Di sebuah desa kecil yang penuh kedamaian, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal adalah sahabat karib yang sering menghabiskan waktu bersama. Suatu sore, sambil menikmati segelas es kelapa muda di warung kopi, mereka mulai berdiskusi tentang tema yang akhir-akhir ini sering dibicarakan: 'indahnya berbagi'.
Kobar, si pengamat, memulai. "Teman-teman, kalian tahu kan, berbagi itu penting. Tapi sering kali, orang-orang lebih suka menyimpan semuanya untuk diri sendiri. Contohnya, lihat saja si Udin. Dia punya kebun mangga yang berbuah lebat, tapi saat panen, dia hanya menjualnya ke pasar tanpa memberi tetangga!"
Kahar mengangguk. "Iya, Kob! Padahal, kalau dia mau berbagi sedikit, semua orang pasti senang. Mungkin dia bisa mengadakan 'Mangga Party' di desanya, di mana semua orang bisa datang dan menikmati hasil panennya!"
Badu, si jokester, tak mau ketinggalan. "Atau dia bisa membuat 'Mangga Gratis' di depan rumahnya, sambil menyiapkan spanduk besar: 'Berbagi Itu Indah, Siapa Takut Kelaparan?'"
Rijal, yang biasanya pendiam, menambahkan, "Tapi itu bukan hanya masalah mangga. Dalam masyarakat kita, berbagi itu sering kali hanya menjadi slogan tanpa praktik. Lihat saja program bantuan sosial. Banyak yang mengklaim berbagi, tapi saat bantuan sampai, mereka malah menggunakan bahan bantuan itu untuk kepentingan pribadi."
Kobar mengangguk setuju. "Dan itu membuat orang-orang merasa tidak percaya satu sama lain. Seharusnya, kita bisa membangun semangat berbagi dengan melakukan kegiatan yang nyata. Misalnya, kegiatan bersih-bersih desa, di mana setiap orang membawa sesuatu yang bisa dibagikan."
Kahar tersenyum. "Dan setelah bersih-bersih, kita bisa mengadakan acara makan bersama. Semua yang terlibat harus membawa satu hidangan untuk dibagikan. Namanya saja, Indahnya Berbagi!"
Badu menambahkan, "Kita bisa mengundang si Udin! Mungkin dia mau membawa mangga dan menjadikannya sebagai bahan utama salad! Ayo kita buat salad mangga dengan tambahan canda tawa!"
Rijal melanjutkan, "Dan kita bisa mengundang anak-anak di desa untuk ikut berpartisipasi. Mereka bisa membawa mainan yang sudah tidak terpakai lagi untuk dibagikan kepada teman-teman mereka. Sekali lagi, kita tunjukkan bahwa berbagi itu menyenangkan!"
Mereka semua setuju dan mulai merencanakan acara Indahnya Berbagi. Dengan penuh semangat, mereka menghubungi tetangga dan mengundang mereka untuk bergabung. Ketika hari acara tiba, desa itu dipenuhi gelak tawa dan keceriaan. Semua orang saling berbagi makanan, cerita, dan bahkan permainan.
Udin, yang awalnya skeptis, akhirnya membawa beberapa mangga dan berpartisipasi dalam salad mangga yang mereka buat. Melihat semua orang menikmati hidangannya, hatinya mulai terbuka. Dia pun berkomentar, "Ternyata berbagi itu bikin hati kita hangat! Mengapa aku tidak melakukan ini sebelumnya?"
Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal saling memandang dengan senyum puas. Mereka menyadari bahwa kebahagiaan itu tidak hanya berasal dari apa yang kita miliki, tetapi juga dari apa yang kita bagi dengan orang lain. Dengan berbagi, mereka bukan hanya menyalakan semangat persahabatan, tetapi juga menguatkan ikatan dalam komunitas.
Malam itu, saat pulang, mereka merasa bahwa meskipun acara sederhana, efeknya sangat besar. Mereka tidak hanya berbagi makanan, tetapi juga menciptakan kenangan indah yang akan diingat semua orang.
Karena pada akhirnya, indahnya berbagi bukan hanya tentang memberi, tetapi juga tentang merayakan kehidupan bersama. Dengan senyuman di wajah mereka, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal bertekad untuk terus menyebarkan semangat berbagi di desa mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H