Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Bertepuk Sebelah Tangan

20 Oktober 2024   15:36 Diperbarui: 20 Oktober 2024   15:45 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi sawah dan pohon kelapa, Kobar dan Kahar adalah sahabat karib yang tak terpisahkan. Satu hobi, satu tujuan, dan satu penghalang: cinta. Mereka selalu bersaing dalam segala hal, termasuk dalam urusan hati. Namun, kali ini, persaingan mereka berujung pada kisah cinta bertepuk sebelah tangan.

Suatu sore yang cerah, saat matahari mulai turun ke ufuk barat, mereka berkumpul di warung kopi sambil menyeruput minuman dingin. Di sebelah warung, ada sebuah panggung mini untuk pertunjukan musik, di mana banyak pemuda dan pemudi berkumpul.

Kobar, yang terkenal humoris, mulai bercerita, "Kawan-kawan, aku baru saja mendengar berita tentang Cinta, si gadis cantik dari desa sebelah. Katanya, dia sedang mencari pria dengan sifat sempurna."

Kahar, yang penuh percaya diri, langsung menyela, "Sempurna? Itu pasti aku! Aku punya semua syarat: tampan, pintar, dan, oh ya, aku bisa memasak nasi goreng!"

Badu, sahabat mereka yang selalu skeptis, menegur, "Eh, Kahar! Jangan sombong. Cinta itu bukan cuma soal tampang dan masakan. Ada yang namanya 'perasaan'. Bagaimana jika dia tidak suka nasi gorengmu?"

Rijal, si pengamat yang selalu santai, menambahkan, "Sebaiknya kamu coba mendekatinya. Tapi ingat, jangan sampai bertepuk sebelah tangan. Itu sakit, lho!"

Kobar dengan senyuman licik berkata, "Kahar, bagaimana jika kita mengadakan kompetisi? Siapa yang berhasil membuat Cinta jatuh cinta lebih dulu, dia yang menang!"

Kahar setuju, "Baik! Mari kita lakukan. Siapa takut?"

Hari-hari berlalu, dan Kahar berusaha keras memikat Cinta. Dia sering terlihat membawa makanan ke rumah Cinta, dengan harapan bisa mengesankan gadis itu. Sementara itu, Kobar juga mencoba berbagai cara, termasuk membawakan Cinta bunga dan puisi yang dia buat sendiri. Sayangnya, semua usaha itu berakhir sia-sia.

Suatu sore, saat Cinta mengadakan acara kumpul-kumpul di rumahnya, Kobar dan Kahar datang bersamaan. Cinta, dengan senyum manisnya, menyapa mereka berdua. "Wah, terima kasih sudah datang! Hari ini aku punya kejutan untuk kalian!"

Kahar, dengan percaya diri, menjawab, "Kejutan? Apa itu? Apakah kau ingin memilih salah satu dari kami untuk menjadi... kekasihmu?"

Cinta tertawa, "Oh, tidak, Kahar! Sebetulnya, aku baru saja jatuh cinta pada seseorang!"

Kedua sahabat itu terpaku. Kobar dan Kahar saling memandang, dan Kahar tidak bisa menahan diri. "Siapa? Siapa pria beruntung itu?"

Cinta menjawab dengan penuh semangat, "Dia adalah Rijal! Dia selalu bisa membuatku tertawa!"

Kedua sahabat itu langsung terdiam. Rijal, yang selama ini selalu diam-diam menyaksikan persaingan mereka, tidak bisa menahan tawa. "Aku tidak tahu bahwa aku sudah menjadi bagian dari kompetisi ini!"

Kobar dan Kahar langsung merasa hancur. Kahar berkomentar, "Ternyata kita berdua... bertepuk sebelah tangan!"

Badu, yang tidak mau ketinggalan, menghibur, "Jangan berkecil hati, Kobar dan Kahar. Setidaknya, kalian sudah berusaha. Cinta itu kadang memang tidak adil, dan tidak selalu tentang siapa yang paling tampan atau bisa memasak."

Kahar menggelengkan kepala, "Tapi bagaimana aku bisa melupakan semua usaha itu? Semua bunga dan puisi yang aku buat?"

Rijal yang selalu bersikap santai menjawab, "Mungkin, daripada meratapi cinta yang tidak terbalas, lebih baik kita bersyukur telah memiliki persahabatan yang luar biasa. Lagipula, cinta itu tidak melulu tentang memiliki."

Kobar, yang sempat merasa kecewa, tiba-tiba tersenyum. "Benar juga! Kita bisa terus bersahabat meski cinta tak berbalas. Justru, semua ini bisa menjadi lelucon lucu untuk kita ceritakan di masa depan!"

Mereka pun tertawa bersama, mengabaikan rasa sakit hati yang tersisa. Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal bersepakat untuk merayakan persahabatan mereka, dan biarkan cinta bertepuk sebelah tangan menjadi pelajaran yang berharga.

Sejak hari itu, mereka lebih memilih untuk saling mendukung dan merayakan kebersamaan, sambil menanti cinta yang lebih baik di masa depan. Di tengah tawa dan cerita, mereka menyadari bahwa persahabatan yang tulus lebih berharga daripada cinta yang hanya bertepuk sebelah tangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun