Diplomasi Indonesia selalu menggunakan pendekatan soft power dalam menghadapi berbagai isu internasional dan regional. Kekuasaan militer tidak menjadi pilihan dalam politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Karena pendekatan kekuatan inilah, peranan Indonesia di lingkungan Internasional, khuusnya senantiasa diperhitungkan.
Menurut Dai Bactiar Duber RI untuk Malaysia dalam International Scientific Conference mengatakan bahwa politik luar negeri Indonesia yang "bebas" dan "aktif". Bahwa filosofi politik bebas-aktif ini merupakan mandate daripada Undang-undang Dasar 1945. Lebih dari itu, karena pengalaman dijajah selama 300 tahun, Indonesia menganut kebijakan anti-kolonialisme.Â
"Bebas" dalam politik luar negeri Indonesia bermaksud Indonesia mengambil kebijakan dan menentukan posisinya dalam berbagai isu global tanpa intervensi dari pihak luar. Sedangkan "Aktif" bermaksud Indonesia berkomitmen untuk senantiasa ikut serta dalam upaya membangun dan menjaga perdamaian dunia.
Melalui pendekatan soft power inilah Indonesia berada di garis terdepan dalam mempromosikan dialog antara agama dan peradaban, di mana dialog tersebut kita yaini dapat memberikan kontribusi secara signifikan tidak saja dalam mengatasi berbagai isu Internasinal saat ini, tapi juga menjebatani berbagai kesenjangan di antara negara-negara bahkan di dalam wilayah domestic sekali pun.Â
Karena itu, substansi politik luar negeri Indonesia selalu menggunakan pendekatan soft power dalam diplomasi menghadapi berbagai isu Internasional. Pendekatan inilah yang menjadi motor Indonesia dalam ikut serta membangun Asia.
Dalam sistem internasional dimana salah satu aktornya adalah negara, power menjadi hal yang sangat signifikan dalam keseluruhan proses pengaruh. Di dalam sebuah sistem internasional, negara-negara saling bergantung, namun sistem itu sendiri tidak menyediakan jaminan perlindungan keamanan negara-negara tersebut, sehingga terjadi kecemasan terhadap kelanggengan posisi aman dan mapan.Â
Belum lagi kemampuan yang minim dalam memprediksi apa yang akan terjadi pada sistem internasional di masa yang akan datang oleh negara-negara tersebut.Â
Sehingga yang terjadi adalah tiap pemerintah negara-negara tersebut selalu memberikan usaha-usaha yang berkesinambungan untuk menanamkan pengaruhnya dalam politik internasional dan usaha-usaha tersebut akan menjadi sia-sia jika negara tersebut tidak memiliki power yang cukup untuk menanamkan pengaruhnya di sistem politik internasional.
Diskursus soft power terus berkembang dan dimasukkan kedalam kategori pendekatan power secara struktural, yang menurut seorang ahli ekonomi politik internasional Susan Strange, bahwa structural power adalah kekuatan menentukan bagaimana tujuan-tujuan akan dilakukan. Dimana tujuan-tujuan itu antara lain adalah;
 1. mengontrol negara dari berbagai tindak kekerasan (Militer)
2. mengontrol produksi ekonomi.
3. mengontrol sistem finansial dan kredit.
4. mengontrol dan memiliki pengaruh yang besar pada ilmu pengetahuan dan komunikasi (Susan Strange, 1987).
Sebuah negara bisa saja memperoleh apa yang diinginkannya di percaturan politik dunia dikarenakan oleh beberapa faktor, misalnya kekaguman terhadap nilai-nilai atau aspirasinya dalam peningkatan prospek kerja sama serta keterbukaan ekonomi.Â
Soft power hanya bisa digunakan apabila pihak lain mengenali upaya tersebut, memiliki harapan yang sama dalam pelaksanaaannya dan menguatkantekad tersebut untuk mencapai tujuan bersama. Sesuai dengan pernyataan Joseph S Nye (2004), di tengah masyarakat bebas, soft power tidak berlaku bagi pihak-pihak yang ingin mendominasi kekuasaan dengan cara menancapkan pengaruhnya secara paksa.Â
Dari pernyataan Nye yang dikemukakan pada alinea di atas, muncul kata kunci yang baru bahwa soft power hanya bisa efektif dilaksanakan apabila pihak lain mengenali upaya tersebut.Â
Maka ada sebuah mekanisme yang diperlukan guna melingkupi praktik soft power tersebut. Mekanisme tersebut yang kemudian hadir, tumbuh dan berkembang dalam pemanfaatan soft power di Eropa dan Norwegia, dikenal dengan istilah soft diplomacy.
Pendekatan power di dalam terminologi barat adalah konsep smart power yang coba diajukan oleh Joseph S. Nye Jr. yang di dalam bukunya berjudul The Powers to Lead, dimana di dalam buku itu beliau mencoba embrio sebuah kohesifitas antara hard power dan soft power, bentuk sintesa dari power itu kini menjadi trend didalam perilaku negara.
Budiono_Mahasiswa Universitas Siber Asia
Referensi:
Nye, Joseph S, 2008. Public Diplomacy and Soft Power.The ANNALS of the American Academy of Political and Social Science, Vol 616, Issue 1, pp. 94 -- 109, First Published March 1, 2008
Nye, Joseph S, 2004. Soft Power: The Means to Success in World Politics.PublicAffairs
Yani, Yanyan Mochamad Yani & Lusiana, Elnovani (2018). Soft Power dan Soft Diplomacy. Jurnal TAPIs Vol. 14 No.02
Saputra, Muhammad D. H. Definisi Kekuatan: Hard Power dan Soft Power Â
DetikNews. Soft Power Indonesia dalam pembangunan Asia diaksesÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H