusaha dalam negeri happy dan bisa menjalankan usaha dengan baik, beberapa tarif pajak diturunkan.Â
Apa saja jenis pajak yang turun?
Pertama, pajak untuk UMKM. Pada bulan Juni 2018, Pemerintah telah membuat aturan pengusaha yang beromzet kurang dari Rp4,8 miliar setahun hanya akan membayar pajak 0,5% dari sebelumnya sebesar 1% dari jumlah atau nilai peredaran bruto. Aturan ini terbit dari hasil koordinasi dengan Kementerian terkait yaitu Kementerian Koperasi  dan UKM. Â
Kedua, pada bulan April 2018 Kementerian Keuangan juga mengeluarkan insentif bagi investor yang akan menanamkan modal di Indonesia dengan skema tax holiday. Apa itu tax holiday? Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 35 tahun 2018, perusahaan asing yang berinvestasi minimal Rp1 triliun bisa mendapatkan liburan atau pembebasan dari kewajiban membayar pajak. Hingga Oktober ini sudah ada delapan perusahaan yang memanfaatkan fasilitas ini dengan total investasi Rp161,3 Triliun.Tidak sampai sini, saat ini pun aturan ini masih terus dikaji untuk melonggarkan ketentuan minimal dan jenis usaha yang bisa bebas pajak hingga waktu tertentu. Â
Ketiga, di bulan oktober ini, Bappenas juga mengusulkan agar Kemenkeu menurunkan tarif pajak untuk sektor pariwisata di Papua. Tujuannya, agar tarif pajaknya lebih ramah terhadap investasi sehingga mendorong  lebih banyak investor masuk ke Papua. Imbasnya, kunjungan ke Papua semakin murah sehingga menarik wisatawan manca negara berbondong-bondong ke Indonesia.
Keempat, Menteri Perindustrian juga menunggu insentif fiskal untuk perusahaan di bawah Kemenperin. Insentif yang ditunggu tidak tanggung-tanggung, yaitu super deductable tax (pengurangan pajak di atas 100 persen), khususnya insentif untuk inovasi dan insentif untuk PPnBM otomotif.
Selain pengurangan pajak yang baru muncul, Pemerintah juga telah menurunkan beberapa tarif pajak yang sudah berlaku beberapa tahun. Â
Apakah tidak terkesan obral pajak di tengah target penerimaan pajak yang meningkat?
Dari beberapa contoh di atas, pengurangan atau pembebasan pajak bisa berimbas pada turunnya capaian pajak, padahal target pada tahun ini dipatok sebesar Rp 1.424,0 triliun. Realisasi penerimaan pajak sendiri hingga bulan September 2018 telah mencapai  Rp900,86 triliun atau 63,26% dari target. Meskipun realisasi tahun ini meningkat 16,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, tetap saja masih ada 36,74% yang harus dikejar. Â
Trus gimana dong?
Sebagaimana kita ketahui, fungsi utama Direktorat Jenderal Pajak adalah mengumpulkan penerimaan negara sebagai sumber utama pendapatan negara. Ini adalah fungsi budgeter, dimana pajak sebagai sumber utama pendapatan negara dari dalam maupun luar negeri yang mengisi kas negara. Â
Namun di sisi lain, pemerintah tidak bisa agresif menarik pajak ke semua sektor dengan tarif normal. Ada sektor tertentu yang memang membutuhkan intervensi pemerintah. Disinilah fungsi pajak selain penerimaan juga sebagai regulasi dan stabilisasi untuk menjadi stimulus perekonomian. Fungsi regulasi ini yaitu pajak berfungsi untuk mengatur kegiatan ekonomi. Contohnya sudah disebutkan di atas dengan berbagai insentif fiskal. Untuk meningkatkan investasi, disusun kebijakan tax holiday untuk merangsang para pengusaha menanamkan modalnya (investasi) dan meningkatkan tenaga kerja. Â
Apakah Pemerintah tidak rugi? Â
Fungsi pajak sebagai budgeter dan regulator merupakan seperti dua mata pisau. Di satu sisi, potensi penerimaan pajak yang seharusnya bisa diterima pemerintah pun direlakan untuk tidak masuk kantong negara. Pemerintah sebenarnya berhak mendapatkan pajak, tetapi tidak memungutnya.
Di satu sisi, insentif pajak itu guna menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah situasi suku bunga tinggi. Sebab, suku bunga yang tinggi dan nilai tukar yang semakin melambung memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Disinilah pentingnya Laporan Belanja Perpajakan (tax expenditure report)
Apa pula ini?
Berbagai insentif yang diberikan akan menurunkan potensi pendapatan negara. Pemerintah telah mencatat potensi hilangnya pajak dalam sebuah laporan yaitu Laporan Belanja Pajak. Estimasi Belanja Perpajakan untuk Tahun 2016 adalah sebesar Rp 143,6 triliun (sekitar 1,16% dari PDB 2016), dan di Tahun 2017 menjadi sebesar Rp 154,7 triliun (sekitar 1,14% dari PDB 2017). Â
Wah ternyata potensi pajak yang hilang besar ya.
Iya. Jumlah potensi pajak yang hilang kurang lebih 10% dari target pajak dalam satu tahun. Oleh karena itu, pemberian insentif harus didokumentasikan dengan baik. Selain sebagai transparansi kebijakan pemerintah,  dokumen ini  menjadi dasar untuk mengidentifikasi  dan  melaporkan  insentif  perpajakan yang diberikan terhadap suatu subjek pajak atau suatu sektor industri. Ke depannya,  insentif  yang dibuat  dapat  diberikan  dengan  lebih  terkoordinasi, efisien dan efektif serta dapat dievaluasi secara berkesinambungan.
Cost vs benefit
Kriteria besaran pertimbangan pemberian insentif bisa bermacam-macam. Bisa dibandingkan dengan nilai PDB dengan merujuk best practice negara lain, dan dengan menghitung dampak ekonomi dari insentif ini.
Dampak ekonomi penting agar masyarakat mengetahui bahwa insentif bukan hanya sekedar obral tarif pajak namun juga bermanfaat untuk mendorong perekonomian,  mendorong  kemudahan  berusaha,  meningkatkan investasi, mendorong industri dalam negeri dan ekspor, serta mengurangi  tingkat  kemiskinan.
PR selanjutnya bagaimana mencari potensi-potensi penerimaan dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak agar target bisa tercapai dengan baik. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI