Sementara 12 pilar IDSD meliputi: institusi, infrastruktur, stabilitas makro ekonomi, kesehatan, ketrampilan, pasar produk, pasar tenaga kerja, sistem keuangan, ukuran pasar, dinamika bisnis dan kapasitas inovasi.
Fakta debat
Tema debat hasil rekontruksi menjadi pernyataan sebab akibat: Â tata Kelola pemerintahan (X1) dan pelayanan public (X2) sebagai variable penyebab rendahnya IDSD (Y).
Kondisi saat ini tiga pilar daya saing daerah (Y) bernilai rendah meliputi infrastruktur, ukuran pasar dan kapasitas inovasi. Artinya. Pertama, kualitas dan ketersediaan infrastruktur fisik seperti jalan, pelabuhan, bandara, serta akses terhadap listrik dan air bersih belum bagus.
Kedua, ukuran pasar domestik dan potensi pasar internasional yang dimiliki daerah tersebut, belum cukup besar. Â Ketiga, kemampuan daerah untuk mendorong dan mengimplementasikan inovasi masih rendah.
Jika dikaitkan dengan fakta adanya tiga pilar daya saing daerah yang bernilai rendah, nampaknya hanya dua materi debat yang berkorelasi, yaitu tentang strategi pemasaran dan branding pada produk-produk dari tiga sektro unggulan, yaitu pertanian, industri kecil dan pariwisata.
Tentang branding dan pemasan produk unggulan daerah berkorelasi dengan pilar 9 daya saing daerah, yaitu ukuran pasar. Dalam ukuran pasar aspek yang dinilai adalah ukuran pasar domestik dan potensi pasar internasional yang dimiliki daerah tersebut.
Tata Kelola Pemerintahan
Materi debat selebihnya tidak ada materi debat tentang infrastruktur dan kapasitas inivasi. Jika dicari kaitannya maka maka ketemunya pilar IDSD yang berada diluar tiga pilar yang dipermasalahkan. Misalnya, pilar 1 tentang institusi, untuk menilai kualitas lembaga pemerintahan dan hukum, termasuk stabilitas politik, efektivitas pemerintah.
Materi debat yang sesuai dengan pilar 1, adalah. Pertama, sesuai penilaian Ombutment tahun 2023 mengenai kabupaten / kota yang memencapai pelayanan terbaik di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Magelang berada pada posisi paling bawah dengan nilai 86. Â
Kedua. Materi tentang strategi inovatif untuk keberlanjutan desa bersaudara (sister village) dalam rangka penanganan bencana. Utamanya, bencana akibat erupsi Gunung Merapi. Misalnya, persaudaraan antara Desa Argomulyo dengan Desa Tamanagung.