Budi Chaerudin
Mantan Pegawai PT PLN (Persero),
pada Direktorat Perencanaan.
Mari kita lihat pada sistem ketenaga listrikan Jawa-Bali sebagai sistem ketenaga listrikan terbesar di Indonesia.
Beban puncak sistem Jawa-Bali saat ini sudah mencapai sekitar 30000 MW. Apabila rata-rata pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik diasumsikan sebesar 4 % pertahun, maka pada tahun 2040 beban puncak sistem Jawa-Bali akan menjadi sekitar 61000 MW.
Bila kebutuhan reserve margin katakanlah sebesar 25%, maka dibutuhkan total kapasitas terpasang pembangkit sistem Jawa-Bali pada tahun 2040 sekitar 76000 MW.
Seberapa besar ET yang ada mampu mendukung total kapasitas 76000 MW ini ??
PLTA,
Total kapasitas terpasang pembangkit PLTA pada sistem Jawa-Bali saat ini adalah sebesar 2875 MW.
Berdasarkan RUPTL 2021-2030, direncanakan penambahan PLTA sebesar sekitar 4000 MW sampai dengan tahun 2030.
Apabila penambahan kapasitas PLTA dalam kurun waktu 2030 - 2040 diasumsikan sama dengan penambahan kapasitas pada RUPTL 2021-2030 yaitu sebesar 4000 MW, maka total kapasitas PLTA pada 2040 menjadi sekitar sebesar 11000 MW.
PLTP,
Total kapasitas terpasang PLTP pada sistem Jawa-Bali saat ini adalah sebesar 1225 MW.
Berdasarkan RUPTL 2021-2030, direncanakan penambahan PLTP sebesar sekitar 1900 MW sampai dengan tahun 2030. Dengan asumsi penambahan kapasitas PLTP dalam kurun waktu 2030-2040 adalah sama dengan penambahan pada RUPTL 2021-2030,
maka total kapasitas PLTP pada tahun 2040 menjadi sebesar 5000 MW.
EBT lainnya,
Berdasarkan RUPTL 2021-2030, direncanakan tambahan EBT lainnya sebesar lebih kurang 500 MW sampai dengan tahun 2030.
Dalam kurun waktu 2030-2040 perlu lebih diperbesar lagi tambahan kapasitas dari EBT lainnya, katakanlah dua kali lipat atau sekitar 1000 MW.
Maka total kapasitas dari EBT lainnya pada 2040 menjadi sekitar 1500 MW.
PLTU batubara,
Kapasitas terpasang PLTU batubara saat ini sekitar 22500 MW.
Dari 22500 MW tersebut yang dapat dipensiunkan dini sebelum tahun 2030 adalah sebesar 3400 MW.
Berdasarkan RUPTL 2021-2030 direncanakan tambahan kapasitas PLTU sebesar 8460 MW, namun dari 8460 MW tersebut dibatalkan sejumlah 3320 MW.
Dalam kurun waktu 2030 - 2040 tidak ada rencana penambahan PLTU baru, yang ada justru rencana pensiun dini sejumlah sedikitnya 5500 MW.
Sehingga total kapasitas PLTU batubara pada tahun 2040 adalah = 22500 - 3400 + 8460 - 3320 - 5500 = 18740 MW.
PLTG/GU,
Total kapasitas terpasang PLTG/GU saat ini sebesar 10600 MW.
Berdasarkan RUPTL 2021-2030 direncanakan penambahan kapasitas sebesar 3400 MW.
Karena tidak ada larangan penambahan PLTG/GU baru, maka dalam kurun waktu 2030-2040, katakanlah ada rencana penambahan sebesar 3400 MW, sama dengan penambahan pada RUPTL 2021-2030
Maka total kapasitas PLTG/GU pada tahun 2040 adalah sebesar = 10600 + 3400 + 3400 = 17400 MW
PLTS,
Berdasarkan RUPTL 2021-2030 direncanakan penambahan PLTS sebesar 2900 MW, maka dalam kurun waktu 2030 - 2040 perlu direncanakan penambahan sebesar = 76000 - 11000 - 5000 - 1500 - 18740 - 17400 - 2900 = 19460 MW.
Maka total kapasitas PLTS pada 2040 adalah = 2900 + 19460 = 22360 MW.
Mengingat Load factor sistem Jawa-Bali pada tahun 2040 diperkirakan sudah mencapai sedikitnya 80 %, maka total kapasitas pembangkit pemikul beban dasar yang diperlukan minimal sebanyak 65% dari total kapasitas terpasang sistem atau sebesar = 0,65 x 76000 = 49000 MW, yang terdiri dari PLTP (5000 MW), PLTU batubara (18740 MW), PLT EBT lainnya (1500 MW), sebagian PLTA (PLTM) (1400 MW) dan PLTS (22360 MW).
Maka PLTS dengan total kapasitas sebesar 22360 MW tersebut tentu harus berperan sebagai pembangkit pemikul beban dasar.
Sebagai pemikul beban dasar energi yang bisa diproduksi oleh PLTS sangat kurang banyak, karena PLTS per 1 kW nya hanya bisa memproduksi sekitar 4 kWh perhari, sedangkan PLTU per 1 kWnya mampu memproduksi sebesar 20 kWh.
Agar produksi energi dari PLTS bisa setara dengan PLTU, maka kapasitas dari PLTS harus diperbesar sebanyak 5 kali lipat, yaitu sebesar 111.800 MW dan supaya produksi nya bisa dioperasikan secara merata selama 24 jam, maka diperlukan tambahan baterai.
Bila kebutuhan lahan untuk PLTS katakanlah 1,2 ha per 1 MWp, maka dibutuhkan lahan seluas 134.160 ha untuk lokasi 111.800 MW PLTS.
Itu baru di tahun 2040, bagaimana ditahun 2050 dan 2060 dimana pada saat itu sudah tidak ada lagi PLTU batubara dan demandnya pun sudah mencapai lebih dari100 ribu MW.
Berapa juta ha lahan yang diperlukan untuk PLTS ??????
Secara teknis bisa saja hal itu dilakukan demi NZE, namun mari kita lihat dampak nya yang akan terjadi.
(1) Pada musim hujan tentu PLTS tidak dapat berproduksi, tentu sistem akan mengalami total blackout karena kehilangan pembangkit yang porsinya sangat dominan.
Akibatnya bila musim hujan tiba, maka orang orang tidak bisa berbuat apa apa karena tidak ada listrik, dan bayangkan betapa menderitanya orang orang tersebut bila musim hujannya berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
Kasihan anak cucu kita, kelak hidupnya akan semakin sulit.....
(2) Jumlah penduduk tentu akan semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Ketika jumlah penduduk semakin banyak, tentunyakan membutuhkan jumlah lahan yang semakin luas.
Butuh lahan yang semakin luas untuk pemukiman, butuh lahan yang semakin luas untuk mewujudkan kemandirian pangan, butuh lahan yang semakin luas untuk mewujudkan kemandirian energi dan butuh lahan yang semakin luas untuk interaksi sosial.
Tapi demi NZE, lahan lahan tersebut lebih banyak dimanfaatkan untuk solar farming.
Kasihan anak cucu kita, hidupnya kelak akan semakin berat......
(3) Dari aspek biaya produksi, jelas PLTS + baterai lebih mahal dari pada PLTU batubara.
Bahkan untuk harga PLTS yang sudah bisa mencapai 100 USD/kWp dan harga baterainya 200 USD / kWh pun masih lebih mahal dari pada PLTU yang capital cost nya sebesar 1700 USD/kW dan harga batubaranya 70 USD/ton, yaitu masing masing 6,5 cent USD/kWh dan 5,6 cent USD/kWh.
Maka dampak dari substitusi PLTU batubara ke PLTS jelas akan membuat cost of supply sistem menjadi lebih besar dan pada gilirannya tarif listrik pun menjadi meningkat dan akan mengakibatkan harga harga barang menjadi lebih mahal.
Kasihan anak cucu kita, hidupnya kelak akan sangat sulit dan berat.....
Sungguh besar pengorbanan bangsa ini untuk NZE. Pertanyaannya dengan pengorbanan yang demikian besar tersebut, seberapa besar mampu mengatasi masalah global warming ??
Jawabannya sudah barang tentu tidak ada pengaruhnya sama sekali terhadap upaya penurunan gas rumah kaca secara global.
Karena walaupun PLTU batubara tidak dioperasikan lagi di Indonesia, namun batubara tersebut tetap dijual untuk dibakar di negara negara lain.
Jadi resiko masa depan seperti apa yang dikhawatirkan sehingga kita sampai pada keputusan tidak mengoperasikan lagi PLTU batubara ???
Kalau kekhawatirannya karena diperkirakan batubara akan habis pada beberapa dekade mendatang, justru eksport batubaranya yang harus dibatasi.
Jangan menghabiskan batubara hanya untuk diekspor, tapi habiskanlah batubara untuk tumbuh kembangnya bangsa ini menjadi bangsa yang besar dan kuat.
Mengandalkan sumber devisa negara dari hasil jual batubara, minyak dan gas alam hanya membuat bangsa ini menjadi bangsa yang tidak kreatif.
Sekali lagi, kasihan anak cucu kita hidup nya kelak akan sangat berat dan sulit, akibat kita tidak pandai mengelola sumber daya alam yang kita miliki....
Akhirnya saya hanya bisa berdoa : " Ya Allah cerdaskanlah bangsa ini dan berikanlah hidayah kepada para pemimpin negeri ini, agar kebijakan yang diambil semata-mata mengutamakan kepentingan bangsa ".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H