Kahar, dengan percaya diri, menjawab, "Kejutan? Apa itu? Apakah kau ingin memilih salah satu dari kami untuk menjadi... kekasihmu?"
Cinta tertawa, "Oh, tidak, Kahar! Sebetulnya, aku baru saja jatuh cinta pada seseorang!"
Kedua sahabat itu terpaku. Kobar dan Kahar saling memandang, dan Kahar tidak bisa menahan diri. "Siapa? Siapa pria beruntung itu?"
Cinta menjawab dengan penuh semangat, "Dia adalah Rijal! Dia selalu bisa membuatku tertawa!"
Kedua sahabat itu langsung terdiam. Rijal, yang selama ini selalu diam-diam menyaksikan persaingan mereka, tidak bisa menahan tawa. "Aku tidak tahu bahwa aku sudah menjadi bagian dari kompetisi ini!"
Kobar dan Kahar langsung merasa hancur. Kahar berkomentar, "Ternyata kita berdua... bertepuk sebelah tangan!"
Badu, yang tidak mau ketinggalan, menghibur, "Jangan berkecil hati, Kobar dan Kahar. Setidaknya, kalian sudah berusaha. Cinta itu kadang memang tidak adil, dan tidak selalu tentang siapa yang paling tampan atau bisa memasak."
Kahar menggelengkan kepala, "Tapi bagaimana aku bisa melupakan semua usaha itu? Semua bunga dan puisi yang aku buat?"
Rijal yang selalu bersikap santai menjawab, "Mungkin, daripada meratapi cinta yang tidak terbalas, lebih baik kita bersyukur telah memiliki persahabatan yang luar biasa. Lagipula, cinta itu tidak melulu tentang memiliki."
Kobar, yang sempat merasa kecewa, tiba-tiba tersenyum. "Benar juga! Kita bisa terus bersahabat meski cinta tak berbalas. Justru, semua ini bisa menjadi lelucon lucu untuk kita ceritakan di masa depan!"
Mereka pun tertawa bersama, mengabaikan rasa sakit hati yang tersisa. Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal bersepakat untuk merayakan persahabatan mereka, dan biarkan cinta bertepuk sebelah tangan menjadi pelajaran yang berharga.