Berbeda sedikit dengan fasilitator SL, kader SL berasal dari anggota masyarakat itu sendiri namun memiliki keunggulan dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Guna kader SL ini adalah untuk memandu ketika kelompok kecil melakukan praktek pendalaman materi secara mandiri (PMM).
SL dilakukan beberapa kali pertemun besar yang disertai dengan beberapa pendalaman materi mandiri. Pada pertemuan besar, seluruh peserta SL hadir untuk mendengarkan materi disertai praktek.
Selanjutnya peserta tersebut dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Pada kelompok kecil inilah dilakukan praktek mandiri. Mempraktekan apa yang diperoleh di pertemuan besar. Hasil praktek kemudian dipresentasikan pada pertemuan selanjutnya, dan dibandingkan dengan hasil praktek kelompok kecil lainnya. Begitu seterusnya sampai beberapa pertemuan yang direncanakan.
Praktek biasanya dilakukan dalam suatu tempat yang biasa disebut plot demonstrasi (Demplot). Disitulah peserta SL mencari dan menemukan fakta serta menganalisisnya secara mandiri. Kesimpulan dari analisis itu yang dibawa dalam diskusi pada pertemuan besar.
Karena peserta SL mayoritas berusia dewasa maka pendekatannya pun berbeda. Yang dipakai adalah ilmu pendidikan orang dewasa (POD) yang lebih menekankan andragogi bukan pedagogi. Lebih fokus belajar dari si pembelajar bukan fokus pada kegiatan mengajar dari guru. Tak heran jika John Holt pernah berujar "The biggest enemy to learning is the talking teacher". Bahwa musuh terbesar dalam proses belajar adalah guru/fasilitator yang banyak omong.
Oleh karenanya pembukaan kegiatan SL dilakukan dengan membangun dinamika kelompok dengan permainan, pantun, jokes (candaan), nyanyian penyemangat, yel-yel, dan lain-lain. Peserta SL pun diberi kesempatan untuk melaksanakan kunjungan lapangan (field trip) untuk studi banding atau magang terkait topik SL. Pada tahap akhir SL pun bisa dilakukan temu lapangan (field day) untuk memamerkan hasil sekolah lapangan kepada khalayak. Jadi jelas ya kenapa saya kukuh pendirian bahwa Sekolah Lapangan adalah metode penyuluhan yang sangat cocok diterapkan.Â
Seperti apakah penerapan metode Sekolah Lapangan pada pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam di KTH Sukamekar? saya akan sambung di tulisan berikutnya ya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H