Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Banyak Harta Bahagia?

25 Oktober 2024   20:15 Diperbarui: 25 Oktober 2024   20:23 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sebuah warung kopi yang ramai di pinggir jalan, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal duduk berkumpul sambil menyeruput kopi. Masing-masing dari mereka memiliki pandangan yang berbeda tentang kehidupan, terutama tentang kebahagiaan yang konon katanya berasal dari harta.

Suatu sore, Kobar memulai pembicaraan dengan serius. "Teman-teman, menurut kalian, banyak harta itu berarti bahagia, tidak sih? Aku sering mendengar orang bilang uang tidak bisa membeli kebahagiaan."

Kahar, si penggemar sinetron, langsung merespons. "Ah, Kobar! Lihat saja sinetron! Setiap kali ada orang kaya, mereka pasti bahagia dan dikelilingi cinta! Dan saat mereka kehilangan harta, drama dimulai. Itu artinya, harta itu penting untuk kebahagiaan!"

Badu, yang selalu melihat dari sisi realistis, menggelengkan kepala. "Kahar, jangan terpengaruh sinetron! Kenyataannya, banyak orang kaya yang tidak bahagia. Uang bisa memberikan kenyamanan, tapi tidak selalu kebahagiaan. Coba tanya orang-orang yang bekerja keras untuk mendapatkan uang, apakah mereka benar-benar bahagia?"

Rijal, si optimis, menimpali. "Tapi ada benarnya juga, Badu. Harta bisa memberi kita kebebasan untuk melakukan apa yang kita suka. Dengan uang, kita bisa berlibur, membeli makanan enak, atau bahkan membantu orang lain. Itu bisa bikin kita bahagia!"

Kobar merenung sejenak. "Mungkin kebahagiaan itu bukan hanya soal banyaknya harta, tapi juga bagaimana kita menggunakannya. Misalnya, jika kita bisa berbagi dengan yang membutuhkan, mungkin kita bisa merasakan kebahagiaan yang lebih dalam."

Kahar tersenyum lebar. "Nah, itu baru ide bagus! Kita bisa bikin acara amal, mengundang semua orang kaya dan meminta mereka menyumbangkan harta mereka. Dengan begitu, kita bisa bikin sinetron nyata tentang kebahagiaan!"

Badu berusaha menjelaskan. "Tapi, Kahar, tidak semua orang kaya mau berbagi. Banyak dari mereka yang hanya fokus pada diri sendiri dan tidak peduli dengan orang lain. Kebahagiaan tidak bisa dipaksakan. Kita harus menemukannya dari dalam diri kita."

Rijal mengangguk setuju. "Benar! Kebahagiaan itu juga bisa datang dari momen-momen kecil, seperti saat kita berkumpul di sini, bercerita, dan tertawa. Tidak perlu banyak harta untuk merasakannya."

Kobar mengangkat gelas kopinya. "Jadi, bagaimana kalau kita membuat perjanjian? Kita semua sepakat bahwa banyak harta tidak menjamin kebahagiaan. Kita akan mencari kebahagiaan dalam hal-hal sederhana dan berbagi apa yang kita punya dengan orang lain."

Mendengar pernyataan itu, Pak Joko, pemilik warung kopi, ikut serta dalam percakapan. "Anak-anak, uang itu penting, tapi ingat, bahagia itu tidak melulu soal harta. Lihatlah di sekitar kita, banyak orang yang hidup sederhana tetapi bahagia. Mereka punya keluarga, teman, dan saling mendukung."

Kahar, dengan nada mengada-ada, berkata, "Tapi Pak Joko, bagaimana jika kita punya banyak uang dan tetap merasa kesepian? Kita bisa membeli banyak barang, tapi tidak ada yang menemani kita."

Badu menambahkan, "Itu dia! Kadang, kebahagiaan itu lebih tentang hubungan dan ikatan sosial daripada harta. Kita bisa memiliki banyak uang, tetapi jika tidak ada orang-orang yang kita cintai di sekitar kita, apakah itu berarti kita bahagia?"

Rijal, yang optimis, menyimpulkan, "Jadi, kuncinya adalah keseimbangan. Kita tidak bisa menolak bahwa uang itu penting, tapi jangan sampai kita mengorbankan hubungan kita demi mengejar harta. Kita harus menemukan kebahagiaan dalam keseharian kita."

Saat malam tiba, mereka semua sepakat bahwa kebahagiaan tidak datang hanya dari harta, tetapi dari bagaimana kita menjalani hidup, berinteraksi dengan orang-orang di sekitar kita, dan menciptakan kenangan indah.

Dalam perjalanan pulang, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal menyadari bahwa meskipun dunia sering kali mengukur kebahagiaan dari banyaknya harta, sejatinya kebahagiaan itu lebih dalam dan lebih berarti ketika ditemukan dalam hubungan, cinta, dan kebersamaan. Warung kopi "Tenang Saja" menjadi saksi bagaimana mereka menggali makna kebahagiaan sejati, yang tidak tergantung pada seberapa banyak yang kita miliki, tetapi seberapa banyak yang kita bagi dan nikmati bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun