Setelah berhari-hari merekam video, editing, dan berjuang melawan kebosanan, mereka akhirnya memposting vlog pertama mereka. Sambil menunggu reaksi dari penonton, mereka menghabiskan waktu dengan cara mereka sendiri: tidur, makan, dan berkumpul.
Beberapa hari kemudian, vlog mereka menjadi viral! Banyak orang di desa dan bahkan kota lain mulai menonton dan membagikan video tersebut. Mereka mulai mendapatkan tawaran iklan dari berbagai produk, termasuk mie instan dan nasi goreng instan.
Dengan uang yang mulai mengalir, Kobar dan kawan-kawan memutuskan untuk membuka warung nasi goreng. Kahar akhirnya setuju, meski dengan wajah masam. "Baiklah, mari kita wujudkan ini! Tapi, kita tidak akan memasak sendiri. Kita harus cari tukang masak yang lebih baik!"
Warung mereka pun dibuka, dan anehnya, meski mereka tidak memasak, pelanggan justru membludak. Mereka tertawa melihat iklan yang ditampilkan di video mereka, dan banyak yang datang hanya untuk melihat "Tim Patah Hati" secara langsung.
Mereka pun menikmati kesuksesan dengan pemandangan yang ironis. Hidup susah yang pernah mereka alami kini menjadi bahan tertawa, bukan lagi beban. Mereka menyadari bahwa hidup susah memang harus dilalui, tetapi tidak perlu dibikin susah.
"Ini semua berkat kekonyolan kita," kata Kobar sambil tertawa. Kahar, Badu, dan Rijal mengangguk setuju, saling menatap dan menyadari bahwa persahabatan mereka adalah hal terpenting yang selalu menghibur dalam setiap situasi.
Dan sejak saat itu, mereka terus melanjutkan perjalanan mereka, tetap ceria, sambil berbagi kebahagiaan dengan cara yang paling konyol---hidup susah, tapi tak pernah dibikin susah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H