Mohon tunggu...
Budi Hermana
Budi Hermana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Keluarga/Kampus/Ekonomi ... kadang sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Aturan Baru Beli Valas, Longgar atau Ketat?

22 Maret 2012   15:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:37 1354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin (21/3/2012) BI menerbitkan regulasi baru tentang pembelian valuta asing (valas) di atas USD 100 Ribu. BI kelihatannya memberi kelonggaran, namun pada saat yang sama, ada upaya pengetatan pembelian valas juga. Intinya, BI melonggarkan perarutan demi memperkuat transaksi valas produkif untuk meningkatkan geliat sektor riil, namun semakin mempersempit ruang gerak transaksi valas untuk tujuan spekulatif.

[caption id="attachment_166623" align="alignnone" width="589" caption="BI tarik-ulur aturan beli valas di atas USD 100 Ribu (doc pribadi)"][/caption]

Regulasi terbaru tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 14/11/DPM tanggal 21 Maret 2012 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank yang diterbitkan tanggal 27 November 2008. SE BI tersebut mengacu ke Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/28/PBI/2008 tanggal 12 November 2008 tentang Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank. SE BI tersebut juga sebagai upaya untuk  mendukung aktivitas di sektor riil khususnya perdagangan internasional serta pendalaman pasar valuta asing domestik.

Ada beberapa perubahan yang bersifat relaksasi atau memberikan kelonggaran dalam transaksi valas di atas USD 100 Ribu.

Pertama, Butir 7b diberi tambahan penjelasan yang memberi kelonggaran batas waktu penyerahan dokumen pendukung. Kelonggaran ini lebih bersifat administratif saja agar kegiatan pembelian valas tidak mengganggu transaksi valuta asing yang memang betul-betul dibutuhkan, baik untuk biaya sekolah, berobat, bayar konsultan atau terkait tenaga kerja, ibadah haji dan wisata religi lainnya, apalagi untuk kegiatan ekspor-impor. Jangan sampai pergi ke luar negeri karena memang wajar-wajar saja, apalagi dalam mendukung kegiatan ekspor-impor, malah terhambat gara-gara administrasi pembelian valas.

Kedua, transaksi melalui Automated Teller Machine (ATM) dihapus pada butir 6.a), butir 8, dan butir 12. Jadi penarikan valas melalui ATM tidak diperhitungkan dalam jumlah pembelian valas. Rasanya kelonggaran ini bisa dimaklumi, toh penarikan uang melalui ATM sudah dibatasi penarikan maksimalnya oleh bank. Jadi nilai penarikannya pun relatif tidak signifikan. Kelonggaran ini juga tidak membuat pihak bank  atau nasabah harus ribet harus memantau nilai transaksi melalui ATM untuk setiap nasabah atau pihak asing.

Ketiga, pada butir 7c.2), BI memperlonggar aturan pembelian valas oleh nasabah jika (a) pembelian valuta asing terhadap rupiah dilakukan secara reguler dengan jumlah pembelian yang relatif tetap dari waktu ke waktu, (b) dilakukan secara bertahap sampai jumlah yang diusulkan sebelumnya pada dokumen underlying, (c) nasabah dikenal baik dan bank memiliki track record-nya. Underlying transaksi adalah kegiatan yang mendasari pembelian valuta asing terhadap rupiah, atau sebuah bukti yang menunjukkan bahwa pembelian valas itu memang benar, dan tidak bertujuan untuk spekulatif tentunya. Kelengkapan penyerahan bukti dokumen pun tidak harus setiap tanggal transaksi, tapi cukup satu tahun sekali saja.

Keempat, merinci atau memperjelas aturan, yaitu pada butir 7.c.2).a) mengenai kelengkapan dokumen untuk kegiatan ekspor dan impor. Penyempurnaan butir ini kelihatannya agar penguruan dokumen lebih jelas atau tidak membingungkan. Namun, aspek kehati-hatian tetap dijaga oleh BI, sehingga ada penambahan pasal, di antaranya: "Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyediakan invoices asli sewaktu-waktu untuk kepentingan pemeriksaan Bank (post audit)."

*****

Namun, selain sejumlah kelonggaran tersebut, BI pun mengeluarkan jurus memperketat pembelian valas. Pengetatan tersebut akan berdampak signifikan dalam membatasi ruang gerak transkasi valas yang berpeluang disalahgunakan, misalnya untuk tujuan spekulatif atau tidak mendukung kegiatan yang produktif.

Pertama, pembelian valas di atas USD 100 Ribu untuk membuka simpanan kini tidak tercantum lagi dalam SE BI terbaru. Jadi penempatan pada simpanan dalam valuta asing seperti tercatum pada butir 4.a.7 SE lama, kini dihapus. Hmm, apakah pembatasan ini dilandasi kekhawiran masyarakat Indonesia memborong dolar lalu menyimpannya dalam deposito dolar? Saya berusaha tidak berburuk sangka dengan kondisi atau situasi perpolitikan saat ini.  BI kelihatannya mulai gencar “kampanye“ mencintai simpanan dalam rupiah, daripada simpanan valas, khususnya dolar. Lagian, ”menimbun” simpanan valas dikhawatikan bisa menggoyahkan stabilitas rupiah. Dan ini syah-syah saja, toh BI memang tugasnya demi menjaga stabilitas nilai rupiah.

Kedua, pembelian valuta asing terhadap rupiah hanya dapat dilakukan untuk jenis valuta asing yang sama dengan yang tercantum dalam dokumen underlying, kecuali untuk valuta asing yang likuiditasnya tidak tersedia di pasar keuangan domestik. Jadi, jangan sampai di dokumennya tertulis mata uang Yen, namun realisasi transaksinya dibayar dalam dolar.  Kelihatannya BI makin mempersempit ruang-gerak transaksi USD yang bersumber dari transaksi bermata uang lain. Pengetatan ini bisa berdampak luas terhadap transaksi USD jika transaksi ekspor-impor atau kegiatan non-spekulatif lainnya didominasi mata uang non-USD.

Penerbitan SE ini menunjukkan BI lebih “berani“, namun tersirat juga rasa “takut” dengan transaksi valas. Keberanian dengan tetap mempertahankan kehati-hatian bahwa transaksi valas dengan jumlah besar tetap tidak diperkenankan untuk tujuan spekulatif. Motif spekulatif ini semakin dibatasi dengan regulasi baru ini. Semoga dampak kebijakan BI ini lebih terasa kepada nasabah atau pihak yang memang memerlukan valas untuk tujuan non-spekulatif agar tidak dibebani dengan prosedur dan dokumen yang rumit, namun tetap jelas dan sahih sehingga stabilitas nilai rupiah terjaga. --- Catatan:

  1. PBI No.10/28/PBI/2008 dapat diakses di sini.
  2. SE BI No.10/42/DPD tanggal 27 November 2008 dapat dilihat di sini.
  3. SE BI No.14/11/DPM tanggal 21 Maret 2012 dapat dilihat di sini.
  4. Tanya jawab seputar SE BI No.14/11/DPM dapat dilihat di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun