Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Baik di Tengah Kondisi yang Memburuk

10 Oktober 2024   09:25 Diperbarui: 10 Oktober 2024   09:42 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam situasi kehidupan yang semakin sulit dan penuh ketidakpastian, menjadi baik sering kali dianggap sebagai tindakan yang naif atau bahkan dianggap kelemahan. Dunia yang semakin kompleks---di mana konflik sosial, ketidakadilan, dan kemerosotan moral tampak di mana-mana---mendorong banyak orang untuk mempertanyakan relevansi kebaikan di tengah kondisi yang memburuk. Mengapa tetap berbuat baik ketika dunia terasa semakin keras ? Apakah menjadi baik di tengah kondisi yang memburuk hanyalah bentuk ketidakberdayaan ? Atau, justru sebaliknya, apakah itu tindakan keberanian yang paling dibutuhkan saat ini ?

Realitas yang Memburuk : Kegagalan Kebaikan ?

Ketika kondisi semakin memburuk---apakah itu ketidakpastian ekonomi, krisis sosial, atau merosotnya moralitas dalam berbagai sektor---orang sering kali terdorong untuk bertindak pragmatis. "Bertahan hidup" menjadi prioritas utama, dan sering kali nilai-nilai kebaikan dianggap sebagai kemewahan yang tidak bisa dipraktikkan dalam kondisi yang keras. Kita melihat, misalnya, dalam masyarakat yang dilanda krisis, orang lebih cenderung mengabaikan norma-norma kebaikan demi kepentingan pribadi, termasuk melakukan tindakan yang tidak etis demi bertahan hidup.

Hal ini menimbulkan pertanyaan: Apakah kebaikan gagal dalam menghadapi realitas yang semakin memburuk ? Banyak yang beranggapan bahwa berbuat baik menjadi tidak relevan karena kebaikan dianggap lamban dan tidak efektif dalam menanggapi tantangan hidup yang makin mendesak. Seakan-akan, di tengah keruntuhan moral dan ketidakpastian, hanya kecerdasan taktis dan kekuatan pragmatis yang mampu memberi jalan keluar.

Namun, benarkah demikian ? Atau kita justru salah dalam melihat peran kebaikan dalam konteks yang lebih luas ?

Kebaikan sebagai Sikap Perlawanan

Menjadi baik dalam situasi yang memburuk bukanlah kelemahan, melainkan bentuk perlawanan. Dalam kondisi sulit, kebaikan menjadi lebih penting karena ia adalah simbol dari kemanusiaan yang tak bisa dihancurkan oleh situasi terburuk sekalipun. Bertahan untuk tetap baik dalam krisis adalah tindakan yang penuh keberanian, bukan tindakan naif. Ia membutuhkan keteguhan hati untuk tidak terseret dalam arus kepentingan pribadi dan keserakahan yang kerap muncul saat dunia terasa tidak adil.

Kebaikan dalam kondisi buruk berfungsi sebagai penjaga dari runtuhnya peradaban moral. Ketika orang-orang mulai melupakan pentingnya kejujuran, solidaritas, dan keadilan, dunia akan semakin terjerumus dalam kekacauan dan ketidakadilan yang lebih besar. Menjadi baik adalah cara untuk menjaga integritas diri dan martabat manusia, serta mengingatkan bahwa kita masih bisa menciptakan perubahan positif, sekecil apapun itu.

Nelson Mandela, yang menghabiskan 27 tahun dalam penjara dan tetap mempertahankan sikap baik serta penuh kasih terhadap lawan-lawannya, adalah contoh nyata bagaimana kebaikan dapat menjadi bentuk perlawanan paling efektif. Kebaikannya tidak membuatnya lemah, justru sebaliknya, ia memenangkan hati jutaan orang dan meruntuhkan rezim apartheid.

Tantangan Menjadi Baik di Tengah Krisis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun