Menurut Saya, Bu Dosen tidak sedang menjadikan PDCA sebagai topik utama tulisannya. Tidak pula sedang menyimak berbagai metode atau teknik turunannya yang memang rumit-rumit itu. Tulisannya semacam kritik atas “kerumitan” kehidupan yang diinisiasi oleh kepongahan para ilmuwan atau akademisi yang justru menimbulkan disharmoni terhadap hidup dan kehidupan itu sendiri. Bahkan, sebuah teori atau ilmu bisa dijadikan justifikasi dari sebuah ketidakbenaran. Itulah yang dijadikan sentilan khas Bu Dosen.
Saya melihat esensi dari tulisan Bu Dosen adalah kita perlu memandang atau memperlakukan manajemen itu bukan sebatas teori, tapi praktek. Bukan pula sekedar mengutip teori lalu berujung malpraktek. Lagipula manajemen bukan hegemoni para ilmuwan yang gemar berteori saja. Manajemen tidak hanya Management by Science, tapi ada juga Management by practise, bahkan management by intuition. Bukankah Manajemen juga diartikan sebagai seni mengerjakan (sesuatu) melalui orang lain? Sisi seni inilah yang susah-susah gampang untuk dikuasai, termasuk ketika dipraktekkan.
Ya, mempraktekan manajemen itu perlu “seniman“. Seniman yang memahami pekerjaan, bukan sebatas obyek eksperimen atau dirumit-rumitkan. Manajemen adalah seni berkomunikasi agar orang lain bisa saling memahami di antara perbedaan posisi atau kemampuannya masing-masing. Manajemen adalah seni berempati terhadap orang lain agar terhindar dari arogansi jabatan. Manajemen adalah seni bersinergi dengan orang lain sebagai bentuk kesadaran bahwa kita ini bukanlah superman atau hidup sendiri dalam sebuah organisasi.
Saya sendiri lebih menyukai kesederhanaan dalam mempraktekan sebuah ilmu rumit. Sekali lagi, ini baru sebatas harapan. Jika belum berhasil diwujudkan, berarti saya masih tergolong orang-orang yang hanya suka berfikir dan berbicara, pun menulis yang rumit-rumit saja ya hehehe
Btw, saya menulis apa sih ini? Lho kok malah jadi tulisan yang ribet dan rumit ya :) Gak apa-apa deh, sesekali berpikir rumit. Bisa jadi saya tergolong akademisi yang memang suka berpikir rumit, namun bukan bermaksud sok pintar. Sumpah deh, Bu Dosen, ini hanya tulisan ngawur sembari menikmati mudik di lembur hehehe
Btw lagi, semua konsep-konsep manajemen yang dikutip di atas adalah buatan orang asing. Memang tidak ada salahnya mengambil yang baik dari orang asing, namun mengapa kita tidak mencoba gaya manajemen pribumi atau setidaknya mengembangkannya menjadi model manajemen ala Indonesia? Bukan begitu, Pak QZ? :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H