Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Anies vs Ahok.

18 April 2017   10:46 Diperbarui: 18 April 2017   12:31 1136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dua calon gubernur, sebagai dua brand, sedang berkompetisi untuk merebut kursi orang nomor 1 di Jakarta. Siapa yang akan memenangkan jabatan gubernur sangat ditentukan pada cara mereka melakukan personal branding, kepiawaian membangun brand image dan kemampuan meyakinkan konsumen bahwa dagangan mereka memang lebih baik dari kompetitornya.

Seperti kita ketahui, politik adalah perang issue. Bagaimana cara perang ini dilakukan? Sederhana saja; Issue positif dilekatkan pada diri sendiri sedangkan issue negatif tentu saja ditempelkan pada atribut lawannya. Dalam dunia politik strategi perang issue memang bisa sangat kejam dan sadis tapi hal ini biasa terjadi di mana-mana di seluruh dunia.

Persaingan kedua calon ini sangat menarik karena keduanya betul-betul merepresentasikan dua kubu yang sangat bertolak belakang: Yang 1 cina, yang lain Arab. Yang 1 kristen, yang lain Islam. Yang 1 petahana dan yang satunya lagi mantan menteri. Yang unik, dalam perjalanannya kedua calon gubernur ini, disadari atau tidak, sama-sama melakukan perubahan karakter sesuai dengan strategi dan apa yang mereka hadapi saat kampanye. Okay kita bahas satu-satu ya.

Basuki Tjahaja Purnama

Ahok adalah pribadi yang keras. Karakternya begitu garang apalagi terhadap para koruptor. Menurut saya, dia adalah orang yang sangat jujur. Issue korupsi dan keinginannya menjual negara pada RRC dan dia diindungi oeh 9 naga buat saya hanyalah issue yang ditempelkan padanya.

Kelemahan terbesar Ahok adalah pada tutur katanya. Berkali-kali dia ngomong tanpa terkontrol, berkali-kali dia diekspos di layar kaca ketika sedang berteriak-teriak dengan emosional. Saya sendiri sering terganggu dengan omongan-omongannya yang keterlaluan, misalnya berkali-kali dia mengatakan, “Tuhan aja saya lawan kalo Dia korupsi.”

Sering saya berkata ke temen-temen bahwa Ahok suatu hari akan kena batunya. Dan prediksi saya ternyata betul-betul terjadi. Peristiwa Al Maidah di Kepulauan Seribu bener-bener kejadian yang sangat fatal. Diawali oleh Buniyani, Ahok dianggap telah menistakan agama Islam. Peluang ini benar-benar dimanfaatkan secara maksimal oleh pihak lawan. Elektabilitas Ahok langsung turun drastis di berbagai survey bahkan sampai terseret ke bangku terdakwa. Untuk berkampanye pun, dia beberapa kali dihalangi oleh sekelompok orang.

Menyadari telah melakukan blunder, Ahok dan teamnya langsung bebenah. Sejak peristiwa itu Ahok tampil lebih kalem. Semua orang melihat bahwa karakter Brand Ahok berubah. Dia tidak lagi meledak-ledak tapi berbicara lebih pelan dengan nada lambat. Bahkan dia mempelajari kalimat-kalimat bahasa Jawa untuk menyapa para calon pendukungnya.

Ahok memilih untuk memanfaatkan media sosial untuk berkampanye. Ahok Show yang dilakukan di Facebook setiap hari Jumat dikemas dengan gaya funky untuk merebut perhatian pada pemilih-pemilih muda. Teamnya pun membantu dengan memPRkan prestasi-prestasi yang telah dicapai Ahok, antara lain RPTRA, Makam Mbah Priok, Mesjid Raya di Daan Mogot, titik banjir yang berkurang, sungai-sungai yang semakin bersih, kemajuan pembangunan MRT dan lain-lain. Memang itulah bagian yang menguntungkan dari pihak Petahana.

Anies Baswedan

Anies adalah seorang mantan menteri. Sayangnya dia dipecat di tengah jalan oleh Jokowi, entah karena alasan apa. Intinya, Anies yang didukung Gerindra dan PKS ini berada di posisi yang tidak menguntungkan dibandingkan dengan Petahana. Kalau Petahana kan gampang, tinggal memaparkan saja apa yang telah dilakukannya. Nah, Anies hanya bisa menjual mimpi, dan menjual mimpi itu sama sekali tidak mudah. Sering kan kita melihat iklan-iklan properti di berbagai media? Tanahnya sih masih kosong berupa semak belukar tapi kita harus menjual rumah, apartemen dan perkantoran, suat hal yang cukup sulit dilakukan apalagi bila harus dibandingkan dengan kompetitor yang sudah mempunyai bukti fisiknya.

Untuk memastikan kemenangan, nampaknya timses Anies akhirnya memutuskan untuk memakai issue agama untuk mendekatkan diri pada pemilih umat islam. Dan terlepas dari salah atau benar, strategi tersebut memang mau tidak mau harus dilakukan. Kenapa? Karena ini adalah satu-satunya pendekatan yang bisa memenangkan Anies. Penduduk Jakarta mayoritas beragama islam, kalo sentimen agama ini berhasil dimainkan dengan cantik, maka bisa dipastikan Anies akan meraih kemenangan mutlak.

Tapi pilihan merangkul pemeluk agama islam bukannya tanpa resiko. Misalnya ketika Anies melakukan pendekatan pada ormas islam FPI, hal ini bisa berpotensi menjadi boomerang. FPI adalah ormas islam kontrovesial, ada yang fanatik tapi banyak juga yang bencinya setengah mati. Akibat yang terjadi ada dua; pemilih Anies yang pro FPI, tentu akan semakin mantap dengan pilihannya. Sebaliknya, pemilih Anies yang anti FPI akan mempertimbangkan ulang untuk memilih Anies. Dilema banget kan?

Ketika melihat debat yang dilaksanakan oleh KPU dan Metro TV, kita juga melihat perubahan karakter Anies. Sebelum Pilkada, kita mengenal Anies sebagai orang yang sikap dan cara berbicaranya sangat halus dengan tawa manis yang tak pernah lepas dari mulutnya. Nah, di acara debat, tiba-tiba dia berubah menjadi sangat ofensif. Dan ini bukannya tidak direncanakan. Perubahan karakter ini diperlukan sebagai strategi untuk memenangkan debat. Kenapa demikian?

Timses Anies tau kalo Ahok adalah orang yang sangat temperamental, itu sebabnya Anies dengan garang terus menyerang di semua segmen dengan tujuan untuk memancing kemarahan lawannya yang bersumbu pendek. Strategi ini persis seperti yang dilakukan oleh Mohammad Ali ketika berhadapan dengan George Foreman. Dalam pertandingan itu Ali terus memanas-manasi sehingga Foreman keok akibat terbakar sendiri oleh kemarahannya.

Strategi ini sebenernya hampir berhasil. Beberapa kali saya memperhatikan Ahok hampir meledak emosinya. Untungnya, akhirnya dia berhasil mengontrol diri sehingga strategi Anies dengan susah payah bisa dipatahkan.

Ada satu catatan yang mungkin perlu saya bahas yaitu, tingkah laku pendukung kedua paslon di sosial media. Para pendukung sepertinya sudah memakai kacamata kuda dalam menilai sebuah kebenaran. Dengan seenaknya mereka memaki pengguna FB yang kebetulan statusnya mendukung cagub lawannya.

Apa yang dilakukan oleh para pendukung ini sebenernya justru menghambat dan merugikan brand image dari calon jagoannya sendiri. Mereka tidak menyadari bahwa marketing itu memang tugas dari Creative Depertment tapi Branding itu tugas President Director sampai ke Office Boy. Kalo dalam konteks Pilkada tentu saja tanggung jawab seluruh stakeholdernya.

Besok Pilkada akan berlangsung. Yang satu menjual pengalamannya, yang lain melakukan strategi sentimen agama. Siapa yang akan terpilih mejadi gubernur? Wallahu alam. Kita doakan saja semoga Pikada kali ini berlangsung dengan aman dan damai. Buat saya Ahok dan Anies adalah orang baik. Siapa pun yang terpilih nanti mari kita berharap semoga Jakarta menjadi lebih maju.

Amin3X.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun