Mata Sang Dosen pun mulai berkunang-kunang. Modal baca semalam akhirnya ketahuan. Mahasiswa justru mengetahui perkembangan teori selanjutnya. Dan itu hanya bermodal notebook di atas meja yang terkoneksi ke dunia maya. Kini mahasiswa yang online atau dalam jaringan (daring) di kelas sudah menjadi keniscayaan.
*****
Apapun ada di dunia maya memang mengundang debat, khususnya antara kubu internet optimist versus Internet Pesimist. Dampak negatif dari internet membuat kubu pesimis khawatir dengan perubahan gaya hidup, budaya, dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Namun tidak bisa dipungkiri jika internet pun bisa membawa manfaat atau maslahat. Layaknya seperti dua mata uang, internet memberikan peluang sisi buruk dan sisi negatif, seperti pernyataan kubu optimis Nicholas Negroponte - pendiri dan peneliti MIT Media Lab:
“Computers are not moral; they cannot resolve complex issues like the rights to life and to death. But being digital, nevertheless, does give much cause for optimism.”
Lalu bagaimana dengan kubu pesimis?
Peneliti dari George Mason University Adam Thierer - dalam tulisannya berjudul “Are You An Internet Optimist or Pessimist? The Great Debate over Technology’s Impact on Society” - mengutip pernyataan dari kubu pesimis, yaitu Neil Postman (1931 - 2003) - pernah mengajar dan menjadi Guru Besar di New York University:
“Information has become a form of garbage,”
“Not only incapable of answering the most fundamental human questions but barely useful in providing coherent direction to the solution of even mundane problems.”