Hingga harapan akhirnya, bila masyarakat sudah memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian hutan, serta masyarakat sudah mandiri secara ekonomi. Maka dengan sendirinya masyarakat akan ikut serta dalam mendukung pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan.
Mensukseskan Program PrioritasÂ
Selain tugas yang melekat pada kegiatan sehari-hari, Penyuluh Kehutanan juga dibebani kewajiban untuk mensukseskan program prioritas nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Setidaknya ada empat Peraturan Menteri LHK yang secara gamblang menjelaskan tugas Penyuluh Kehutanan dalam pendampingan kegiatan.
Yang pertama adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.13/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 tentang Pendampingan Kegiatan Pembangunan di Bidang Kehutanan.Â
Bahwa Penyuluh kehutanan ditugaskan dalam pendampingan kegiaan bidang kehutanan. Bidang yang harus didampingi tersebut meliputi meliputi konservasi sumber daya alam hayati, perlindungan hutan, pemanfaatan hutan, rehabilitasi hutan dan lahan, perhutanan sosial dan kegiatan pembangunan kehutanan lainnya.
Yang kedua dan ketiga, merupakan dua Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang terkait dengan program perhutanan sosial, yakni peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.83/Menlhk/Kum.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.39/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/06/2017 Tentang Perhutanan Sosial dalam Wilayah Kerja Perum Perhutani.
Dalam dua peraturan tersebut menyebutkan bahwa Penyuluh Kehutanan wajib mendampingi kelompok tani dalam Permohonan Ijin Perhutanan Sosial dan Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS). Dengan adanya peraturan tersebut, tugas yang diemban oleh Penyuluh Kehutanan adalah membantu pemerintah dalam memfasilitasi pemegang HPHD, IUPHKm, IUPHHK-HTR, Kemitraan Kehutanan dan Pemangku Adat.Â
Fasilitasi yang dimaksud meliputi fasilitasi pada tahap usulan permohonan, penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas termasuk manajemen usaha, pembentukan koperasi, tata batas areal kerja, penyusunan rencana pengelolaan hutan desa, rencana kerja usaha dan rencana kerja tahunan, bentuk-bentuk kegiatan kemitraan kehutanan, pembiayaan, pasca panen, pengembangan usaha dan akses pasar.
Data Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian LHK menunjukkan, sampai dengan 31 Desember 2019 capaian distribusi akses hutan sosial sudah mencapai 4,048 juta ha; terdiri kurang lebih 6.411 kelompok tani dengan kurang lebih 818.457 KK Â yang diperkirakan 3,2-4 juta orang terlibat dalam perhutanan sosial.Â
Selain itu telah terbentuk 5.873 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS). Jika dirinci bidang usaha KUPS tersebut terdiri dari Agroforestry 28,8%, Buah-buahan 12,9%, Wisata Alam 10,5%, Kayu-kayuan 9,3%, Kopi 7,3%, Tanaman Pangan 6,8%, Madu 3,5%, Aren 3%, kayu putih 0,6% dan jumlah HHBK lainnya 17,3%. Data-data tersebut seolah melambai-lambai menanti Penyuluh Kehutanan untuk turun tangan mendampingi kelompok tersebut.
Yang keempat adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.105/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/ 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan kegiatan pendukung pemberian Insentif serta Pembinaan dan pengendalian kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.