Rumah betang (atau rumah panjang), rumah tradisional masyarakat Dayak berangsur-angsur punah. Ironisnya itu terjadi seiring kebangkitan gerakan masyarakat adat.
Kisah seperti itu datang dari Kampung Kinipan, sebuah kampung Dayak di Kabupaten Lamandau, atau berjarak sekitar 4,5 jam dengan angkutan darat dari Pangkalan Bun, kota paling ramai di wilayah barat Provinsi Kalimantan Tengah.
"Rumah adat (betang) yang tidak nampak pintu dalam foto ini/tertutup pohon. Sekarang sudah roboh. Di Kinipan tinggal tiga buah rumah seperti ini," tulis Effendi Buhing, Ketua Komunitas Adat Kinipan dalam sebuah grup diskusi aktivis masyarakat adat di Kalimantan Tengah, beberapa waktu lalu.
"Hampir tiga bulan yang lalu atap dan dindingnya ambruk. Kalau tiang sama lantai masih utuh," imbuh Buhing.
Kinipan, desa yang berpenduduk kurang dari seribu jiwa itu  memang tergolong kampung tua. Karena itu, meski akses jalan darat ke sana belum beraspal, ia kini menjadi ibu kota Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau.
Di sana masih tersisa delapan rumah betang, yang usianya lebih tua dari Republik Indonesia. Empat di antaranya sudah tak berpenghuni. Dan satu roboh, seperti yang disampaikan Buhing itu.
Seperti yang saya saksikan langsung pada pertengahan 2016, rumah-rumah betang yang tak berpenghuni itu tak jauh dari tepi sungai. Sungai Batang Kawa, hulu dari Sungai Lamandau yang panjangnya 300 kilometer, terhitung dari muara di tepi Laut Jawa.
Buhing dan rekan-rekannya, pertengahan Maret lalu, ikut dalam kongres Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Medan. Mereka datang tidak sekadar sebagai penggembira. Sejumlah berkas berisi dokumen peta wilayah adat, mereka berikan sebagai syarat registrasi wilayah adat pada Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) di arena kongres itu.
Pada 2016, Buhing dan rekan-rekannya mendeklarasikan Kinipan sebagai wilayah adat. Itu terjadi setelah setahun sebelumnya, mereka memetakan wilayah adatnya, yang hasilnya dibawa ke BRWA saat kongres AMAN.
Gerakan struktural sistematik mereka untuk mewujudkan kampungnya sebagai wilayah adat pun di respons BRWA, dengan menggelar verifikasi kelayakan mereka untuk jadi masyarakat adat, pada akhir April lalu.
"Jelas bahwa Kinipan adalah wilayah adat. Bukti-bukti lapangan, seperti situs, relasi masyarakat dengan wilayahnya, jelas mereka masyarakat adat. Pendapat saya sebagai verifikator menyimpulkan begitu," kata Widodo Kasmita, Ketua BRWA.