Di sebuah desa yang terletak di pinggiran kota, hiduplah empat sahabat karib: Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal. Mereka dikenal sebagai "Tim Patah Hati," bukan karena cinta yang tidak berbalas, tetapi karena nasib mereka yang selalu saja sial. Meski hidup di tengah kesulitan, mereka percaya bahwa hidup susah jangan dibikin susah, dan itulah yang membuat mereka tetap ceria.
Suatu pagi, ketika matahari bersinar dengan lembut, Kobar datang dengan ide cemerlang. "Geng, kita harus memulai usaha baru! Kita bisa buka warung nasi goreng! Kita kan jago masak," teriaknya penuh semangat.
Kahar, yang selalu skeptis, mengernyitkan dahi. "Warung? Dengan modal kita yang pas-pasan? Belum lagi bumbu-bumbunya mahal!"
Badu, yang lebih suka tidur ketimbang berdiskusi, menanggapi dengan menguap. "Nasi goreng? Kenapa tidak kita jual nasi mentah saja? Itu lebih gampang."
Rijal, yang terkenal optimis meski sering jadi bahan olok-olokan, berkata, "Tidak, teman-teman! Kita bisa mencari sponsor. Kita ajak Pak Lurah untuk mendukung usaha kita."
Mereka pun sepakat untuk mengunjungi Pak Lurah. Setelah berjam-jam menunggu di depan rumah Pak Lurah, mereka akhirnya bisa masuk. Namun, harapan mereka pupus ketika Pak Lurah justru menawarkan mereka pekerjaan di kebun sayurnya dengan imbalan satu piring sayur per hari.
Menyadari bahwa hidup memang tidak mudah, mereka kembali ke rumah sambil bercanda. Kobar tiba-tiba mengusulkan, "Bagaimana kalau kita bikin vlog tentang kehidupan susah kita? Banyak orang yang bisa terhibur, dan siapa tahu bisa viral!"
Kahar, yang tak pernah setuju dengan ide Kobar, langsung menyela, "Vlog? Siapa yang mau nonton kita? Kita kan bukan artis, cuma masyarakat susah."
Namun, Badu, yang masih setengah sadar, berkomentar, "Iya, mungkin kita bisa pamer kehidupan susah kita sambil menari."
Rijal melompat dengan semangat. "Kita bisa bikin tantangan! 'Hidup Susah Jangan Dibikin Susah'! Kita akan ajak orang-orang untuk menunjukkan cara mereka menghadapi kesulitan hidup!"
Setelah berhari-hari merekam video, editing, dan berjuang melawan kebosanan, mereka akhirnya memposting vlog pertama mereka. Sambil menunggu reaksi dari penonton, mereka menghabiskan waktu dengan cara mereka sendiri: tidur, makan, dan berkumpul.
Beberapa hari kemudian, vlog mereka menjadi viral! Banyak orang di desa dan bahkan kota lain mulai menonton dan membagikan video tersebut. Mereka mulai mendapatkan tawaran iklan dari berbagai produk, termasuk mie instan dan nasi goreng instan.
Dengan uang yang mulai mengalir, Kobar dan kawan-kawan memutuskan untuk membuka warung nasi goreng. Kahar akhirnya setuju, meski dengan wajah masam. "Baiklah, mari kita wujudkan ini! Tapi, kita tidak akan memasak sendiri. Kita harus cari tukang masak yang lebih baik!"
Warung mereka pun dibuka, dan anehnya, meski mereka tidak memasak, pelanggan justru membludak. Mereka tertawa melihat iklan yang ditampilkan di video mereka, dan banyak yang datang hanya untuk melihat "Tim Patah Hati" secara langsung.
Mereka pun menikmati kesuksesan dengan pemandangan yang ironis. Hidup susah yang pernah mereka alami kini menjadi bahan tertawa, bukan lagi beban. Mereka menyadari bahwa hidup susah memang harus dilalui, tetapi tidak perlu dibikin susah.
"Ini semua berkat kekonyolan kita," kata Kobar sambil tertawa. Kahar, Badu, dan Rijal mengangguk setuju, saling menatap dan menyadari bahwa persahabatan mereka adalah hal terpenting yang selalu menghibur dalam setiap situasi.
Dan sejak saat itu, mereka terus melanjutkan perjalanan mereka, tetap ceria, sambil berbagi kebahagiaan dengan cara yang paling konyol---hidup susah, tapi tak pernah dibikin susah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI