Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Perempuan Bercadar

25 November 2019   01:33 Diperbarui: 25 November 2019   01:46 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto koleksi pribadi

Setelah peristiwa itu saya gak pernah ketemu lagi sama Nurul. Ya, gak masalah juga, sih. Soalnya saya juga gak gitu merasa betemen sama dia. Gimana saya bisa mengakui seseorang sebagai temen jika saya gak pernah ketahui mukanya kayak apa.

Banyak orang yang mencela saya, kenapa saya seperti apriori pada perempuan bercadar. Sebetulnya bukan apriori, sih. Saya ngerti sepenuhnya bahwa memakai cadar adalah hak seseorang dalam meyakini sesuatu yang dia pahami.

But, put yourself in my shoes. Kalian nyaman gak berteman dengan seseorang yang mukanya gak keliatan? Rasanya aneh bergaul dengan seseorang yang misterius. Rasanya gak adil ketika sebuah komunikasi antara dua orang berjalan, yang satu mukanya terbuka dan yang lain tidak.

Okay, sekarang saya mau cerita hal lain lagi dan peristiwa ini cukup membuka wawasan saya.

Suatu hari saya bersama temen-temen mau menghabiskan week end di kawasan puncak. Berhubung saat itu long week end, semua villa yang kami incar sudah penuh. Kami rada kesulitan mendapatkan villa untuk disewa.

Karena udah kepepet, terpaksalah kami mencari villa dari bapak-bapak yang sering menyenter-nyenter mobil menawarkan villa. Biasanya yang mereka tawarkan adalah villa yang kecil dan masuk ke dalam gang tapi gapapalah. Sudah terlanjur sampe puncak, masak, sih, kami harus balik lagi ke Jakarta.

Akhirnya kami berhenti menghampiri seorang laki-laki yang memegang senter. Saya dan seorang teman turun dari mobil menghampiri calo villa itu.

Orang tersebut mengaku namanya Arifin. Dia mengenakan sarung dengan cara menutup wajahnya seperti tokoh ninja. Arifin mengatakan bahwa dia mempunyai berbagai pilihan villa dengan berbagai ukuran. Semuanya masuk ke dalam gang namun masih bisa dilalui mobil.

Setelah kesepakatan terjadi, Arifin mengantar kami ke villa tersebut dengan motornya. Sejak tadi, saya perhatikan dia masih tetap saja mengenakan sarungnya seperti ninja. Sesampainya di villa, saya berkata pada orang tersebut, "Pin, sarungnya dibuka, dong. Saya males ngomong sama orang yang gak keliatan mukanya."

"Hehehehehe...saya udah biasa begini." sahut Arifin menolak permintaan saya dengan cara halus.

Saya perhatikan penampilan Arifin dengan seksama. Mukanya tertutup. Cuma matanya aja yang terlihat. Matanya merah mungkin kurang tidur. Namun pandangannya sangat tajam dan berwibawa. Terus terang saya semakin gak nyaman berbicara dengannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun