Mohon tunggu...
Budi Hermana
Budi Hermana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Keluarga/Kampus/Ekonomi ... kadang sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Dosen Bisa "Garing" Saat Mahasiswa Daring

10 Januari 2012   06:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:05 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan coba melawan sang kompetitor yang memang serba tahu, serba bisa, dan bisa melayani para pencari ilmu kapan saja di mana saja. Haruskah Dosen menyerah dari sergapan dunia maya?

Ini bukan menapikan peran dosen, namun coba saja cermati kondisi mutakhir saat ini. Semua orang bisa pintar tanpa perlu mengandalkan dosen semata. Ruang dan waktu bagi dosen untuk berorasi semakin sempit. Kini ruang dan waktu lebih dipergunakan oleh mahasiswa untuk menggauli dunia maya. Buah dari pergaulan tersebut bisa saja berupa pengetahuan yang tidak diterima dari dosennya. Kini pengetahuan bukan lagi wilayah kekuasaan dari dosen.

Saya teringat kisah  Dosen yang merasa “dipermalukan” di depan kelas.

Memang sudah eranya jika mahasiswa membawa notebook, ipad, atau segala macam gadget yang bisa mengakses internet. Kebetulan Sang Dosen memang tidak melarang mahasiswanya mengakses internet pada saat kuliah. Sang Dosen berkeyakinan bahwa pesonanya bisa mengalahkan keinginan mahasiswa untuk melirik dunia maya di saat kuliah. Kelihatannya Sang Dosen merasa tertantang. Siapa tahu kepiawaiannya di depan kelas bisa menarik perhatian mahasiswa, mengalihkannya dari godaan dunia maya.

Dengan percaya diri tinggi Sang Dosen pun bercerita dengan suara lantang. Berbagai teori dan definisi pun berhamburan dari mulutnya. Sejauh ini upayanya berhasil membuat kelas hening mencekam. Akhirnya kelas pun bisa saya kuasai, begitulah dugaannya, walaupun masih skeptis dengan penyebab keheningan tersebut. Bisa saja mahasiswa memperhatikannya, atau bisa pula mereka lebih asyik berselancar di dunia maya karena bosan dengan ceramahnya

Tiba-tiba ada mahasiswa berteriak sambil mengacungkan jari tangannya.

“Pak, kok materinya berbeda dengan materi yang ada di google?”

Sang Dosen pun terperangah. Keringat dingin pun mulai muncul. Sang Dosen pun mulai khawatir dengan penguasaan materinya, yang memang baru dibaca sehari sebelumnya, atau lebih tepatnya malam harinya. Itupun hanya membaca sekilas materi kuliah yang sudah lama tersimpan di komputer jadulnya.

“Apanya yang beda?”

Sang Dosen berusaha menenangkan diri dengan wajah sedikit ditekuk biar tetap terkesan serius dan berwibawa.

“Di sini dikatakan teori itu sudah banyak ditinggalkan!”

Mata Sang Dosen pun mulai berkunang-kunang. Modal baca semalam akhirnya ketahuan. Mahasiswa justru mengetahui perkembangan teori selanjutnya. Dan itu hanya bermodal notebook di atas meja yang terkoneksi ke dunia maya. Kini mahasiswa yang online atau dalam jaringan (daring) di kelas sudah menjadi keniscayaan.

*****

Apapun ada di dunia maya memang mengundang debat, khususnya antara kubu internet optimist versus Internet Pesimist. Dampak negatif dari internet membuat kubu pesimis khawatir dengan perubahan gaya hidup, budaya, dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Namun tidak bisa dipungkiri jika internet pun bisa membawa manfaat atau maslahat. Layaknya seperti dua mata uang, internet memberikan peluang sisi buruk dan sisi negatif, seperti pernyataan kubu optimis Nicholas Negroponte - pendiri dan peneliti MIT Media Lab:


“Computers are not moral; they cannot resolve complex issues like the rights to life and to death. But being digital, nevertheless, does give much cause for optimism.”


Lalu bagaimana dengan kubu pesimis?

Peneliti dari George Mason University Adam Thierer - dalam tulisannya berjudul “Are You An Internet Optimist or Pessimist? The Great Debate over Technology’s Impact on Society” - mengutip pernyataan dari kubu pesimis, yaitu Neil Postman (1931 - 2003) - pernah mengajar dan menjadi Guru Besar di New York University:


“Information has become a form of garbage,”


“Not only incapable of answering the most fundamental human questions but barely useful in providing coherent direction to the solution of even mundane problems.”

Menyoal kedua kubu tersebut, kita kembalikan saja ke dosennya masing-masing, mau optimis atau pesimis. Ini soal pilihan, dengan berbagai adu argumentasinya juga. Memang selalu ada debat seru di antara dua kubu tersebut. Andrew McAfee – seorang peneliti dari Center of Digital Business di MIT Sloan School of Management- pun menulis “Can Technology Optimists and Pessimists Get in the Same Room?

*****


Mahasiswa daring di kelas bisa membuat dosen tidak dipedulikan jika mahasiswanya sendiri tidak tertarik atau tidak berniat belajar dari dosen. Atau, mahasiswa yang ”kreatif” bisa menguji seberapa jauh ”kehebatan” dosen, yakni dengan mencari materi lain yang bertebaran di dunia maya, lalu dikonfrontir dengan materi yang disampaikan dosen. Mahasiswa bisa saja cukup tersenyum dan diam saja, menyampaikannya secara santun, atau secara atraktif menohok dosen di depan kelas, seperti kisah di atas.

Penggunaan komputer, ipad, atau mobile technology lainnya sudah menjadi gaya hidup di sebagian generasi muda, termasuk mahasiswa. Terlepas apakah golongan ini minoritas atau mayoritas, kehadiraan fasilitas tersebut di kelas bisa dimanfaatkan untuk membuat catatan kuliah dari dosennya, daripada menuliskannya di buku tulis. Seandainya dosen sudah menyiapkan modul kuliah versi elektroniknya, mahasiswa pun tinggal melihatnya di notebook atau ipad yang dibawanya ke kelas.

Namun jika tidak tertarik dengan materi atau pembicaraan dosennya, mahasiswa bisa mencari ”kesenangan” di dunia maya, dan itu bukan tentang materi perkuliahan.  Akhirnya, dosen hanya sosok di depan kelas yang asyik dengan dunianya sendiri. Jika toh dosennya terganggu dengan ”ketidakpedulian” mahasiswa, atau tidak mau ”dicuekin” gara-gara mereka daring,  Sang Dosen bisa mengeluarkan sikap otoriternya: Melarang mahasiswa daring di kelas. Kebijakan tersebut bisa mengundang reaksi mahasiswa, lalu ngedumel: "Ih, Dosennya garing deh!".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun