Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Daya Tarik Jabatan Publik: Kekuasaan, Prestise, atau Kepentingan Pribadi?

26 Oktober 2024   17:26 Diperbarui: 26 Oktober 2024   17:26 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebih ironis lagi, dalam banyak kasus, kepentingan pribadi ini ditutupi dengan retorika pengabdian dan pelayanan. Pejabat publik kerap kali berbicara tentang "mengabdi kepada rakyat," padahal kebijakan yang mereka buat justru mengkhianati janji tersebut. Publik sering kali terbuai oleh janji-janji manis, tanpa menyadari bahwa yang sesungguhnya terjadi adalah penyimpangan dari amanah yang telah diberikan.

Perlu Pembaruan Moral dalam Jabatan Publik

Lantas, bagaimana kita bisa keluar dari jeratan jabatan publik yang telah terdistorsi ini? Solusinya bukanlah dengan menghilangkan jabatan publik itu sendiri, melainkan dengan menata ulang sistem yang ada dan memperkuat moralitas di dalamnya. Salah satu langkah pertama yang harus dilakukan adalah memperbaiki sistem rekrutmen pejabat publik. Saat ini, proses pemilihan pejabat publik sering kali lebih berfokus pada popularitas atau kekuatan modal politik daripada kompetensi dan integritas. Kita membutuhkan pemimpin yang tidak hanya cakap secara teknis, tetapi juga memiliki moralitas yang kuat dan komitmen yang tulus untuk melayani.

Selain itu, perlu ada transparansi dan pengawasan yang ketat terhadap pejabat publik. Pengelolaan anggaran, pelaksanaan proyek, dan pengambilan kebijakan harus selalu diawasi dengan seksama oleh lembaga independen yang tidak bisa diintervensi oleh kekuasaan politik. Dengan demikian, mereka yang menyalahgunakan jabatan publik untuk kepentingan pribadi bisa segera diidentifikasi dan diberikan sanksi yang tegas.

Yang tak kalah penting adalah membangun budaya politik yang lebih sehat. Budaya politik yang baik tidak hanya membutuhkan pejabat publik yang berintegritas, tetapi juga masyarakat yang kritis dan berani bersuara. Masyarakat harus sadar bahwa jabatan publik adalah amanah, dan mereka yang mendudukinya harus bertanggung jawab kepada publik. Kita perlu mendorong warga negara untuk lebih aktif mengawasi dan mengkritisi para pemimpin mereka, sehingga jabatan publik benar-benar menjadi sarana pengabdian, bukan sekadar batu loncatan menuju kekayaan atau kekuasaan.

Kembali ke Esensi Jabatan Publik

Jabatan publik pada dasarnya adalah amanah besar yang diberikan oleh masyarakat kepada mereka yang dipercaya untuk memimpin. Namun, godaan prestise, kekuasaan, dan keuntungan pribadi telah mengaburkan esensi dari jabatan ini. Dalam situasi seperti ini, sangat penting bagi kita semua, baik masyarakat maupun pejabat itu sendiri, untuk kembali merenungi makna dari jabatan publik tersebut. Hanya dengan mengembalikan jabatan publik ke fungsi utamanya---mengabdi kepada rakyat---kita bisa membangun sistem pemerintahan yang lebih adil, transparan, dan berorientasi pada kepentingan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun