Di sebuah warung kopi yang ramai, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal berkumpul dengan segelas kopi di tangan masing-masing. Topik yang hangat hari ini adalah kabar terbaru mengenai pengangkatan artis sebagai menteri. Berita itu menghebohkan publik, dan keempat sahabat ini tidak ingin ketinggalan.
Kobar, yang selalu kritis, membuka percakapan. "Eh, lu semua udah denger belum? Sekarang kita punya menteri artis! Keren, kan? Siapa yang nyangka, dari bintang sinetron jadi menteri!"
Badu, yang duduk di sebelah Kobar, langsung menimpali dengan semangat. "Iya, Bor! Dan dia udah janji bakal bawa 'warna baru' ke pemerintahan. Gue jadi penasaran, warna apa yang dimaksud? Merah, hijau, atau ungu?"
Semua tertawa, tapi Kahar berusaha tetap serius. "Eh, tunggu dulu. Mungkin ini kesempatan buat ngasih perspektif baru di kabinet. Kita harus terbuka sama inovasi."
Rijal, yang selama ini lebih tenang, menyela. "Inovasi atau drama? Yang kita butuhkan sekarang ini pemimpin yang paham masalah rakyat, bukan yang bisa pamer gaya di layar kaca. Lu inget kan, dia lebih sering main sinetron daripada bikin kebijakan."
Kobar mengangguk. "Bener! Gue jadi penasaran, apakah dia bakal bikin program 'Sinetron untuk Rakyat'? 'Hari-hari tanpa baper, kita bersatu!' Hahaha!"
Badu tidak mau kalah. "Jangan-jangan, kabinetnya juga bakal ada artis-artis lain. Mungkin kita akan punya menteri olahraga dari juara tinju, atau menteri pendidikan yang dulunya guru vokal!"
Kahar mencoba meluruskan. "Tapi jangan langsung skeptis, guys. Mungkin menteri baru ini punya visi dan misi yang jelas. Dia bisa menarik perhatian anak muda untuk peduli sama politik."
Rijal menimpali, "Iya, tapi apa yang dia tawarkan? Cuma artis yang bisa ngelucu di TV? Atau kita bakal dapat program yang lebih berorientasi ke hiburan daripada solusi nyata?"
Kobar tidak bisa menahan tawa. "Lu tahu kan, sebelum dia jadi menteri, artis itu terkenal dengan istilah 'baper'. Sekarang, gue harap jangan sampai menteri kita baper tiap kali dia di kritik!"
Badu melanjutkan dengan nada sarkastis. "Nanti kita bisa nonton siaran langsung, 'Menteri Baper', setiap Jumat malam! Dengan bintang tamu para pemimpin lainnya. Lihat deh, pemimpin kita pasti pada ganti baju sepertiga jalan, dan muncul dengan make-up yang flawless!"
Kahar menggelengkan kepala, tapi senyumnya tidak bisa disembunyikan. "Ya, ini sih semua tergantung kemampuannya. Apakah dia bisa bertransformasi dari artis menjadi pemimpin yang bijak, atau apakah dia hanya menjadi bintang tamu dalam pemerintahan?"
Rijal, yang memang dikenal paling skeptis, menggeram. "Jangan-jangan, kita akan melihat lebih banyak 'crossover' di kabinet. Apa lagi, artis itu pasti akan ngajak temannya, dan kita akan punya Menteri Ekonomi yang dulunya pemain film action!"
Kobar menyambar, "Ya ampun! Gue bisa bayangin rapat kabinet, di mana para menteri beradu akting. 'Kita harus memerangi kemiskinan!' 'Tapi bagaimana, pak?' 'Kita harus bikin sinetron tentang itu!'"
Semua tertawa terbahak-bahak, namun tawa itu tidak sepenuhnya menutupi kekhawatiran mereka. Kahar mencoba membangun suasana positif kembali. "Tapi yang harus kita ingat, walaupun dia artis, kalau dia serius dalam menjalani tanggung jawabnya, kenapa tidak? Kita butuh perubahan, kan?"
Badu mengangguk setuju, meskipun masih dengan nada skeptis. "Iya, semoga saja menteri baru kita ini lebih dari sekadar wajah cantik atau tampan di layar kaca. Kalau cuma itu, kita semua bisa jadi menteri! Hahaha!"
Kobar menepuk meja dengan semangat. "Dan jangan lupa, dia juga harus paham cara menyelesaikan masalah, bukan hanya menghibur. Kalau tidak, kita bisa sebut kabinet ini 'Kabinet Komedi'!"
Rijal tertawa, tetapi wajahnya tetap serius. "Akhirnya, kita semua bisa jadi juri. Kita bisa kasih rating untuk setiap kebijakan yang diambil. Di akhir periode, siapa yang dapat 'bintang terburuk'? Atau 'bintang terfavorit'?"
Kahar tersenyum. "Kalau gitu, kita bikin program 'Talk Show Politik'! Nanti kita undang semua menteri dan kasih mereka pertanyaan sulit. Kalau mereka bisa jawab, mereka menang!"
Kobar menambahkan, "Dan kalau tidak bisa, ya sudah. Mereka harus tampil di reality show, 'Baper di Kementerian'! Hahaha!"
Dengan tawa dan canda, mereka melanjutkan diskusi, menanti hasil kerja menteri baru. Di tengah semua lelucon dan kritik, ada harapan tersisa bahwa artis yang kini jadi menteri bisa membawa perubahan nyata, bukan sekadar drama di layar kaca.
Namun, satu hal pasti: mereka akan selalu siap dengan popcorn, menunggu pertunjukan politik yang akan datang---entah itu drama, komedi, atau bahkan tragedi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H