Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kobar dan Luapan Emosi yang Terlalu Luap

24 Oktober 2024   15:47 Diperbarui: 24 Oktober 2024   15:48 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badu, yang sekarang semakin geli, menyela lagi. "Aku sih merasa seperti aku sedang tersesat di taman bermain anak-anak dengan terlalu banyak balon warna-warni yang pecah di wajahku."

Rijal tertawa kecil, tapi mencoba menjaga percakapan tetap serius. "Kobar, aku paham kamu ingin menangkap emosi yang mendalam. Tapi jujur saja, aku tidak bisa melihat bentuk atau cerita yang jelas di sini. Semua ini terlalu... acak."

Kobar mengangkat tangannya dramatis, seolah ingin memanggil angin kencang untuk membela dirinya. "Rijal, ekspresionisme tidak butuh bentuk! Ini adalah murni emosi, sapuan kuas yang spontan, tanpa aturan! Kamu tidak harus mencari cerita yang jelas, tapi merasakan kekacauan batin yang ada di balik setiap garis dan warna ini!"

Kahar mengangguk-angguk pelan. "Oke, oke, aku bisa menerima itu. Tapi, ya, tetap saja... apa tidak ada sedikit kontrol? Maksudku, emosi itu bisa kuat, tapi kalau semuanya meledak tanpa arah, aku jadi pusing melihatnya."

Badu tertawa terbahak-bahak sambil menunjuk salah satu bagian kanvas. "Kobar, jujur aja deh. Bagian ini... apa ini? Aku merasa kayak lihat bekas sapuan pel yang nyasar di sini."

Kobar mendekati bagian yang ditunjuk Badu dan mencoba merasionalisasi. "Itu adalah simbolisasi dari kekacauan dalam keteraturan. Sebuah pengingat bahwa dalam kehidupan yang penuh tekanan, ada momen-momen di mana kita merasa seperti terhimpit oleh realitas yang tak terduga."

Badu memasang wajah bingung yang jelas dibuat-buat. "Kekacauan? Keteraturan? Oh, ya, ya, aku mulai paham... paham bahwa lukisan ini kayak hasil percobaan sains yang gagal."

Semua tertawa kecuali Kobar. Ia merasa semakin kesal. "Kalian ini memang tidak mengerti seni modern! Ekspresionisme adalah kebebasan mutlak! Tidak ada aturan yang mengikat, tidak ada batasan yang mengurung imajinasi! Ini adalah perlawanan terhadap segala norma yang mencoba mengekang ekspresi artistik!"

Rijal mencoba menenangkan situasi dengan senyum kecilnya. "Kobar, aku mengerti kamu ingin bebas, dan aku hargai itu. Tapi bahkan dalam kebebasan, biasanya ada sedikit kendali. Kalau semua meledak begitu saja, tanpa arah, penonton bisa merasa tersesat."

Kobar terdiam. Ia tahu Rijal punya maksud baik, meskipun kritiknya menyakitkan. "Mungkin kalian benar. Mungkin aku terlalu bersemangat. Tapi aku hanya ingin menangkap intensitas perasaanku, luapan emosiku. Aku ingin penonton merasa seperti berada di pusaran badai."

Kahar tersenyum, lalu berkata lembut, "Dan itu bagus, Kobar. Tapi mungkin, kali ini kamu bisa mengarahkan badai itu ke arah tertentu. Biar kita nggak cuma terhempas, tapi juga bisa merasakan pesan di baliknya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun