Untuk memastikan kemenangan, nampaknya timses Anies akhirnya memutuskan untuk memakai issue agama untuk mendekatkan diri pada pemilih umat islam. Dan terlepas dari salah atau benar, strategi tersebut memang mau tidak mau harus dilakukan. Kenapa? Karena ini adalah satu-satunya pendekatan yang bisa memenangkan Anies. Penduduk Jakarta mayoritas beragama islam, kalo sentimen agama ini berhasil dimainkan dengan cantik, maka bisa dipastikan Anies akan meraih kemenangan mutlak.
Tapi pilihan merangkul pemeluk agama islam bukannya tanpa resiko. Misalnya ketika Anies melakukan pendekatan pada ormas islam FPI, hal ini bisa berpotensi menjadi boomerang. FPI adalah ormas islam kontrovesial, ada yang fanatik tapi banyak juga yang bencinya setengah mati. Akibat yang terjadi ada dua; pemilih Anies yang pro FPI, tentu akan semakin mantap dengan pilihannya. Sebaliknya, pemilih Anies yang anti FPI akan mempertimbangkan ulang untuk memilih Anies. Dilema banget kan?
Ketika melihat debat yang dilaksanakan oleh KPU dan Metro TV, kita juga melihat perubahan karakter Anies. Sebelum Pilkada, kita mengenal Anies sebagai orang yang sikap dan cara berbicaranya sangat halus dengan tawa manis yang tak pernah lepas dari mulutnya. Nah, di acara debat, tiba-tiba dia berubah menjadi sangat ofensif. Dan ini bukannya tidak direncanakan. Perubahan karakter ini diperlukan sebagai strategi untuk memenangkan debat. Kenapa demikian?
Timses Anies tau kalo Ahok adalah orang yang sangat temperamental, itu sebabnya Anies dengan garang terus menyerang di semua segmen dengan tujuan untuk memancing kemarahan lawannya yang bersumbu pendek. Strategi ini persis seperti yang dilakukan oleh Mohammad Ali ketika berhadapan dengan George Foreman. Dalam pertandingan itu Ali terus memanas-manasi sehingga Foreman keok akibat terbakar sendiri oleh kemarahannya.
Strategi ini sebenernya hampir berhasil. Beberapa kali saya memperhatikan Ahok hampir meledak emosinya. Untungnya, akhirnya dia berhasil mengontrol diri sehingga strategi Anies dengan susah payah bisa dipatahkan.
Ada satu catatan yang mungkin perlu saya bahas yaitu, tingkah laku pendukung kedua paslon di sosial media. Para pendukung sepertinya sudah memakai kacamata kuda dalam menilai sebuah kebenaran. Dengan seenaknya mereka memaki pengguna FB yang kebetulan statusnya mendukung cagub lawannya.
Apa yang dilakukan oleh para pendukung ini sebenernya justru menghambat dan merugikan brand image dari calon jagoannya sendiri. Mereka tidak menyadari bahwa marketing itu memang tugas dari Creative Depertment tapi Branding itu tugas President Director sampai ke Office Boy. Kalo dalam konteks Pilkada tentu saja tanggung jawab seluruh stakeholdernya.
Besok Pilkada akan berlangsung. Yang satu menjual pengalamannya, yang lain melakukan strategi sentimen agama. Siapa yang akan terpilih mejadi gubernur? Wallahu alam. Kita doakan saja semoga Pikada kali ini berlangsung dengan aman dan damai. Buat saya Ahok dan Anies adalah orang baik. Siapa pun yang terpilih nanti mari kita berharap semoga Jakarta menjadi lebih maju.
Amin3X.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H