Mohon tunggu...
Budyana
Budyana Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar Sepanjang Hayat

Hoby: Calistung Kepribadian : introvert Konten favorite:politik sosial ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Pajak yang Bikin Happy, Memangnya Ada?

5 Desember 2024   17:39 Diperbarui: 6 Desember 2024   07:08 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pajak. | SHUTTERSTOCK/SUTTHIPHONG CHANDAENG

"Pajak yang bikin happy, memang ada?" Jawaban yang semoga pas untuk artikel Syahmardi Yakob berjudul "PPN 12%, Happy kah bagi Bisnis Indonesia?"

Jika happy berarti bahagia, dan bahagia itu sejuta dimensinya, maka apakah kenaikan pajak itu membuat pelaku bisnis bahagia, sulit menjawabnya.

Namun untuk memperoleh konfirmasi akan mengikuti tata laksana ilmu ekonomi, secara grafis. Sebagaimnan  Richard G. Lipsey dalam Pengantar Mikroekonomi, grafik unjuk peran penting dalam ilmu ekonomi melalui penyajian geometris baik data observasi maupun hubungan antar variable atau teori.

Sementara N. Gregory Mankiw  dalam  Macroeconomic, memahami analis secara grafik adalah kunci dalam pembelajaran makroekonomi.

Selanjutnya Michael D. Intriligator dalam Economic Models, Techniques, and Application menulis bahwa untuk menjelaskan fenomena ekonomi ada tiga model, yaitu verbal/fisik, geometric, aljabar dan ekonometrik.

Nampaknya, urutan  penyebutan model ini juga mencerminkan kasta. Tersebut diawal kasta paling rendah.

Pembelajaran ekonomi secara geometric telah diajarkan di SMA/SMK kelas X. Melalui grafis siswa telah dikenal dengan konsep surplus konsumen dan surplus produsen. Oleh karena itu, untuk menentukan dampak kebahagiaan PPN 12% langsung dicari melalui grafik.

Surplus Konsumen dan Surplus Produsen

Kondisi perekonomian sebelum PPN 12% digambarkan pada grafik 1. Digambarkan, harga yang terbentuk sebesar p dan jumlah barang dan jasa yang diproduksi dan terjual sebsar q. Pada saat itu harga yang dibayar oleh konsumen dan harga diterima oleh produsen sama, sebesar p. 

Dalam Grafik 1, dipaparkan bahwa konsumen dapat menikmati surplus konsumen sebesar area a. Produsen dapat menikmati surplus produsen sebesar area b. Surplus konsumen adalah selisih antara apa yang konsumen bersedia bayar untuk suatu barang atau jasa dan harga yang sebenarnya mereka bayar.

Kejadiannya, karena sejatinya konsumen bersedia bayar seluas area di bawah kurva permintaan (D). Namun, karena produsen bersedia melepas barang/jasanya pada harga p, maka rupiah yang diatas garis p tetap di tangan konsumen. Secara grafis, surplus konsumen adalah area di bawah kurva permintaan dan di atas harga pasar.

Secara numerik. Misalnya, untuk memehui kebutuhannya dalam saku konsumen tersedia untuk membayar Rp.100 trilyun barang dan jasa. Tetapi dalam interaksi pasar dengan harga yang terbentuk konsumen cukup membayar Rp.80 trilyun. Maka surplus konsumen adalah Rp.20 trilyun.

Rp.20 trilyun yang tidak jadi keluar saku, tetapi kebutuhan telah terpenuhi ini disebut juga sebagai kesejahteraan atau consumer welfare. Semakin besar surplus konsumen, semakin tinggi kesejahteraan konsumen. Adanya surplus ini, konsumen menjadi happy.

Sementara secara grafis, surplus produsen adalah area di atas kurva penawaran dan di bawah harga pasar. Area b pada grafik 1. Kejadinnya, karena sejatinya produsen bersedia melepas barangnya seluas area di bawah kurva penawaran (S). Namun, dalam interaksi pasar dengan harga yang terbentuk sebsar p, maka rupiah yang di bawah garis p atau area b, turut masuk ke kantong produsen.

Secara definisi surplus produsen adalah selisih antara harga jual yang diterima produsen untuk suatu barang atau jasa dan biaya produksi yang dikeluarkan.

Secara numerik. Misalnya, produsen berhasil menjual barang dan jasa seharga Rp.100 trilyun. Tetapi sejatinya sesuai biaya produksinya, produsen bersedia menjual hanya Rp.70 trilyun. Maka surplus produsen adalah Rp.30 trilyun. Adanya surplus ini, mungkin menjadikan produsen happy.

Grafik 1 Sebelum PPN 12%, Grafik 2 Setelah PPN 12 %
Grafik 1 Sebelum PPN 12%, Grafik 2 Setelah PPN 12 %

Winer and Loser

Kondisi perekonomian setelah PPN 12% digambarkan pada grafik 2. Digambarkan, harga yang terbentuk semula sebesar p karena ada pajak harga yang harus dibayar konsumen naik menjadi p1. 

Pada harga sebesar p1, jumlah barang dan jasa yang diminta dan terjual berkurang dari q menjadi q1. Pergerakan dari q menjadi q1, mencerminkan perlambatan pertumbuhan ekonomi. 

Pada saat itu harga yang dibayar oleh konsumen dan harga diterima oleh produsen beda. Harga yang dibayar oleh konsumen naik menjadi p1 dan harga diterima oleh produsen turun menjadi p2. 

Bidang (p1 - p2) * q1 atau bidang c dan d adalah pajak yang dapat dihimpun oleh pemerintah. 

Dalam grafik 2, dipaparkan bahwa konsumen masih dapat menikmati surplus konsumen yang lebih kecil a1, karena adanya pajak sebesar c, dan deadweight loss sebesar e. Area e disebut juga hilang kesejahteraan atau net welfare loss. 

Demikian juga, produsen masih dapat menikmati surplus produsen yang lebih kecil b1, karena adanya pajak sebesar d, dan deadweight loss atau welfare loss sebesar f.

Fungsi Redistributif

Sampai di sini, winer and loser dari penetapan PPN 12% dapat diidentifikasi. Yakni  pemerintah dapat meraup pajak sebesar area c dan d, dan seluas area itu juga kehilangan diderita konsumen dan produsen, serta ditambah kehilangan bobot mati seluas area e dan f.

Namun, untuk dampak ekonomi penetapan pajak tidak sesederhana ini. Untuk diskusi yang lebih serius dapat dibaca antara lain Joseph E Stiglitz: Economic of Public Sector. 

Untuk bahasan ringan, misalnya kenaikan pajak rokok. Semula pabrik A mampu menjual 100 bungkus, namun adanya pajak harga jualnya menjadi lebih tinggi, konsumen berpindah ke produk pabrik B yang lebih murah. Akibatnya, pabrik A hanya dapat menjual 60 bungkus. Sisa 40 bungkus inilah yang disebut deadweight loss.

Sejauh ini, kupasan pajak dari sisi ekonomi, sementara secara sosial pajak mempunyai fungsi redistributive. Fungsi redistributif pajak adalah untuk mengurangi kesenjangan sosial ekonomi dengan mengalihkan pendapatan dari kelompok kaya ke kelompok miskin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun