Mohon tunggu...
Budianto Supar
Budianto Supar Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pekerja tambang yang ingin menampilkan dunia tambang dari perspektif yang positif. Berusaha berpikir objektif dalam pengaruh pemikiran yang subjektif.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Polemik Sang Penopang

13 November 2016   17:12 Diperbarui: 13 November 2016   17:27 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Contoh lain keberhasilan tambang bisa ditengok di Mongolia. Proyek Peabody Energy Ereen Mining Site saya dapatkan lewat metode pengembaraan maya. Setelah perannya dalam meningkatkatkan perekonomian lokal, bekas tambang telah dikembalikan fungsinya menjadi lahan penggembalaan bagi masyarakat lokal. Bahkan bekas tambang itu bertransformasi menjadi sumber air bersih bagi penduduk sekitar.

Lalu mengapa ada sebagian perusahaan tambang yang mengabaikan lingkungannya? Sikap abai yang pada akhirnya muncul sebagai tipikal dominan dari perusahaan tambang sehingga citra negatif tambang menempati lapisan paling atas stratifikasi pandangan umum keberadaan tambang. Jawaban paling masuk akal adalah motif ekonomi. Kita semua pasti mafhum, pengelolaan lingkungan dan tanggung jawab sosial harus ditebus dengan biaya tinggi yang menggerus margin keuntungan perusahaan. Salah satu yang bisa dikorbankan untuk meningkatkan margin keuntungan: pengelolaan lingkungan dan tanggung jawab sosial itu sendiri.

Jika demikian, apa yang bisa dilakukan?

Dari sisi kami sebagai pelaku dunia tambang, sebenarnya mudah saja. Cukup mengikuti aturan yang berlaku terkait kegiatan pertambangan. Beres. Sebab pemerintah sudah sangat detail mengatur mengenai segala sesuatu mengenai kegiatan gali menggali ini. Apa yang boleh, apa yang dilarang semuanya sudah tertuang dalam bermacam regulasi. Tugas kami? Tinggal mengikuti.

Ambil contoh untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Banyak regulasi yang mengaturnya. Sebut saja UU No. 32 tahun 2009 beserta aturan-aturan turunanannya. Atau Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2010 yang mengatur reklamasi dan pascatambang. Semua aturan itu mengusung semangat praktek ideal. Semua aturan itu menjunjung standar tinggi. Jika dijalankan dengan benar, sudah tentu manfaat besar akan didapat. Jika pun ada kekurangan dalam sebuah aturan, kekurangan tersebut akan menjadi pembelajaran untuk membuat kebijakan yang lebih baik lagi ke depan.

Hal lain yang perlu dicermati: tambang adalah proyek sekali jalan. Perencanaan di awal adalah krusial. Salah perhitungan di awal akan membuat berbagai aspek harus dikorbankan kemudian. Atau bahkan jika tidak ada lagi yang menjadi kompensasi, proyek tambang itu sendiri yang harus gulung tikar. Di sinilah pemerintah lagi-lagi harus mengambil perannya. Perencanaan awal sebuah tambang seluruhnya tertuang dalam studi kelayakan yang menjadi wewenang pemerintah untuk menyetujui atau menolak.

Studi kelayakan mencakup semua aspek dalam sebuah usaha tambang. Mulai dari aspek lingkungan, perencanaan operasional tambang, tanggung jawab sosial, biaya, penghasilan, dan pada akhirnya adalah nilai keuntungan baik bagi perusahaan, pemerintah maupun masyarakat sekitar. Namanya studi kelayakan, seharusnya hanya proyek-proyek yang layaklah yang bisa disetujui. Layak secara lingkungan yang bisa dilihat dari AMDAL,  rencana biaya pemantauan dan rencana biaya pengelolaan lingkungan yang dialokasikan. Layak secara sosial dengan melihat rencana tanggung jawab sosial dan dampaknya kepada masyarakat sekitar. Dan layak secara ekonomi dengan melihat kontribusinya terhadap pendapatan negara, sumbangsihnya terhadap perekonomian lokal, dan tentunya margin keuntungan yang wajar bagi perusahaan itu sendiri. Persetujuan studi kelayakan proyek tambang harus objektif bebas dari kepentingan dan sesuai standar yang ditetapkan.

Ke depan, kita berharap tidak ada lagi tambang yang tidak layak dapat beroperasi di Indonesia, dunia, dimana pun itu. Tambang-tambang yang akan dibuka adalah tambang yang benar-benar layak secara lingkungan, layak secara sosial, dan layak secara ekonomi. Sehingga manfaat tambang untuk kehidupan bukan sekedar mimpi para idealis semalam sebelum mencetuskan konsep good mining practice.

Selayaknya pertambangan dikembalikan pada hakikat keberadaannya. Tambang dan kehidupan sejatinya tak pantas dikonfrontasi. Namun terlalu muluk jika saya mengharapkan polemik tambang dan kehidupan akan hilang sama sekali. Ia akan terus langgeng selama masih ada oknum pelaku pertambangan yang abai terhadap kehidupan sekitarnya demi menambah margin keuntungan. Jika sudah demikian, mau tak mau polemik harus bisa dimanfaatkan sebagai pengawal menuju praktek penambangan yang baik dan benar. Tanggung jawab kami yang terlibat langsung di dalamnya untuk memastikan manfaat maksimal keberadaan tambang bagi kehidupan sesuai kompetensi yang kami miliki.

Jadi, tambang untuk kehidupan? Memang begitulah seharusnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun