Hari itu, Kobar tampak serius di depan kanvas putihnya. Ia sudah bersumpah akan mencoba sesuatu yang benar-benar baru. Setelah sempat "gagal" dengan eksperimen surealis yang dihancurkan oleh kritikan tajam dari Kahar, Badu, dan Rijal, Kobar kali ini memilih aliran yang berbeda. Ia beralih ke impresionisme.
"Ini kan aliran yang ringan, penuh warna-warni, dan fokus pada permainan cahaya. Nggak mungkin mereka bisa kritik habis-habisan lagi," gumam Kobar sambil menggenggam kuas dengan penuh semangat.
Dengan sapuan cepat, Kobar mulai melukis. Ia tidak lagi terpaku pada detail, melainkan fokus pada kesan umum dari pemandangan taman di sore hari. Warna-warna yang cerah, sapuan kuas yang pendek dan terputus, dan permainan cahaya yang berpadu dengan bayangan pohon membuat Kobar merasa seolah-olah dirinya sudah menjadi Monet versi lokal.
Satu jam kemudian, Kahar, Badu, dan Rijal datang seperti biasa. Mereka berdiri mengelilingi Kobar yang masih sibuk menyempurnakan "ilusi" matahari terbenam di kanvasnya.
"Wah, wah, apa ini? Kobar sekarang jadi seniman cahaya dan bayangan, nih?" tanya Badu dengan nada mengejek.
Kobar, yang sudah siap dengan jawaban elegannya, menatap Badu dengan anggun. "Ini impresionisme, kawan. Bukan soal detail, tapi soal kesan. Aku tidak sedang melukis apa yang aku lihat, tapi apa yang aku rasakan."
Kahar mencondongkan badannya, mendekati lukisan itu. "Oh, jadi ini taman, ya? Hmm... aku pikir tadi ini lukisan kebakaran di hutan. Warna-warnanya agak meledak-ledak, ya."
Kobar tersenyum percaya diri. "Itulah esensinya! Warna-warna ini bukan untuk mereplikasi kenyataan, tapi untuk mengekspresikan atmosfer. Kamu harus merasakannya, Kahar."
Rijal, yang biasanya paling bijak di antara mereka, mengamati lukisan itu dengan serius. "Kobar, aku mengerti kamu mencoba menangkap cahaya dan bayangan. Tapi... kenapa pohon-pohon ini terlihat seperti sedang kabur dari angin badai? Apa kamu pakai kuas atau sapu untuk mengerjakannya?"
Kobar terdiam sejenak. "Rijal, ini memang gaya impresionis. Sapuan kuasnya cepat dan terfragmentasi. Gaya ini tidak memedulikan detail kecil, melainkan keseluruhan kesan dari suatu momen."
Badu yang dari tadi menahan tawa akhirnya tak bisa lagi menahan ledakan tawanya. "Kobar, aku serius. Kamu bilang ini taman sore hari, tapi di mana tamannya? Mana orang-orang yang biasanya jalan-jalan? Semua yang ada di sini cuma gumpalan warna. Apa mereka sedang sembunyi di balik bayangan?"