Salah satu kesyukuran sebagai bangsa Indonesia adalah diciptakannya bangsa ini dengan keragaman sosial dan budaya. Sebagai orang Indonesia, ini adalah anugrah yang Tuhan hadiahkan kepada negeri ini, dan harus disyukuri.Â
Keragaman sosial dan budaya Indonesia terbentang mulai dari ujung Barat sampai ujung Timur. Keragaman ini tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Konteks keragaman sosial dan budaya ini, mulai dari perbedaan adat istiadat, suku bangsa, pakaian adat, rumah adat, tari tradisional, kesenian daerah, lagu daerah, sampai keragaman yang dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk berkomunikasi. Keragaman itu tidak lain adalah bahasa daerah.
Bahasa daerah adalah salah satu jenis keragaman sosial dan budaya di Indonesia yang tidak semua bangsa di dunia miliki. Sebuah keunikan dan kekayaan tersendiri yang tentu harus dijaga dan dilestarikan eksistensinya.Â
Tentu saja, agar eksistensi dan keberlangsungan penggunaan bahasa daerah ini tidak akan menemui ancaman kepunahan. Karena bukan hal yang tidak mungkin, dalam berapa tahun yang akan datang, bahasa daerah ini, benar-benar akan menemui masa kepunahan. Dan ini menjadi pekerjaan setiap orang dan tentu pemerintah.
Menurut data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan. Penelitian ini telah diidentifikasi dan divalidasi sejak tahun 1991 hingga 2019. Terdapat 718 bahasa dari 2.560 daerah pengamatan, yang tersebar dari seluruh wilayah Indonesia.Â
Data bahasa daerah ini, tidak termasuk dialek dan subdialek. Jumlah yang cukup besar dan tentu memerlukan upaya-upaya yang besar pula untuk bisa menjaga eksistensi ini.
Lalu pertanyaannya adalah, bagaimana upaya dalam menjaga dan melestarikan bahasa daerah ini ? Setidaknya ada beberapa upaya untuk menjaga eksistensi bahasa daerah agar bisa terawat dan bisa membumi dari generasi ke generasi.Â
Pertama, upaya ini harus hadir dihadirkan ditengah-tengah keluarga. Artinya sebagai orangtua, harus bisa mengedukasi anak-anak. Yang paling sederhana adalah, hal secara alamiah terjadi ditengah keluarga. Yakni, bahasa komunikasi yang digunakan oleh orangtuanya, adalah bahasa daerah dimana mereka berasal.
Kemudian untuk mengedukasi lebih lanjut, membuat kegiatan atau waktu khsusus untuk mengenalkan dan mengajarkan anak dengan bahasa daerah. Meskipun upaya pertama ini, Â biasanya terkendala ketika kedua orangtuanya, bukan berasal dari bahasa daerah yang sama. Tetapi ini bukanlah kendala yang besar, justru malah bisa mengedukasi dengan dua bahasa daerah sekaligus.
Upaya yang kedua melalui jalur pendidikan, bahasa daerah selama ini sudah masuk struktur kurikulum di lembaga-lembaga pendidikan. Sebagai contoh di wilayah Jawa Barat, bahasa sunda sudah banyak diajarkan di sekolah-sekolah.Â
Contoh lain, bahasa cirebon atau basa bebasan, sudah masuk pelajaran di sekolah-sekolah yang berada di wilayah Kota dan Kabupaten Cirebon, mungkin juga di wilayah Kabupaten Indramayu. Karena di tiga wilayah itu, memang secara umum, bahasa keseharian masyarakatnya adalah bahasa jawa Cerbonan dan Dermayuan.Â
Meskipun porsi dan jam pembelajaran bahasa daerah tersebut, belum maksimal diupayakan oleh dinas pendidikan setempat. Karena mungkin masih dalam batasan sebagai mata pelajaran muatan lokal (mulok). Sehingga kadang ditemukan anggapan, sudah dikenalkan saja, sudah termasuk bagus.
Padahal anggapan ini, cenderung memiliki nilai kepasrahan terhadap upaya untuk menjaga dan melestarikan bahasa daerah. Tentu, dihadirkannya mata pelajaran bahasa daerah di lembaga-lemabga pendidikan, tujuannya bukan hanya untuk mengenalkan kepada para peserta didik, sebagai generasi yang akan mewarisi.Â
Jika amanat kurikulum, tujuannya hanya demikian, maka tujuan ini perlu dikaji ulang untuk kemudian diitingkatkan lagi. Artinya, disamping bertujuan untuk mengenalkan, harus ada upaya yang lebih serius untuk mengedukasi para peserta didik, agar pembelajaran bahasa daerah ini, akan memberi dampak positif dan lebih nyata kepada peserta didik.
Upaya berikutnya bisa dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda), dalam hal ini, seorang kepala daerah memiliki kewenangan untuk mengeluarkan atau membuat satu kebijakan.Â
Misalnya dengan mengeluarkan surat edaran yang ditujukan kepada seluruh aparat pemerintahan. Mulai dari tingkat Kabupaten atau Kota sampai ke tingkat desa dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).Â
Sebagai contoh, di tahun 2014 lalu, Pemerintah Kabupaten Cirebon pernah melakukan upaya ini, seluruh aparat pemerintahan diwajibkan menggunakan bahasa Cirebon krama inggil setiap Kamis pada minggu pertama dan ketiga setiap bulan.Â
Kebijakan ini pada tahun 2014, tertuang dalam surat edaran Nomor 434/849/Huk tertanggal 10 April tentang penggunaan bahasa Cirebon di lingkup Pemerintahan Kabupaten Cirebon.
Dan yang terbaru Pemerintah Kota Cirebon melalui dinas pendidikan membuat surat edaran dengan nomor 434.3/3928/Umum. Surat edaran yang dikeluarkan pada bulan September tahun 2022 ini, intinya berisi tentang penggunaan bahasa Cirebon di lingkungan satuan pendidikan dan dinas pendidikan Kota Cirebon setiap hari Selasa disetiap minggunya.Â
Kebijakan ini tentu tidak lain, dalam rangka menjaga eksistensi dan kelestarian bahasa daerah. Sebagaimana tertuang dalama amanat Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 32 ayat 2 "Negara menghomarti dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional".
Seorang Budayawan Cirebon, Nurdin M. Noer, mengapresiasi imbauan Bupati Cirebon tersebut. "Langkah ini sudah sesuai dengan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Lagu, Bendera, dan Bahasa," katanya, Senin, 14 April 2014. Dalam Pasal 42 disebutkan pemerintah daerah wajib mengembangkan dan membina bahasa di daerahnya sendiri.Â
Pengembangannya pun bersifat luwes. Namun Nurdin mengingatkan bahwa penggunaan bahasa Cirebon harus dijaga konsistensinya. Karena sekali pun bersifat wajib, tapi tidak ada sanksi yang menyertai. Akhirnya, tergantung masing-masing orang, apakah memiliki kesadaran untuk melestarikan pentingnya bahasa Cirebon atau tidak.
Akhirnya kita berharap, semoga dengan segala upaya yang telah digambarkan diatas, akan membawa dampak yang nyata, terhadap eksistensi dan kelestarian bahasa daerah yang ada di Indonesia. Khususnya bahasa daerah yang ada di tanah Jawa Barat. Dalam lingkup yang kecil lagi, bahasa daerah yang ada di wilayah Cirebon dan Indramayu.Â
Jika beberapa upaya diatas mampu menjadi cara yang baik, dalam hal menjaga eksistensi bahasa daerah. Maka, bukan hal yang tidak mungkin, upaya-upaya tersebut, perlu kiranya dicontoh oleh daerah-daerah lain di seluruh wilayah Indonesia, untuk menjaga eksistensi dan kelestarian bahasa daerah masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H