Setelah perang, Bung Tomo terus berperan dalam pemerintahan dan menjadi Menteri Negara untuk Urusan Pahlawan Perang Indonesia pada tahun 1955-1956.
Namun, semasa rezim Orde Baru tepatnya pada 11 April 1978, Bung Tomo dituduh subversi dan ditahan tanpa diadili. Tuduhannya menghasut mahasiswa dan berusaha menjatuhkan pemerintah.
Sejatinya kritik Bung Tomo terhadap kebijakan pemerintah yang cenderung elitis dan kurang pro rakyat, juga korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Misalnya, kritik disampaikan sekarang tidak akan kena pasal pidana.
Pertempuran di Surabaya
Dalam persepsi para pemuda Indonesia kekalahan Jepang dalam PD II berarti Indonesia bebas dari penjajahan, Namun, dalam persepsi Belanda, adanya kekalahan Jepang berarti Indonesia kembali ketangannya.
Proklamasi Kemerdekaan RI dibacakan 17 Aguatus 1945, memanfaatkan momentum Jepang menyatakan kalah perang Tanggal 15 Agustus 1945, maka terjadi masa vacuum kekuasaan.
Namun, kemerdekaan Indonesia tidak diakui Belanda. Sebagai usaha menjajah kembali Indonesia, Belanda memerintahkan Netherlands Indies Civil Administration (NICA), membonceng tentara Sekutu yang datang ke Indonesia.
Pasukan Inggris mendarat di Pelabuhan Tanjung Perak Tanggal 25 Oktober 1945. Tujuannya melucuti senjata tentara Jepang dan menyelamatkan para tawanan sekutu.
Kehadiran tentara Inggris, beserta NICA, dan tentara Jepang, serta laskar perlawanan rakyat yang telah berhasil merebut senjata tentara Jepang menjadikan suasana runyam di Surabaya. Dimana pejuang kemerdekaan harus berhadapan dengan tentara Inggris, Jepang dan Belanda. Â
Pada 30 Oktober 1945 akhirnya terjadi beberapa insiden. Brigadier Mallaby, komandan pasukan Britania, tewas dalam baku tembak. Atas insiden ini Inggris mengeluarkan ultimatum kepada laskar perlawanan rakyat Surabaya, untuk menyerahkan diri kehadapan pasukan Inggris.Â
Ultimatum tersebut bagi arek Surabaya dianggap penghinaan terhadap jiwa merdeka, maka ultimatum diabaikan. Dibawah pimpinan Bung Tomo, arek-arek laskar di Surabaya bertempur.