Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan aspek penting dalam dunia kerja yang bertujuan untuk melindungi pekerja, peralatan, dan lingkungan kerja dari berbagai risiko yang dapat mengakibatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja. K3 mencakup upaya sistematis dalam mencegah, mengelola, dan meminimalkan risiko yang timbul di lingkungan kerja, serta memastikan kondisi kerja yang aman dan sehat bagi semua pihak yang terlibat.
Perkembangan industri dan teknologi membawa dampak positif berupa peningkatan produktivitas, tetapi juga menghadirkan berbagai tantangan, seperti potensi bahaya fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan psikososial. Oleh karena itu, penerapan K3 menjadi semakin krusial untuk melindungi pekerja dan mendukung keberlanjutan operasional perusahaan.
Di Indonesia, pentingnya K3 diatur dalam berbagai regulasi, seperti UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mewajibkan pengusaha untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan memenuhi standar keselamatan. Selain itu, penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sebagaimana diatur dalam PP No. 50 Tahun 2012, memberikan pedoman kepada perusahaan dalam mengelola risiko kerja secara sistematis.Â
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dalam bidang kelistrikan merupakan aspek krusial yang bertujuan untuk melindungi pekerja, masyarakat, dan lingkungan dari risiko yang ditimbulkan oleh pekerjaan yang melibatkan energi listrik. Penerapan K3 kelistrikan didasari oleh berbagai potensi bahaya yang timbul dalam aktivitas tersebut, seperti sengatan listrik, kebakaran, ledakan, hingga kerusakan peralatan yang dapat mengakibatkan kerugian fisik, materi, dan lingkungan.
Pentingnya K3 dalam bidang kelistrikan juga ditekankan oleh regulasi nasional maupun internasional, seperti peraturan Ketenagakerjaan, Standar Nasional Indonesia (SNI), dan standar keselamatan internasional seperti IEC (International Electrotechnical Commission). Regulasi ini mewajibkan penerapan prosedur, pelatihan, dan pengawasan yang sesuai untuk meminimalkan risiko kerja.
Alat Pelindung Diri (APD) adalah perlengkapan yang dirancang untuk melindungi pekerja dari potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja. APD menjadi salah satu elemen penting dalam Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), terutama di tempat kerja yang memiliki risiko tinggi terhadap kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Penggunaan APD bertujuan untuk meminimalkan dampak bahaya yang tidak dapat sepenuhnya dihilangkan melalui rekayasa teknis atau pengendalian administratif.
Seiring dengan perkembangan industri dan teknologi, lingkungan kerja sering kali menghadirkan berbagai potensi risiko, seperti paparan bahan kimia, radiasi, kebisingan, debu, panas, atau bahaya mekanis. Oleh karena itu, APD menjadi solusi terakhir yang wajib digunakan setelah semua upaya pengendalian risiko lainnya dilakukan.
Regulasi terkait penggunaan APD di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri. Peraturan ini mewajibkan pengusaha untuk menyediakan APD yang sesuai dengan jenis risiko di tempat kerja serta memastikan penggunaannya oleh pekerja. Selain itu, Standar Nasional Indonesia (SNI) dan standar internasional seperti OSHA (Occupational Safety and Health Administration) juga memberikan panduan dalam desain, pengujian, dan penggunaan APD.
Kesinambungan Daya Saing Dan Tanggung Jawab Perusahaan (score). Modul 5, Keselamatan Dan Kesehatan kerja di Tempat kerja: Sarana Untuk produktivitas. (2013). . ILO.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H