Mohon tunggu...
Budi Hermana
Budi Hermana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Keluarga/Kampus/Ekonomi ... kadang sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Catatan

BI Bikin Asing Tetap Tersenyum

24 Juli 2012   07:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:41 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aturan batasan maksimal kepemilikan saham bank sudah terbit, yakni Peraturan Bank Indonesia (PBI) (PBI) Nomor 14/ 8 /PBI/2012 tanggal 13 Juli 2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum. Singkatnya, batasan maksimal saham adalah berkisar antara 20%, 30%, dan 40% tergantung kategori pihak pemiliknya. Namun ada pihak yang diperbolehkan tetap menjadi pemegang saham lebih dari aturan tersebut karena syarat-syarat tertentu. Saya menyebutnya dengan dispensasi.

[caption id="attachment_166623" align="alignnone" width="584" caption="Apakah BI khawatir asing hengkang dari perbankan nasional? (foto koleksi pribadi)"][/caption]

Setidaknya ada tiga jenis dispensasi yang menarik untuk dicermati. Pertama, kepemilikan saham oleh pemerintah pusat dikecualikan. Kedua, pemilik saham lama boleh menguasai saham lebih besar dari batas maksimal asal bank yang dikuasainya tetap sehat. Ketiga, masih terkait dengan hal kedua, pemilik asing (lama) masih bisa menguasai saham bank sampai 99 persen, sesuai dengan aturan sebelumnya yang masih berlaku. Adakah implikasi yang menarik dari ketiga hal tersebut? Mari kita simak satu per satu.

Pertama, soal pengecualian terhadap bank persero, saya menyetujuinya dengan syarat tertentu. Bank persero memang bisa menjadi penyangga perbankan nasional jika dilihat kontribusi aset bank persero terhadap perbankan nasional tergolong tinggi, yakni 1346,4 Triliun Rupiah berbanding 3827,4 Triliun Rupiah atau 35,17 persen. Aset sebesar itu hanya dari 4 bank persero saja. Kondisi tersebut setidaknya bisa menandingi hegemoni kepemilikan asing di perbankan nasional.

Memang bukan karena asing semata. Toh asing pun cukup dimanjakan dengan aturan baru ini. Saya justru melihat peran bank persero sebagai lokomotif perkembangan sektor riil bisa terjaga dengan aturan ini. Dispensasi ini berlaku efektif jika bank persero memang menjadi pembangkit perekonomian nasional.

Jika tidak, inilah yang saya maksud dengan “setuju dengan syarat”. Jika bank persero tidak efisien dan membuat biaya tinggi sektor riil melalui pemberian kredit yang relatif mahal, maka bank persero hanya mengisap rente dari masyarakatnya sendiri. Untungnya, bank persero makin membaik jika dilihat dari Statistik Perbankan Indonesia terbaru, yakni edisi Mei 2012. Efisiensi bank persero mulai membaik dibandingkan rata-rata bank umum, seperti terlihat dari nilai rasio BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional).

Menurut Statistik Perbankan Indonesia terbaru dari BI (Mei 2012), BOPO bank persero tercatat sebesar 75,92% atau lebih rendah dibandingkan rata-rata bank umum sebesar 76,75%. Bank Persero hanya kalah dari BPD dalam rasio BOPO ini, namun lebih baik dibandingkan kelompok Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa, BUSN Non-Devisa, Bank Campuran, dan Bank Asing.

Saat ini Bank Persero pun berhasil meraih untung besar, bahkan rasio ROA (Return on Asset) bank persero paling tinggi dibandingkan kelompok bank lain atau rata-rata bank umum. ROA Bank Persero per Mei 2012 adalah 3,58%, sedangkan rata-rata bank umum hanya mencapai 3,05%.

Namun keuntungan dan aset besar belum tentu seiring dengan keberhasilan bank persero dalam mendukung perkembangan sektor riil. Keuntungan finansial secara internal tersebut seharusnya sejalan dengan manfaat sosial atau dampak eksternal bank persero terhadap perekonomian nasional, pun kesejahteraan masyarakat.

Kedua, sekarang kita telaah dispensasi kepada para pemilik saham lama. Jika pemilik saham lama tersebut masih menguasai saham bank secara mayoritas- bahkan katakanlah sampai 99 persen- maka pemilik lama tersebut aman-aman saja, selama banknya menunjukkan kinerja yang baik. Kinerja baik tersebut berdasarkan penilaian kesehatan bank, yaitu diiberi peringkat 1 atau 2. Jika kinerjanya merosot pun, BI melihatnya pada tiga periode penilaian.

Jika selama tiga periode penilaian tersebut nilainya jeblok – yaitu 3, 4 atau 5- maka pemilik lama tersebut wajib melakukan divestasi agar porsi kepemilikan sahamnya sesuai dengan aturan baru. BI memberi waktu penyesuaian sampai dengan 5 tahun setelah kinerja bank tersebut jeblok.

Ketiga, tadinya Saya menduga ada ketegasan BI terhadap batas kepemilikan asing di perbankan nasional, seperti yang banyak diharapkan berbagai kalangan. Namun PBI ini ternyata masih memberikan peluang besar bagi asing, khususnya pemilik saham lama untuk tetap bercokol di sektor perbankan nasional. Soal Asing ini, BI pun hanya bisa membuat syarat tambahan, yaitu, di antaranya pemilik asing tersebut memiliki komitmen untuk mendukung pengembangan perekonomian Indonesia melalui bank yang dimilikinya.

Jika pemilik lama itu ternyata asing dan kinerja banknya bisa dipertahankan serta tatakelolanya baik pula, maka asing tetap bercokol di perbankan nasional. Kondisi ini secara ekonomi mungkin bisa diterima bagi penyuka ekonomi kapitalis atau globalisasi ekonomi. Toh, banyak pihak yang dapat menerima bank yang kinerjanya sangat baik, tanpa melihat siapa pemiliknya. Walaupun kita mungkin hanya bisa mengelus dada jika ada bank yang dimiliki investor nasional justru megap-megap. Cuma bisa ikut prihatin saja. Kini harapan tinggal pada bank persero saja.

Ada skenario lain yang bisa terjadi dengan pemberian dispensasi bagi pemilik lama. Ketika kinerja bank yang dikuasai asing tersebut makin berkibar dan menggurita, maka suatu saat bank tersebut bisa saja mendominasi perbankan nasional. Ibaratnya, aturan ini bisa melanggengkan penguasa lama yang bisa mempertahankan kinerja banknya. Investor baru pun sulit mendongkel hegemoninya karena pemilik baru terkena aturan baru ini, kecuali memenuhi syarat tertentu yang bisa membuat BI luluh dan membolehkannya. Ya, BI memang punya hak istimewa dalam memberikan dispensasi soal batas kepemilikan saham di bank.

Jika kiprah bank persero – yang sampai saat ini masih bisa mengimbangi dominasi kepemilikan asing – terus menurun kinerjanya maka asing bisa makin tersenyum di sektor perbankan nasional. Walaupun skenario buruk tersebut tidak diharapkan, apapun bisa terjadi di masa datang.

Catatan: Naskah PBI No.14/ 8 /PBI/2012 selengkapnya dapat dilihat di sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun