Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Saatnya Menepi

18 Oktober 2024   12:46 Diperbarui: 18 Oktober 2024   12:49 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kobar semakin bersemangat, "Justru itu poinnya, Rijal! Menepi bukan kabur. Kita hanya mundur sejenak, biar nggak terbawa arus yang makin deras. Lihat saja di media sosial, orang-orang pamer liburan, beli barang mewah, seolah-olah hidup mereka sempurna. Padahal, belum tentu mereka benar-benar bahagia."

Badu tiba-tiba berkata dengan nada penuh guyon, "Tapi kalau nggak lihat mereka pamer, gimana kita tahu hidup mereka susah? Kadang lucu juga ngeliatin orang pamer barang, tapi utangnya numpuk di belakang!"

Semua tertawa lepas. Badu memang punya bakat mengendurkan suasana dengan candaan segar.

Kahar, yang lebih serius, menambahkan, "Tapi ada benarnya juga. Sekarang orang pamer, pamer lagi, sampai kita lupa menikmati hidup yang sederhana. Mungkin benar, sesekali kita perlu berhenti dan nggak terlalu peduli dengan semua itu. Mungkin menepi adalah cara kita menyelamatkan diri."

Rijal menatap kosong ke depan, merenung. "Tapi, kalau kita semua menepi, siapa yang akan mengubah keadaan? Kalau semua orang cuma menarik diri, dunia ini bisa makin kacau. Menepi bukan berarti kita diam selamanya, kan?"

Kobar tersenyum penuh kebijaksanaan palsu, "Tentu tidak, Rijal. Menepi artinya istirahat sejenak, lalu kembali dengan perspektif yang lebih jernih. Setelah menepi, kita bisa kembali lebih bijak, lebih tenang menghadapi dunia yang penuh kebisingan ini."

Badu menggaruk kepala, "Tapi gimana caranya menepi kalau semua orang sekitar kita nggak berhenti ribut? Tetangga tiap hari rebutan parkir, orang-orang di jalan saling klakson, media sosial rame terus. Gimana caranya menepi kalau hidup kita sendiri kayak hutan belantara?"

Kahar menjawab dengan tenang, "Menepi nggak harus secara fisik, Badu. Menepi bisa di hati dan pikiran. Kita batasi diri dari hal-hal yang bikin kita tertekan. Mungkin kurangin sosial media, nggak usah terlalu ikut-ikutan soal tren, dan nggak usah merasa harus punya segalanya."

Rijal tersenyum kecil, "Jadi menepi dari segala keinginan yang nggak penting, ya?"

Kobar mengangguk penuh semangat, "Tepat! Keinginan yang tak terpuaskan itulah yang bikin kita makin stres. Orang-orang sekarang kayaknya nggak pernah puas. Mau ini, mau itu, padahal yang dimau nggak akan pernah habis."

Badu kembali tertawa, "Jadi, kita ini sebenarnya sudah capek ikut lomba yang nggak ada finish-nya. Udah capek lari, tapi nggak tahu kita lari buat apa."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun