Retorika pemimpin konservatif populis dalam orasinya fokus mendengungkan pada aspirasi dan kekhawatiran masyarakat. Pesan-pesannya berbau emosional dan cenderung memperkuat ikatan dengan basis pendukungnya dan mengutamakan kepentingannya.
Di Amerika Serikat, sosok Donald Trump dalam Pilpres AS tahun 2019, dianggap sebagai pemimpin kelompok konservatif populis (right populist) dengan kebijakannya yang menentang kaum imigran karena merugikan kepentingan nasional. Dia bahkan mengusung sentimen nasional dengan mengadvokasi kebijakan “America First”
Mencermati penjelasan di atas, kita bisa mempertimbangkan parameter dalam menentukan apakah seseorang pemimpin itu bergaya progresif teknokratik atau konservatif populis. Dengan begitu kita bisa menilai konsepsi Budiman mengenai apakah Anies Baswedan dan Prabowo Subianto mewakili pemimpin konservatif populisme itu relevan atau tidak?
Anies Baswedan yang pernah menjadi gubernur DKI Jakarta, secara empiris kebijakan pembangunannya berorientasi kolaborasi antar pihak dan berbasis data semisal Smart City, program digitalisasi pelayanan publik, penerapan ganjil genap di bidang transportasi.
Lalu pendekatan berbasis data di dalam perencanaan tata kota (planologi) digunakan dengan mengidentifikasi lokasi yang membutuhkan penataan sehingga dampak sosial dan ekonomi penataan trotoar dan pemindahan pedagang kaki lima dapat diminimalisir.
Bahkan atas kinerjanya selama lima tahun, lembaga survei Populi Center menjajaki survei kepuasan masyarakat atas kepemimpinan Anies yang nyata-nyata hasil kepuasan itu mencapai 83,5% (tinggi) (Katadata.co.id, 20/10/22).
Bias Kognitif
Mencermati narasi tipe-tipe kepemimpinan yang diutarakan di awal, secara terminologis kita menemukan Budiman telah misinterpretasi dan misconceptual dalam menjelaskan validitas pemikirannya di depan khalayak (baik forum diskusi maupun rapat partai).
Penilaian Budiman Sudjatmiko atas kepemimpinan Anies khususnya, yang dinilai bergaya konservatif populis layak diperdebatkan. Validitas pemikiran pribadinya itu masih bisa diperdebatkan karena itu merupakan perspektif individual. Dia boleh saja memberikan opini pribadi (subjektif) seperti itu, namun itu tidak merefleksikan pandangan umum (konsensus).
Dalam perspektif ilmiah, pandangannya memiliki kesalahan dalam menyimpulkan. Antara konsep ilmiah dari variabel-variabel manajemen kepemimpinan konservatif populis dengan apa yang dipikirkan dan ditafsirkannya tidak menemukan validitas sehingga menunjukkan adanya kesalahan berpikir (cognitive bias).
Artinya, pola berpikir sistematisnya cenderung mengakibatkan kesalahan dalam menyimpulkan (evaluasi objektif). Tentu saja ini bisa mempengaruhi persepsi, pemahaman, memori berpikir, dan penilaiannya terhadap informasi yang diterimanya menjadi absurd mengkomparasi tipe kepemimpinan antara Jokowi, Anies Baswedan dan Prabowo Subianto.