Mohon tunggu...
Ibudias
Ibudias Mohon Tunggu... Aktris - Karyawan Swasta

Saya Karyawan dan suka nulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

HmI di Tangan Gen-Alpha: Bagaimana Perubahan Digital Membentuk Aktivisme Masa Depan?

12 Januari 2025   02:44 Diperbarui: 12 Januari 2025   08:50 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi Aktivis Muda Gen-Alpha oleh Leonardo

Ditangan mereka, masa depan bukan ditunggu tetapi diunduh! -  Mark McCrindle

Generasi Alpha, yang lahir antara 2010 dan 2025, telah dibesarkan di tengah gelombang teknologi yang terus berkembang. Sejak usia dini, mereka sudah terpapar dengan berbagai perangkat digital, dari smartphone hingga teknologi rumah pintar. Perubahan besar dalam cara mereka mengakses informasi, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan dunia memengaruhi cara mereka berorganisasi, termasuk dalam konteks aktivisme mahasiswa di Indonesia. Sebagai organisasi mahasiswa yang berakar pada nilai-nilai keislaman, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang telah berdiri sejak 1947 akan selalu dihadapkan pada tantangan baru dalam menjalankan kegiatan mereka.

Tulisan ini merupakan persepsi utopia penulis yang menyoroti gambaran transisi normatif tentang dunia akativis di masa mendatang dalam organisasi yang dulu mengutamakan pertemuan tatap muka dan diskusi fisik kini harus beradaptasi dengan generasi yang tidak hanya nyaman dengan teknologi, tetapi juga bergantung padanya. Namun, perubahan ini bukan hanya tentang pemanfaatan alat digital. Ini juga tentang cara Generasi Alpha melihat struktur organisasi, kepemimpinan dan bahkan idealisme dalam berorganisasi yang dimana hal ini yang akan dihadapi organisasi mahasiswa Islam seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). 

Transformasi HMI di Era Digital: Sebuah Tinjauan

HMI yang dulu dikenal dengan pertemuan tatap muka dan diskusi intens di ruang-ruang kecil kampus, kini berhadapan dengan tantangan untuk tetap relevan di tengah perubahan drastis dalam cara komunikasi dan aktivisme. Generasi Alpha, yang telah tumbuh bersama perangkat digital dan media sosial, akan membawa pendekatan baru dalam organisasi. Keputusan yang sebelumnya bergantung pada pertemuan langsung atau diskusi panjang kini bisa dibuat melalui aplikasi berbasis cloud yang memungkinkan kolaborasi jarak jauh dalam waktu singkat.

Dalam konteks ini, teknologi bukan hanya sekadar alat, tetapi menjadi sarana utama dalam membentuk pola pikir dan strategi organisasi. Media sosial, grup diskusi digital, serta penggunaan teknologi berbasis cloud akan memungkinkan anggota HMI untuk berkomunikasi dan berkoordinasi tanpa batas waktu dan ruang, menjadikannya lebih efisien dalam mengelola kegiatan, kampanye, dan advokasi.

Generasi Alpha cenderung mengutamakan fleksibilitas dan kecepatan dalam berorganisasi, sementara mereka juga lebih terbuka terhadap kolaborasi lintas generasi. Namun, ada tantangan dalam hal perubahan struktur internal. Bagaimana peran senioritas dalam organisasi ini di masa depan? Apakah tradisi organisasi berbasis hierarki masih relevan, atau akan digantikan oleh pendekatan yang lebih egaliter dan berbasis keputusan kolektif?

Digital Natives vs. Digital Immigrants: Perubahan Cara Berorganisasi

Teori Digital Natives yang dicetuskan oleh Marc Prensky pada tahun 2001 bisa memberikan gambaran tentang perbedaan yang ada antara Generasi Alpha dan generasi sebelumnya. Prensky berpendapat bahwa generasi yang lahir dan dibesarkan dengan teknologi (Digital Natives) memiliki cara berpikir dan berinteraksi yang berbeda dengan mereka yang tidak terpapar teknologi digital sejak kecil (Digital Immigrants). Generasi Alpha, sebagai Digital Natives, lebih terbiasa dengan akses informasi yang instan dan terhubung, serta lebih cepat beradaptasi dengan perubahan teknologi.

Dalam konteks organisasi seperti HMI, hal ini berarti Generasi Alpha lebih cenderung untuk mencari solusi praktis dan efisien untuk setiap tantangan yang dihadapi organisasi. Mereka tidak hanya melihat teknologi sebagai alat untuk berkomunikasi, tetapi juga sebagai sarana untuk mendemokratisasi proses pengambilan keputusan. HMI akan semakin mengutamakan penggunaan aplikasi berbasis cloud untuk pertemuan virtual dan kolaborasi tim, yang memungkinkan anggotanya dari berbagai daerah untuk tetap terhubung tanpa harus bertemu secara fisik.

Namun, pengaruh senioritas dalam HMI yang biasanya lebih kuat dalam keputusan strategis bisa mengalami perubahan. Dengan keberadaan Generasi Alpha yang lebih menghargai kolaborasi dan pemanfaatan teknologi, intervensi senioritas mungkin akan berkurang, sementara proses pengambilan keputusan menjadi lebih inklusif dan berbasis konsensus.

Konflik Internal: Senioritas vs. Otonomi dalam HMI. Apakah Alpha akan Menggeser Dominasi Senioritas?

Salah satu tantangan yang akan dihadapi HMI adalah pergeseran dalam dinamika kekuasaan dan struktur organisasi. Dalam banyak organisasi, senioritas memegang peran penting dalam pengambilan keputusan. Namun, Generasi Alpha mungkin akan lebih memilih otonomi dan kebebasan dalam menentukan arah organisasi mereka. Di dalam organisasi mahasiswa seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), misalnya, penentuan calon kandidat dalam kepengurusan sering kali tidak hanya berdasarkan kompetensi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor antara dan atau senioritas yang kerap mimbulkan konflik internal dalam tubuh organisasi HmI. Tradisi ini sudah mengakar selama bertahun-tahun, di mana para kader yang lebih lama bergabung dalam organisasi memiliki pengaruh besar dalam menentukan siapa yang berhak maju dalam pemilihan kepemimpinan. Namun, dengan hadirnya Generasi Alpha, yang lebih independen dan terbiasa dengan pola komunikasi digital yang lebih egaliter, muncul pertanyaan besar: Apakah intervensi senioritas dalam penentuan kandidat masih akan terus terjadi, atau justru melemah?

Dalam sejarahnya, HMI dikenal sebagai organisasi kaderisasi yang kuat, dengan pola kepemimpinan yang bertahap. Seorang anggota yang ingin maju sebagai pemimpin biasanya harus melalui berbagai tahapan, mulai dari Latihan Kader 1 (LK1), Latihan Kader 2 (LK2), hingga Latihan Kader 3 (LK3). Namun, dalam banyak kasus, senior-senior HMI terutama alumni yang sudah berkecimpung dalam dunia politik dan pemerintahan memiliki pengaruh besar dalam menentukan siapa yang dapat naik ke posisi strategis.

Fenomena ini selaras dengan konsep Patron-Client Relationship yang dijelaskan oleh James C. Scott (1972) dalam Patron-Client Politics and Political Change in Southeast Asia. Scott berargumen bahwa di banyak organisasi politik, ada hubungan patron-klien di mana individu yang lebih senior (patron) memiliki kendali atas individu yang lebih junior (klien), dengan imbalan dukungan dan perlindungan politik. Dalam konteks HMI, pola ini masih terlihat jelas, terutama dalam pemilihan ketua umum.

Generasi Alpha tumbuh dalam lingkungan digital yang lebih demokratis, di mana akses terhadap informasi dan kemampuan berkomunikasi tidak lagi bergantung pada hirarki formal. Dalam dunia digital, mereka terbiasa dengan struktur yang lebih horizontal, di mana siapa pun bisa berkontribusi berdasarkan kapasitasnya, bukan hanya berdasarkan senioritas.

Menurut Don Tapscott (2009) dalam Grown Up Digital, generasi yang tumbuh di era internet lebih kritis terhadap sistem yang dianggap tidak transparan dan cenderung mencari jalur independen dalam pengambilan keputusan. Ini berarti kemungkinan besar Generasi Alpha dalam HMI akan lebih menuntut sistem pemilihan yang lebih terbuka, berbasis meritokrasi, dan tidak terlalu bergantung pada restu senior.

Namun, apakah ini berarti dominasi senioritas akan hilang sepenuhnya? Kemungkinan besar tidak. Meskipun Generasi Alpha lebih independen, mereka tetap beroperasi dalam sistem yang sudah ada. Senior-senior HMI yang masih memiliki pengaruh dalam dunia politik dan pemerintahan tentu tidak akan melepaskan kendali begitu saja. Sebagai contoh, dalam beberapa tahun terakhir, pemilihan pemimpin di HMI masih melibatkan "restu" dari tokoh-tokoh senior, baik dalam bentuk rekomendasi langsung maupun melalui dukungan logistik dan sumber daya.

Namun, perubahan besar bisa terjadi dalam metode komunikasi dan advokasi internal. Jika sebelumnya lobi politik dilakukan dalam pertemuan tatap muka di kafe atau rumah makan, Generasi Alpha mungkin akan lebih mengandalkan platform digital seperti Telegram, Discord, atau bahkan voting berbasis blockchain untuk memastikan transparansi dalam pemilihan kandidat.

Era Tanpa Kertas: Pengelolaan Administrasi yang Lebih Efisien

Salah satu ciri khas dari Generasi Alpha adalah kemudahan mereka dalam mengelola segala sesuatu secara digital. Hal ini juga akan berdampak pada cara HMI mengelola administrasi internal mereka. Tidak ada lagi kebutuhan untuk mengelola dokumen fisik atau surat-menyurat yang rumit. Sebaliknya, aplikasi berbasis cloud dan alat kolaborasi digital akan memungkinkan pengelolaan dokumen dan kegiatan organisasi dengan lebih efisien.

The Economist dalam artikelnya, The Impact of Digital Media on Generation Alpha (2021), menyoroti bahwa media digital tidak hanya mengubah cara anak-anak berkomunikasi, tetapi juga cara mereka mengakses dan mengelola informasi. Generasi Alpha, yang lebih nyaman dengan teknologi, akan mendorong HMI untuk beralih ke sistem manajemen berbasis digital yang lebih efisien. Konvergensi antara berbagai platform ini akan memungkinkan HMI untuk bekerja lebih cepat dan lebih fleksibel, tanpa harus bergantung pada infrastruktur fisik yang lama.

Dakwah Islam di Era Digital: Menghindari Kesan Kaku dan Membuka Peluang Baru

Dakwah Islam yang relevan dengan Generasi Alpha membutuhkan pendekatan yang lebih segar dan tidak terkesan kaku. Melalui medium digital seperti YouTube, Instagram, dan podcast, Habib Jafar telah berhasil menyampaikan pesan Islam dengan cara yang lebih santai, mengedepankan humor dan relevansi dengan kehidupan sehari-hari. Ini menunjukkan bagaimana pesan dakwah dapat disampaikan dengan cara yang lebih modern tanpa kehilangan esensi ajarannya.

Sebagai contoh, dalam pembahasan dakwah Islam, seorang pendakwah seperti Habib Jafar mengadaptasi gaya penyampaian dakwah yang lebih santai dan tidak kaku. Dengan pendekatan yang lebih mudah dicerna dan diterima oleh generasi muda, dakwah tidak lagi harus terkesan berat dan formal. Ini adalah contoh bagaimana perubahan dalam cara penyampaian pesan bisa menjembatani generasi yang berbeda, memungkinkan mereka untuk lebih mudah mengadopsi nilai-nilai yang diajarkan tanpa merasa terbebani oleh struktur yang terlalu kaku.

Masa Depan HMI: Apakah Akan Semakin Taktis atau Tetap Idealistis?

Dengan berkembangnya teknologi dan perubahan yang dibawa oleh Generasi Alpha, HMI berada di persimpangan antara dua dunia: dunia yang lebih taktis dan efisien berkat teknologi, serta dunia yang lebih idealistis dengan semangat juang yang tinggi. Di tangan Generasi Alpha, HMI kemungkinan akan semakin canggih dalam merancang kampanye sosial dan advokasi, namun tetap mempertahankan idealisme mereka dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam. Hal ini bisa dilihat sebagai kesempatan untuk memperbarui cara berorganisasi, sekaligus menjaga prinsip-prinsip dasar yang telah lama menjadi fondasi HMI.

Referensi:

  • Prensky, Marc. Digital Natives, Digital Immigrants. On the Horizon, 2001.
  • Jenkins, Henry. Convergence Culture: Where Old and New Media Collide. New York University Press, 2006.
  • The Economist. "The Impact of Digital Media on Generation Alpha." 2021.
  • The Verge. "Generation Alpha and the Future of Digital Activism." 2023.
  • Tapscott, Don. Grown Up Digital: How the Net Generation is Changing the World. McGraw-Hill, 2009.
  • Pew Research Center. "The Digital Life of Generation Alpha." 2021.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun