Kahar langsung membela, "Ya, kalau kamu bisa membela konsep di baliknya dengan baik, kenapa tidak? Seni itu kebebasan, Rijal. Dan lukisan abstrak adalah bentuk seni yang paling bebas. Apa pun bisa jadi karya seni, asalkan ada konsep yang mendalam di belakangnya."
Badu mengerutkan dahi lagi. "Tunggu dulu, Kahar. Jadi seni sekarang nggak harus bagus atau terlihat seperti apa pun? Cukup bikin sesuatu yang aneh, terus kasih konsep yang susah-susah, dan orang akan menganggapnya hebat?"
Kobar, dengan wajah penuh percaya diri, menjawab. "Tepat! Kamu mengerti, Badu! Abstrak itu soal kebebasan mutlak. Bahkan yang terlihat acak sekalipun bisa menyimpan kedalaman makna yang luar biasa, kalau kamu tahu cara menafsirkannya."
Rijal mengangkat alis. "Jadi kalian benar-benar percaya kalau seni abstrak ini lebih tentang kata-kata yang menjelaskan daripada karya itu sendiri? Aku rasa yang jadi seniman sebenarnya adalah si pembuat deskripsi, bukan si pelukis."
Kobar menyela cepat, "Itu tidak benar! Karya seni itu berbicara dengan caranya sendiri. Lihat lagi goresan ini, Rijal. Apa kamu tidak merasakan intensitasnya? Ini adalah representasi visual dari kekacauan yang indah, dari ketidakpastian hidup yang akhirnya menemukan harmoni dalam keacakan."
Rijal mendekatkan wajahnya ke kanvas, menatap lebih dekat cipratan-cipratan cat itu, lalu dengan nada bercanda berkata, "Aku rasa ini cuma seperti seseorang yang marah karena makanannya jatuh ke lantai."
Badu tertawa terbahak-bahak. "Iya, iya! Aku setuju dengan Rijal kali ini. Ini mirip sekali sama lantai dapur setelah aku masak, penuh dengan bumbu dan saus yang tumpah di mana-mana."
Kobar memutar mata, kesal. "Kalian berdua ini tidak paham seni abstrak. Kalian masih terjebak pada kebutuhan untuk melihat sesuatu yang konkret, sesuatu yang 'nyata.' Tapi seni abstrak itu adalah refleksi dari dunia yang tak terjelaskan. Bukan sekadar tentang apa yang terlihat, tapi apa yang dirasakan."
Rijal, dengan nada lebih serius, akhirnya berkata, "Kobar, seni itu bisa macam-macam. Aku bukan anti-abstrak. Tapi terkadang aku merasa, banyak seniman dan kritikus sekarang terlalu memaksakan konsep besar di balik sesuatu yang mungkin cuma kebetulan atau hasil iseng. Kalau seni abstrak terus-terusan diselimuti oleh jargon yang sulit dipahami, kita justru mengasingkan orang dari seni itu sendiri."
Kahar tersenyum sinis. "Jadi menurutmu seni abstrak ini nggak layak?"
Rijal mengangkat bahu. "Layak atau tidak, bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah, apakah kita membuat seni hanya supaya terlihat intelektual, atau kita benar-benar ingin menyampaikan sesuatu yang jujur? Kadang aku merasa, beberapa orang terlalu takut untuk jujur dan mengakui kalau mereka cuma nggak paham apa yang mereka lihat."