Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hukum yang Tajam ke Bawah

25 Oktober 2024   18:16 Diperbarui: 25 Oktober 2024   18:16 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas bukanlah isu baru di Indonesia. Berbagai contoh kasus kerap memperlihatkan betapa tidak seimbangnya penerapan hukum di negeri ini. Sering kali, mereka yang berada di lapisan bawah masyarakat menjadi korban dari ketidakadilan sistem, sementara orang-orang berkuasa dan kaya tampak kebal hukum, melenggang bebas dari konsekuensi yang seharusnya mereka hadapi.

Namun, bagaimana mungkin sebuah sistem hukum, yang seharusnya menjadi pilar keadilan, bisa bekerja dengan begitu tidak adil? Mengapa ketimpangan dalam penerapan hukum ini seakan menjadi norma yang kita terima begitu saja, tanpa perlawanan berarti dari masyarakat? Apakah hukum benar-benar hanya menjadi alat kekuasaan bagi segelintir elite?

Masyarakat Kecil: Korban yang Tak Berdaya

Salah satu contoh nyata ketimpangan hukum adalah bagaimana hukum diterapkan kepada masyarakat miskin. Dalam berbagai kasus, orang-orang kecil yang terseret kasus hukum kerap mendapatkan hukuman berat meskipun pelanggarannya terbilang ringan. Seorang pencuri ayam atau sandal, misalnya, bisa mendapat hukuman penjara berbulan-bulan. Sementara itu, kasus korupsi yang melibatkan angka miliaran atau triliunan rupiah justru sering berujung dengan vonis ringan, bahkan ada yang dibebaskan karena alasan teknis atau 'tidak cukup bukti'.

Ketidakadilan ini menggerogoti kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Mereka yang kurang mampu tidak hanya terpinggirkan secara ekonomi, tetapi juga menjadi target dari hukum yang cenderung lebih represif terhadap mereka. Pengacara mahal, akses ke perlindungan hukum, serta kemampuan melobi---semua ini jauh dari jangkauan mereka, membuat masyarakat kecil harus menerima nasib tanpa bisa melawan. Alhasil, mereka hanya bisa menerima hukuman yang dijatuhkan tanpa harapan mendapatkan keadilan yang sejati.

Kekuasaan dan Kekayaan: Tameng yang Tangguh

Sementara itu, di sisi lain, kita sering melihat kasus-kasus besar yang melibatkan para pejabat tinggi, politisi, atau pengusaha kaya berakhir dengan ketidakjelasan. Bahkan jika mereka sempat diseret ke pengadilan, proses hukum bisa berjalan lambat atau berhenti begitu saja tanpa ada tindak lanjut yang berarti. Ujung-ujungnya, pelaku bisa kembali ke panggung politik atau bisnis seperti tidak pernah terjadi apa-apa.

Fenomena ini memperkuat persepsi bahwa hukum hanyalah alat bagi mereka yang memiliki kekuasaan dan uang. Pengacara papan atas bisa "membeli" kebebasan klien mereka, sementara koneksi politik bisa melindungi mereka dari jeratan hukum. Ini bukan hanya pelanggaran terhadap prinsip dasar keadilan, tetapi juga menunjukkan bagaimana hukum bisa dijadikan alat politik untuk melindungi kepentingan segelintir orang.

Dampak Sosial dari Ketidakadilan Hukum

Ketika hukum berlaku tidak adil, masyarakat yang berada di bawah lapisan sosial tidak hanya kehilangan kepercayaan pada sistem, tetapi juga merasa termarginalkan secara lebih dalam. Mereka melihat bahwa upaya untuk hidup sesuai aturan dan undang-undang tidak menjamin keadilan. Ini menciptakan keresahan sosial yang berpotensi meledak dalam bentuk protes atau bahkan tindakan main hakim sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun