Kobar, yang biasanya paling keras mengkritik, kali ini mengangguk setuju. "Iya, Har. Mau nggak mau, kita harus tunggu. Tapi, gue harap 100 hari kedua dia nggak cuma diisi dengan potong pita dan foto-foto lagi."
Badu tersenyum lebar. "Iya, Bor. Gue nggak butuh lagi lihat presiden potong pita jalan tol baru atau pamer proyek. Gue butuh lihat rakyat bisa makan dengan tenang, nggak ketar-ketir mikirin harga bahan pokok naik terus."
Rijal menutup percakapan dengan kalimat bijaknya. "Yah, semoga di sisa masa pemerintahannya, presiden baru ini bisa ngasih bukti, bukan cuma janji. Kalau nggak, 100 hari pertama ini bakal diingat sebagai seribu alasan."
Dengan tawa kecil yang masih tersisa, mereka melanjutkan obrolan santai lainnya. Namun di balik gurauan mereka, ada keresahan yang tak terucap---keresahan tentang masa depan yang masih abu-abu, dan tentang 100 hari yang sudah berlalu tanpa perubahan berarti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H