“Hahahahahaha….bimbingan apa? Saya orang yang gak ngerti apa-apa. Saya cuma mahasiswa sastra yang lebih sering bolos daripada hadir di kelas,” kata saya sambil menepuk pundaknya lalu pergi untuk mempersiapkan program saya.
“Thanks, Mas,” kata Fadli juga menepuk pundak saya,”See you soon.”
Dalam perjalanan menuju ruang diskusi sastra, saya berpapasan sama Pak Sapardi yang langsung menyapa saya,”Hey Bud. Udah siap program yang kamu pandu?”
“Siap gak siap deh, Pak,” jawab saya.
“Sontoloyo kamu!” omel Pak Sapardi mendengar jawaban saya. Penyair ini entah kenapa sering banget menyebut saya sontoloyo sampai sekarang.
Hehehehe… rasain lo! Siapa suruh dia kalo ngejawab pertanyaan saya selalu seenaknya. Saya juga bisa menjawab seenaknya kan? Hehehehehe….
“Eh, Bud. Kamu liat tadi tulisan Pak Fuad Hasan? Bagaimana menurut kamu?” taya Sapardi lagi.
“Keren banget, Pak. Dia pantes banget menduduki jabatan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Tulisannya bagus banget ‘Pada mulanya Adalah kata, Selanjutnya kita’. Luar biasa dan punya benang merah dengan kegitan kita ini. Saya rasa kepiawaiannya mengolah kata bisa diadu sama Bapak,” sahut saya nyerocos karena dengan hati tulus memang saya kagum sama tulisan Pak Fuad tadi.
“Hahahahaha…..!!" Di luar dugaan, mendengar omongan saya, Sapardi ketawa terbahak-bahak geli sekali.
“Kok Bapak ketawa? Emang saya salah?”
“Kamu nggak salah. Cuma blo’on aja,” kata Sapardi lagi.