Indonesia Mampu Ekspansif Di Sektor Manufaktur
Dalam konteks perekonomian global yang mengalami perlambatan, dinamika ekonomi terkini di Indonesia menggambarkan sorotan positif yang mengembirakan. Pertumbuhan dalam konsumsi rumah tangga dan terus berkembangnya sektor manufaktur secara bersinergi menjaga Indonesia tetap pada jalur pertumbuhan yang stabil dan berkelanjutan.
"Di tengah-tengah pergerakan ekonomi dunia yang menyusut, Indonesia tetap berdiri kuat dalam indeks PMI yang masih ekspansif dan bahkan melonjak ke angka 53,3," papar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers daring APBN KiTa pada Jumat (11/8/2023).
Menkeu menegaskan bahwa dalam konteks kontraksi ekonomi global, hanya sedikit, yaitu 18,2% negara yang dapat mencatatkan PMI sektor manufaktur yang ekspansif dan sekaligus semakin meningkat, termasuk Indonesia, India, Filipina, dan Meksiko.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers daring APBN KiTa (sumber: Youtube Kemenkeu RI)
Pertumbuhan Ekonomi Terus Melonjak
![Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers daring APBN KiTa (sumber: Youtube Kemenkeu RI)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2023/08/12/screenshot-2023-08-12-8-14-49-am-64d6d00b633ebc1141594c32.png?t=o&v=770)
"Beberapa waktu lalu, BPS (Badan Pusat Statistik) mengumumkan kondisi ekonomi Indonesia berada pada posisi yang positif. Pertumbuhan ekonomi kita mencapai 5,17%, dan jika dihitung dalam satu angka, bahkan menembus 5,2%. Hal ini melampaui ekspektasi mayoritas analis pasar yang sebelumnya memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih rendah dari 5,17%. Prestasi ini menunjukkan keadaan yang menggembirakan," tambah Menkeu.
Dia melanjutkan bahwa APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) terus berupaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia. Melihat komposisi pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua, terjadi lonjakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,2%, mengungguli kuartal pertama yang hanya mencapai 4,5%.
Apa yang Mempengaruhi APBN Kita?
Menurut Menkeu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja APBN dalam hal konsumsi rumah tangga. Salah satunya, inflasi yang terkendali adalah hasil kerja sama antara APBN dan Bank Indonesia. Menjaga inflasi agar tetap dalam batas yang rendah sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga atau malah menguat.
Selain itu, APBN juga berfokus pada membantu kelompok masyarakat paling rentan dengan program bantuan sosial dan dukungan lainnya. Ini juga berpengaruh dalam meningkatkan daya beli dan konsumsi masyarakat, terutama pada kelompok yang rentan.
Lalu, Apa yang Perlu Dirisaukan?
Pandangan ini memang menciptakan gambaran positif tentang perekonomian Indonesia saat ini. Namun, apakah pertumbuhan ini sejalan dengan kondisi riil di tengah masyarakat? Pertumbuhan angka-angka yang diumumkan semoga tidak ada tumpang tindih dengan realitas yang dihadapi oleh masyarakat.
Semoga angka pertumbuhan ekonomi juga tercermin dalam kesejahteraan masyarakat secara merata. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan sektor manufaktur yang semakin berkembang seharusnya menunjukkan peningkatan daya beli dan kesempatan kerja yang lebih baik. Meskipun realitas di lapangan kadangkala berbicara lain.
Ketika kita melihat lebih dalam, maka terbersit pertanyaan di benak kita. Bagaimana pertumbuhan ekonomi ini berdampak pada kualitas hidup masyarakat? Apakah peningkatan angka konsumsi rumah tangga mampu mengatasi disparitas sosial yang semakin melebar? Di balik angka yang menggembirakan, sudah sejahterakah orang-orang yang terpinggirkan, yang masih merasakan beban ekonomi yang berat?
Sudahkah Perumbuhan Ekonomi Berdampak Ke Berbagai Lapisan Masyarakat?
Konsumsi rumah tangga yang tumbuh seharusnya membangkitkan optimisme, tetapi kita tidak boleh melupakan pentingnya distribusi yang adil dari hasil pertumbuhan ini. Pertumbuhan ekonomi yang nyata akan tercapai jika masyarakat dari berbagai lapisan juga merasakan manfaatnya. Tidak hanya sejumlah kelompok tertentu yang menjadi penerima utama, tetapi juga mereka yang berada di wilayah terpencil dan memiliki akses terbatas terhadap peluang ekonomi.
Tentu saja, langkah-langkah seperti memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) ke-13 dan investasi dalam berbagai proyek strategis nasional adalah langkah yang positif. Namun, penting untuk menilai sejauh mana langkah-langkah ini mampu meningkatkan daya beli dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Harapan dan Optimisme dari Pertumbuhan Ekonomi
Kita juga perlu ingat bahwa pertumbuhan ekonomi yang hanya mengandalkan konsumsi rumah tangga dan investasi pemerintah mungkin belum cukup. Kemampuan ekspor, diversifikasi ekonomi, serta upaya memitigasi resiko global juga perlu diperhatikan secara serius. Tidak hanya terfokus pada pertumbuhan dalam jangka pendek, tetapi juga bagaimana perekonomian Indonesia dapat bertahan dan berkembang dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, sementara berbagai angka pertumbuhan dan prestasi ekonomi dapat menjadi sumber optimisme, kita tidak boleh terjebak dalam kepuasan diri. Kita harus senantiasa menilai dampak nyata dari pertumbuhan ekonomi ini terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat. Kita perlu mengukur berhasil tidaknya pertumbuhan ekonomi ini dengan sejauh mana kesenjangan sosial berkurang, penghidupan masyarakat menjadi lebih baik, dan peluang ekonomi lebih merata.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI