Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Fadli Zon, Si Anak Pintar

27 April 2017   15:57 Diperbarui: 28 April 2017   03:00 3577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Dari mana kamu mengetahui semua pengetahuan yang kamu paparkan barusan? Kok saya belum pernah dengar?”

“Ya baca buku, dong! Kalo gak suka baca kalian akan ketinggalan kereta. Jangan cuma mengandalkan buku yang dikasih guru di sekolah. There are a lot of books to read. Baca buku sebanyak-banyaknya. Read, my friend. READ! Jangan main melulu.” Omongannya memang sulit terbantahkan.

Seorang peserta bertanya lagi “Kamu kok ngomongnya campur-campur bahasa inggris? Kelihatannya kamu gak punya nasionalisme, ya?”

“Itu pertanyaannya? Gak ada pertanyaan yang lebih bermutu? Kenapa saya bicara campur-campur bahasa Inggris? Jawabannya sederhana aja ‘kebiasaan’. Next!”

“Uuuuuuhhhh….!” Hadirin mencibir mendengar jawaban itu. Sementara seorang temannya Fadli membisikkan sesuatu.

“Oh ya.” kata Fadli lagi setelah diingatkan temannya, “Soal nasionalisme tadi belum saya jawab. Saya memang bukan nasionalisme. Tapi saya duniaisme. Kita harus belajar dari negara-negara maju. Yang baik kita tiru, kita modifikasi tapi yang gak baik kita tinggalkan. Next!” jawab Fadli yang membuat saya semakin kagum padanya.

“Interupsi!!!!” Sekonyong-konyong ibu guru yang tadi menyelak lagi.

“Maaf, Ibu. Belum waktunya untuk para guru berbicara,” kata saya.

Tapi Si Ibu guru sudah terlalu emosi, dia mengambil mike nganggur di sebelah saya dan berteriak dengan suara marah, ”Saya gak suka sama jawaban anak ini. Saya minta ijin untuk berkomentar.”

“Maaf! Saya sudah ngomong sebelumnya bahwa ini adalah ruang untuk murid. Mereka boleh berbicara apa saja. Dan guru tidak saya ijinkan untuk ngomong.”

“Ijinkan saya berbicara!!!!” pekik Ibu guru itu, “Saya terpaksa berbicara karena anak itu sombong dan yang paling saya tidak bisa terima adalah dia telah menghina murid saya.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun