Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kebenaran yang Relatif

16 Oktober 2024   15:01 Diperbarui: 16 Oktober 2024   15:08 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari perdebatan tiba, dan warga desa berkumpul untuk menyaksikan acara tersebut. Kobar, sebagai moderator, membuka debat. "Selamat datang di debat hari ini! Mari kita lihat apakah kebenaran itu mutlak atau relatif!"

Kahar, mewakili tim kebenaran mutlak, mulai dengan percaya diri. "Saya yakin bahwa kebenaran itu mutlak. Misalnya, hukum gravitasi. Apa pun yang kita lakukan, benda akan jatuh ke tanah. Itu adalah kebenaran yang tidak bisa disangkal!"

Rijal, yang berada di tim kebenaran relatif, menjawab, "Tapi, ada kalanya hukum gravitasi bisa dibantah. Misalnya, saat kita melihat pesawat terbang. Ia terbang meskipun beratnya sangat besar. Jadi, bisa jadi kebenaran tidak selamanya mutlak!"

Badu, tidak mau kalah, berdiri dan berkata, "Kita harus mengingat bahwa dalam kehidupan sehari-hari, ada banyak sudut pandang. Apa yang kita anggap benar bisa dipengaruhi oleh budaya, agama, dan pengalaman masing-masing."

Kahar merespons, "Tapi bukankah ada kebenaran yang diakui secara universal? Seperti bahwa membunuh itu salah? Itu mutlak!"

Kobar mengangkat tangan. "Tunggu, Kahar. Dalam beberapa budaya, ada tradisi yang mungkin tampak aneh bagi kita, tetapi mereka menganggapnya benar. Misalnya, ada budaya yang melakukan pengorbanan sebagai bagian dari ritual. Apakah kita bisa mengatakan itu salah hanya karena kita tidak setuju?"

Masyarakat desa mulai terlibat. Beberapa penduduk memberi pendapat mereka, dan suasana semakin hangat.

"Menurut saya, semua orang berhak punya pendapat," kata Ibu Tini, pemilik warung kopi. "Tapi jika semua orang merasa benar, lalu bagaimana kita bisa menemukan kesepakatan?"

"Jadi, kita semua hidup dalam kebenaran kita masing-masing, ya?" tanya seorang pemuda dari kerumunan.

"Persis!" jawab Rijal. "Tapi itu tidak berarti kita tidak bisa belajar dari orang lain."

Perdebatan berlanjut dengan banyak tawa dan candaan. Di tengah suasana tersebut, Kobar melihat ke arah Kahar dan Badu, yang tampak semakin bersemangat dalam berargumen. "Kita tidak akan pernah bisa menentukan siapa yang benar sepenuhnya. Mungkin, nilai kebenaran itu terletak pada kemampuan kita untuk menghargai pendapat orang lain."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun