Rijal menggoda, "Hanya itu saja, Badu? Berani berbicara ketika kamu sudah tidak bisa menjawab?"
Badu membalas dengan senyuman. "Tapi itu tetap berani, kan?"
Giliran Rijal. "Aku juga berani! Aku mengajak seorang teman yang selalu sendiri untuk bergabung dengan kelompok belajar kita. Awalnya dia ragu, tetapi sekarang dia mulai aktif dan lebih percaya diri!"
Kobar bangga mendengarnya. "Keren! Dan aku... aku berani mengingatkan temanku yang suka merokok tentang bahayanya. Dia marah saat itu, tetapi kemudian dia berterima kasih padaku."
Semua saling berbagi cerita dan mendukung satu sama lain. Di akhir pertemuan, mereka menyadari bahwa keberanian yang benar bukan hanya tentang berbicara, tetapi juga tentang bertindak demi kebaikan orang lain.
"Jadi, berani itu bukan hanya tentang tindakan heroik, kan?" Kobar menyimpulkan. "Tetapi juga tentang berani mengingatkan dan peduli pada orang-orang di sekitar kita."
Kahar mengangguk setuju. "Betul! Kadang, kebenaran itu bisa menyakitkan, tetapi jika kita melakukannya dengan niat baik, semua bisa lebih baik."
Badu, dengan senyuman nakal, menambahkan, "Ya, tapi jangan berani sok jagoan, seperti si Rijal yang ambil sisa makanan!"
Semua tertawa, dan mereka menikmati kopi sambil merayakan keberanian yang mereka tunjukkan dalam seminggu. Dengan semangat baru, mereka bertekad untuk terus berani karena benar, meskipun terkadang langkah kecil itu bisa membawa dampak besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H