Anak saya yang nomor satu namanya Leon. Sejak lahir, dia selalu tidur dalam box yang diletakkan persis di samping tempat tidur orang tuanya. Ketika berusia 1 tahun, dia sudah kami tempatkan di kamar sendiri. Walaupun demikian, ibu atau ayahnya masih bergantian menemaninya tidur sampai pagi.
Setelah umurnya mencapai 3 tahun, Devina, istri saya, mulai berpikir untuk melatih anak kami belajar tidur sendiri. Proses belajar tidur sendiri ini tentu saja harus dilakukan tahap demi tahap. Awalnya Sang Ibu masih menemani sampai si anak terjatuh dalam lelap. Setelah yakin Leon tidur nyenyak, Vina pun dengan langkah perlahan meninggalkan kamar tidur Si Anak.
Sayangnya, di tengah malam, anak saya sering terbangun dan kaget ketika menemukan Ibunya sudah tidak berada lagi di sampingnya. Dengan penuh angkara murka, dia masuk ke dalam kamar kami dan langsung protes, "Kok Bunda ninggalin Leon, sih?"
Sang Ibu dengan suara mengantuk berkata, "Iya, Leon kan sudah tidur, jadi bunda pergi ke kamar bunda."
"Kenapa harus pindah? Kenapa gak tidur sama Leon sampe pagi?"
"Karena Leon harus belajar tidur sendiri."
"Kalo Leon harus tidur sendiri, kenapa Bunda pindah ke kamar ini? Kenapa Ayah juga gak tidur sendiri?"
"Karena Bunda harus tidur sama Ayah."
"Kenapa harus tidur sama Ayah? Kenapa gak sama Leon aja?"
"Soalnya seorang istri harus tidur sama suaminya."
"Suami Bunda siapa?"
"Suami Bunda ya Ayah."
"Jadi itu Ayah atau Suami?"
Hehehehe....susah juga ya ngajarin konsep keluarga pada anak kecil. Gimana cara neranginnya coba? Untungnya istri saya sabar banget sama anaknya.
"Ini Pak Budiman Hakim adalah ayahnya Leon. Jadi dia bukan ayahnya bunda tapi suami bunda."
"Istri Leon siapa? Leon mau tidur sama istri Leon," desak anak itu lagi dengan suara dongkol.
Saya yang juga turut terbangun tidak komentar apa-apa. Coba bayangin; ada anak berumur3 tahun, jam 3 pagi ngajak diskusi tentang siapa yang berhak tidur sama Bunda bahkan sampe menanyakan di mana istrinya segala. Puyeng, kan?
Dengan sabar, istri saya menerangkan, "Leon masih kecil jadi belom punya istri. Kalo udah gede baru Leon boleh punya istri."
"Jadi yang namanya istri harus selalu tidur sama suaminya?"
"Iya betul. Leon itu anak Bunda. Ayah adalah suami Bunda. Seorang istri harus tidur sama suaminya."
Akhirnya karena udah terlalu ngantuk, saya berusaha mengakhiri diskusi yang berat itu, "Yuk sini, Le. Malam ini kita tidur bertiga."
"Yeay!!! Asyik kita tidur bertiga," Sambil ngomong begitu Leon melompat ke ranjang dan tidur mengambil posisi di tengah Ayah dan Ibunya.
Esok malamnya peristiwa berulang. Leon termasuk light sleeper atau orang yang mudah sekali terbangun walaupun hanya oleh gangguan sekecil apapun. Setelah ditinggal ibunya dalam lelap sendirian di kamarnya, jam 3 pagi Leon terbangun dan menyusul ibunya ke kamar kami. Diskusi pun terjadi dengan kalimat-kalimat yang kurang lebih sama.
"Denger ya, Leon. Kamu harus belajar tidur sendiri. Bunda harus tidur sama Ayah. Kenapa?"
"Karena Ayah adalah suami Bunda," sahut Leon.
"Nah, itu udah ngerti. Kenapa kok Leon masih juga mau pindah ke kamar Bunda?"
Kembali saya menengahi diskusi jam 3 pagi yang berat itu, "Sini Leon. Malam ini kamu boleh tidur di sini."
"Yeay!!! Kita tidur bertiga lagi. Horeeee...!!!" Leon melompat dan langsung menempatkan diri di antara kedua orang tuanya.
Di sebuah hari Sabtu, kami semua tidak punya rencana untuk ke luar rumah. Pagi hari, kami sarapan bertiga menikmati nasi uduk dengan semur tahu, irisan telor dadar, bawang goreng, dengan saus bumbu kacang. Sarapan bersama adalah sebuah situasi favorit kami sekeluarga. Biasanya kami berdiskusi tentang apa saja. Vina bercerita seputar kejadian di kantornya, begitu juga saya. Leon juga akan bercerita segala peristiwa yang terjadi di sekolah playgroupnya.
"Bunda..." Tiba-tiba Leon berkata.
"Ya, Le. Kamu mau ngomong apa?" tanya Vina.
"Mulai hari ini, Leon gak mau lagi jadi anak bunda."
"Hah??" Tentu saja kami berdua kaget bukan kepalang.
"Kenapa begitu, Le?" tanya saya was-was ada sesuatu yang terjadi.
"Mulai hari ini, Leon mau jadi suami Bunda," kata Leon lagi dengan tekanan suara sangat tegas.
"Haaah???" Kembali kami berdua kaget bukan kepalang.
"Emang Leon gak suka jadi anak Bunda," tanya ibunya.
"Suka sih. Tapi Leon lebih suka jadi suami Bunda."
"Karena?" tanya saya.
"Karena kalo Leon jadi suami Bunda berarti Bunda harus tidur sama Leon."
"Hahahahahaha...." Kami berdua ngakak mendengar ucapan Si Kecil.
"Kalo bunda tetep mau tidur sama Ayah, gimana dong, Le?" tanya saya lagi.
"Gak bisa! Seorang istri harus tidur sama suaminya," tambah Leon lagi.
"Hahahahahahahaha....." Kami berdua langsung ngakak tambah kenceng.
Peristiwa Leon ingin menjadi suami Bunda itu buat saya sangat lucu dan saya ceritakan di group WA keluarga Hakim. Semua orang juga ngakak mendengar cerita itu. Nah, setiap ada pertemuan keluarga, selalu saja ada orang yang jail dan menunjuk-nunjuk istri saya sambil bertanya, "Leon, itu siapa Leon?"
"Itu Bunda," jawab Leon.
"Terus, Leon apanya Bunda?" tanya orang itu lagi.
"Suami!" Dengan suara tegas Leon menjawab pertanyaan itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H